Bagian 2.
Bel istirahat telah berbunyi sejak 10 menit yang lalu. Namun [Name] tak kunjung mendapat kan makanan yang ia inginkan. Jangankan memakan nya. Melihat keadaan kantin yang begitu padat dan ribut itu bahkan membuatnya berhenti dan mengurungkan niatnya.
Sekarang disinilah dia berada, duduk di bangku taman sambil membolak balikan buku yang ia pinjam dari perpustakaan sekolah. [Name] bukan tipe orang yang suka membaca buku. Terkecuali Manga atau koran yang setiap harinya berisi berita kematian seseorang.
Bukan suka, lebih ke bangga. Bangga karena orang yang ia bunuh ternyata benar benar mati. Dengan begitu ia tak akan khawatir dengan informasi tentang dirinya yang bisa saja di ketahui sang korban.
[Full Name], Gadis manis dengan tinggi badan kurang dari 170. Tidak terlalu pintar di bidang matematika namun sangat pandai dalam urusan membunuh orang.
Surai nya segelap malam. Namun senyumnya begitu manis hingga orang orang tertipu, mereka menganggap senyum itu adalah senyum tulus namun sebenarnya senyumnya hanyalah topeng agar penderitaan nya dapat tertutupi.
[Name ]adalah pembunuh bayaran. Namun dia hanya setia pada satu Mafia. Ia hanya bekerja untuk mereka. Dan mengabdikan dirinya pada mereka dengan membunuh siapapun yang menghalangi bosnya.
" [Name]" suara bariton tegas tertangkap oleh indra pendengaran nya. Tanpa melihat pun [Name] tau siapa dia .
"Yang kemarin-Aku berubah pikiran" Ucap [Name] memotong ucapan Kita.
Kita berjalan, lalu duduk di sebelah [Name]. Dia diam, hanya saja tatapan nya itu seakan mempertanyakan maksud dari ucapan [Name] sebelumnya ."Jangan laporkan aku ke polisi! ." ujarnya tanpa menatap Kita sedikitpun.
"Apa yang akan kau lakukan jika aku melaporkan mu?" Tanya Kita santai.
[Name] tampak berfikir sejenak. Setelah menemukan jawaban ia lantas berbalik menatap Kita dengan sangat tajam. "Aku akan membunuhmu"
Sorot mata nya tajam, menatap lurus pada pemuda bersurai dwi warna di hadapan nya. Membuktikan bahwa ucapan nya itu bukan main main.
Kita bangkit. Memasukan kedua tangan nya kedalam saku. Lalu berlalu pergi meninggalkan [Name].
~~~~~~~~
[Name] menatap bangunan di depan nya. Suara decitan sepatu serta dentuman bola masih terdengar dari sana. Menandakan masih ada aktivitas di dalam sana.Semburat ke emasan bertabur memenuhi langit. Di iringi hembusan angin yang menyejukan. Mengajak setiap orang untuk beristirahat. Dan menikmati indahnya Sang senja.
Tapi tidak dengan gadis yang satu ini. [Name] justru sedang duduk di bangku taman yang letaknya tak jauh dari gym SMA Inarizaki. Menunggu seseorang yang akan ia antar (baca)ikuti ke rumah nya.
Sudah satu minggu sejak pertemuan nya dengan Kita tempo hari. [Name] terus mengawasi Kita. Tidak main main, [Name] bahkan mengikutinya dari rumah hingga sekolah.Begitu juga dengan pulang sekolah. Ia akan mengikutinya hingga rumah, berjaga jaga bila mana pria itu berubah fikiran dan melaporkan nya ke polisi.
Memang benar apa yang di katakan [Name] sebelum nya. Meskipun ia masuk penjara. Bos nya akan mengeluarkan nya dengan mudah. Hanya saja itu akan merusak citra nya sekaligus mengungkap identitas nya sebagai pembunuh.
Suara decitan sepatu serta suara dentuman bola pun sudah tak terdengar . Lampu gym mulai di matikan. Dan beberapa pemuda keluar dari sana. Pria ber surai pirang berjalan di depan, di ikuti pria yang berwajah mirip dengan nya. Mereka adalah Si kembar Miya, Saudara kembar yang sangat berharga bagi Tim volly Inarizaki.
Kita baru keluar, Aran tidak latihan hari ini, jadi mungkin ia akan pulang sendirian. Yosh ini kesempatan bagus untuk [Name].
[Name] mengikuti dari belakang. Berusaha supaya tak menimbulkan suara sedikitpun. Seperti perkiraan, Kita pulang sendirian. Hari ini adalah penentuan. Jika hari ini Kita tidak melaporkan nya ke polisi. Maka [Name] akan berhenti mengikutinya seperti ini.
Gadis bersurai malam itu berhenti, kala menyadari jalan yang Kita ambil bukan lah jalan yang biasa ia lewati. Gang gelap nan sunyi, cocok untuk membunuh , tidak bukan itu.
'Cih, bagaimana kalau Kita-san tidak melaporkan ku ke polisi melainkan ke mafia lain?' ucap [name] dalam hati.
[Name] bersembunyi di balik tong sampah. Tapi matanya tetap awas mengawasi sekitar. Barang kali ada sniper atau bahkan psikopat yang di kirim musuhnya.
"[Name] keluarlah" Suara rendah itu menggema di sepanjang gang gelap itu. Membuat [Name] sedikit gentar dan makin mengeratkan pegangan nya pada gagang pistol di saku nya.
"Sampai kapan kau mau mengikutiku" Suara itu kembali terdengar. Suara Kita yang terdengar sangat dalam dan tegas.
[Name] mengawasi sekitar. Hatinya was was , namun masih berusaha menghalau rasa takut. Lagipula dia itu pembunuh. Apa yang harus ia takutkan?
"Yaah ternyata ketahuan" ucap [name] sembari berjalan keluar dari persembunyiannya.
Kita menatapnya tajam. Sorot matanya tampak mengkilat saat cahaya bulan menyinarinya. Mengerti dengan tatapan itu, [Name] mendekat perlahan. Pegangan nya pada pistol masih belum ia lepas. Waspada.
"Ne, apa kau melaporkan ku pada polisi?"Tanya [Name] tenang.
"Atau ternyata kau memberitahu Vincent, bahwa akulah yang membunuh Anggotanya?" Tanya [Name] mengangkat pistolnya. Membidik tepat pada kening pemuda di hadapannya.
Kita menatap [Name] serius. Mencerna ucapan gadis yang masih setia menodongkan benda berbahaya itu padanya. Sedetik kemudian ia tak kunjung mendapat jawaban.
"Aku tak mengerti ucapan mu." Jawab Kita memiringkan kepalanya ke kanan.
[ Name] menghembuskan nafas kasar. Menaruh kembali pistol di sakunya. Sepertinya Kita sama sekali tak bermaksud untuk melaporkan nya pada siapapun. Baik polisi maupun Vincent Mafia.
"Ah, sedikit nya aku merasa lega" ujar [Name] mengeratkan blazer yang ia pakai."Aku sudah bilang kalau aki tidak akan melaporkan mu" ucap Kita.
"Kapan kau mengatakan nya hah? Kau hanya bil-MENUNDUK!"
DOR!
"Cih!," [Name] Berlari ke arah Kita , menariknya hingga ke belakang dan mengeluarkan pistolnya.
"Tutup matamu!" Teriak [Name] mengintrupsi. Kita menurut. Ia menutup matanya. Hanya suara tembakan yang terdengar membabi uta. Juga teriakan kesakitan. Apa yang terjadi? Apa yang gadis itu lakukan?
"Ne apa kau terluka?" Suranya terdengar lembut, namun sedikit bergetar. Kita mulai membuka matanya. Yang pertama ia lihat adalah seorang gadis dengan rambut hitam yang terurai. Wajahnya manis namun penuh dengan percikan darah. Iris segelap malam itu menatapnya intens, meski tersorot cahaya bulan pun, sorot matanya tetap terlihat hampa. Mewakili apa yang sang gadis alami selama hidupnya.
"Akh" Kita mengerang kesakitan saat [Name] memegang pipi kirinya.
"Pelurunya hanya menggores pipi mu. Harusnya ini akan sembuh dengan cepat" Ucap nya sambil menghapus jejak darah yang menetes dari pipi Kita.
"Rumah mu masih jauh kan? Mampirlah dulu ke rumah ku, nenek mu akan sangat khawatir jika melihat cucunya terluka seperti ini" Ucap [Name ] mengulurkan tangan nya dan membantu Kita untuk berdiri.
"Ya, aku akan mampir sebentar"
KAMU SEDANG MEMBACA
Black and White [Kita Shinsuke x reader] {Tamat}
Short StoryHanya sepenggal kisah yang pernah terjalin antara aku dan dia. Berawal dengan pertemuan yang tak di sengaja. Dan berakhir?, entahlah. Hanya tuhan yang tau. Aku hanya bisa berharap. Semoga Dia adalah gadis pertama yang aku cintai, dan juga yang terak...