Gongyoo berjalan dengan mata yang masih terpaku pada sosok gadis cantik di depannya. Mengikutinya seolah si gadis adalah sang pemilik rumah. Gongyoo pun kembali tersenyum diam-diam kala mengingat bagaimana marahnya Lisa ketika tadi dia memaksanya untuk ikut kemari."Kemana Bibi Choi? Apa dia sudah tidur?" Lisa memutar tubuhnya untuk bisa menatap Gongyoo yang berada tepat di belakangnya.
"Sudah seminggu dia cuti untuk pulang kampung. Kemarilah." Gongyoo mengarahkan Lisa untuk mengikutinya. "Mau minum apa? Kau sudah makan?" Seandainya Gongyoo bisa sedikit saja memberi intonasi pada nada suaranya, mungkin pertanyaan barusan akan terdengar jauh lebih hangat dan terasa penuh perhatian. Tidak dingin dan datar.
"Air putih dan aku sudah makan." Lisa kembali menatap wajah Gongyoo yang tampak begitu serius. Tidak ada senyuman sejak dalam perjalanan hingga dirinya menginjakan kaki di sini.
Mengenyahkan atmosfer aneh di sekitarnya, Lisa menoleh ke sekeliling area dapur dengan lapang pandang matanya, mencoba melihat-lihat namun kembali tatapan mereka akhirnya bertemu. Tanpa bisa dicegah, Lisa merasakan waktu melemparkan jiwanya kembali pada kejadian tempo hari di depan pintu unit Apartemennya. Tubuhnya bahkan hampir bereaksi ketika gambaran-gambaran akan kejadian malam itu kembali hadir di benaknya. 'Fokus Lisa!' Batin Lisa menariknya untuk sadar dan tidak berakhir dengan mempermalukan dirinya sendiri.
"Bagaimana harimu, Princess?" Tanya Gongyoo sembari menyerahkan sebotol air mineral dan sekotak cokelat tanpa diminta.
Lisa meneguk minumannya. "Awalnya memang tidak mudah. Pemberitaan tentang kita bergerak dengan begitu besar. Aku sudah beristirahat dari sosial media sejak 3 hari lalu." Lisa berhenti untuk melihat reaksi Gongyoo, "Tapi kurasa semua berjalan baik. Respon positif lebih banyak dibanding negatifnya." Ia berdeham setelahnya.
Gongyoo mengangkat bahu. "Sosial media memang tidak baik untuk kesehatan mental."
Tidak ada kata yang keluar lagi dari mulut Gongyoo. Pria itu hanya terus menatap kearah Lisa dengan tatapan yang sulit untuk bisa Lisa mengerti. Bahkan untuk berkedip saja sepertinya Gongyoo enggan melakukannya.
Resah karena terus menerus mendapat tatapan anehnya, Lisa balik menatap Gongyoo. "Kemana saja selama 3 hari ini, Oppa?" Akhirnya kata-kata itu berhasil meluncur dari bibirnya.
Sebentuk senyum terukir di bibir Gongyoo yang malam ini entah kenapa terlihat jauh lebih berwarna dan segar, mengaburkan konsentrasi Lisa. "Kau merindukanku?" tanyanya.
Lisa menoleh ke sumber suara sambil mengulang pertanyaan pria itu kepada dirinya sendiri, "Apa aku merindukanmu?" Lisa berhasil menahan umpatannya ketika merasa tertampar oleh pertanyaan itu. Benar, Lisa memang merindukannya.
Gongyoo tersenyum masam. Pria itu benar-benar selalu kehilangan akal jika sudah berurusan dengan Lisa. Meski sudah setengah mati ingin menahan hasratnya, pria itu kini terlihat begitu tersiksa karena sulit menahan diri. "Aku sibuk."
Lisa tergelak. "Sibuk? Sibuk apa?"
Gongyoo meremas tangannya dengan kuat, lalu menatap Lisa lagi dengan intens. "Aku sibuk untuk membuatmu rindu." Ujar Gongyoo begitu tenang.
Lisa meragukan apa yang di bawa angin ke telinganya, "Kau..." Ia tidak bisa menyuarakan kalimatnya. Suaranya tercekat. Lisa sungguh tidak bisa percaya kalimat itu bisa keluar dari mulut pria dingin sepertinya.
"Apa aku berhasil? Membuatmu merindukanku?" Seringai tawa terukir sempurna di wajahnya.
Pertanyaan konyol yang akhirnya mematik api dari dalam tubuh Lisa. "Maybe yes... Or Maybe No..." Bisiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Money
General FictionL.M Mungkin orang akan mengira inisial itu untuk Lalisa Manoban. Namun, tanpa banyak orang tahu; L.M adalah inisial untuk tujuan hidup seorang Lisa, L.M adalah Love Money! UANG! Satu kata kramat itu yang selalu Lisa anut. Hanya 4 huruf itu yang ada...