Shena POV
Today is going to be a great day, well...maybe. Hari ini gue akan merasakan yang namanya menjadi murid baru. Ga pernah terbayangkan, ga pernah bermimpi dan ga pernah berharap juga jadi murid pindahan karena jujur I hate making a new friend. Selama 17 tahun berkarya di bumi ini, dunia pertemanan gue konstan. Mulai dari TK, SD, SMP, dan SMA di tempat yang sama dan otomatis ketemu dengan teman yang sama lagi.
Bisa digambarkan, di sekolah lama, gue udah kayak angkatan tua. Pernah ada satu murid pindahan namanya Candy dan gue suka banget ngisengin dia. Jadi, hari ini gue cuma bisa berharap semoga nasib gue ga sama kayak Candy.
Saat ini, gue sudah ada di depan sekolah. First impression? Setahun lagi, gue bisa daftar jadi atlet jalan cepat karena buat ke lobby utama sekolahnya aja harus melewati lapangan basket seluas samudera. Ga seluas samudera juga sih, intinya luas banget.
Hal yang paling aneh adalah jam segini lapangan basket ada yang mainin. Jam 7.15 pagi? Serius? Terlalu pagi ga sih buat main basket. Gue melewati lapangan basket dengan santai tapi bingung juga ga ada arah dan tujuan mau kemana kayak hidup gue.
Seketika terdengar suara teriakan.
Aneh banget nih sekolah, masih pagi murid-muridnya udah pada teriak aja.
"Awas ada bola!" akhirnya suara teriakan itu menjadi sebuah kalimat.
Gue pun melihat ke belakang dan benar saja bola basket memantul mendekati gue. Dengan sigap, gue langsung kabur menjauhi bola basket. Duh, ini semua pasti ada kaitannya sama Candy.
"Maaf, Candy. Janji ga bakal ngulangin lagi," ucap gue sambil berlari menjauhi bola basket yang mirip Shelby, anjing keluarga gue yang hobinya ngejar orang.
Setelah beberapa detik gue berlari, akhirnya bola itu sudah tidak mengejar dan gue sampai di depan ruang guru. Buset, gara-gara dikejar bola secara ga sengaja jadi ketemu ruang guru. Terima kasih Candy dan gravitasi...
...tapi ketok ga ya nih pintu ruang guru. Ngeri banget bayangin isinya guru semua. Apalagi kalo dibuka ternyata semua mukanya sama. Gue tertawa kecil membayangkan di dalam ruang guru ini isinya guru yang ternyata anak kembar semua.
"Hei," sapa suara yang muncul di belakang gue.
Gue berhenti tertawa dan menengok ke belakang dan menemukan sesosok laki-laki mengenakan seragam olahraga. Gue berdehem dan berakting normal. "Oh, hai."
"Anak baru?" tanyanya sambil mengambil bola yang ternyata ada di dekat gue.
Gue tertawa kecil. "Iya." What was that small laugh? Jujur, gue jadi geli sama diri gue sendiri.
Setelah mengambil bola basket, dia melihat bahwa ruangan di samping gue adalah ruang guru. "Well, you are in the right place. Masuk aja."
"Oh, oke. Makasih ya," balas gue seraya mengetuk pintu ruang guru.
Pintu ruang guru pun dibuka dan gue dipersilakan untuk masuk.
"Shena Gabriella Martadinata?"
That's me! "Saya!" jawab gue bersemangat. Gue diarahkan untuk duduk dan berhadapan langsung dengan bapak dengan kumis tebal dan berkacamata.
"Nama?" tanya Bapak itu.
"She-" gue berhenti sejenak karena ternyata Beliau belum selesai berbicara.
"Oh saya tau, Shena Gabriella Martadinata."
"Betul, Pak."
"Umur?"
"Umur sa-"
"17 tahun."
"Cakep, Pak."
"Alasan pindah?"
Ruang itu hening seketika.
"Kok kamu tidak menjawab pertanyaan saya?" tanya Bapak itu ketika gue ga lagi menjawab pertanyaannya.
"Saya pikir Bapak sudah tahu," jawab gue.
"Memang saya sudah tahu." Bapak itu kemudian membuka dokumen lain yang kemungkinan besar adalah rapor gue dari sekolah lama. "Wow, matematika 98, olahraga 97, fisika 93, kimia 96, biologi 99. Kalo kata orang nilai sultan semua ini."
Gue tertawa kecil. Iya pak, itu nilai katrolan semua.
"Jadi, sistem belajar di sekolah ini adalah kamu mengambil kelas yang disukai minimal tiga. Sistem belajar ini hanya diterapkan untuk siswa tingkat akhir. Kalau saya melihat nilai-nilai kamu, kemungkinan besar kamu akan mengambil biologi, matematika, dan olahraga?"
Sejujurnya, gue ga suka ketiga-tiganya. Itu nilai semua gue dapetin karena gurunya malas bikin soal baru dan gue dapet bocoran soal ujiannya. Kalian pasti bertanya-tanya terus gue sukanya apa. Jawabannya adalah...
...tidak ada.
Gue ga suka belajar.
Pertanyaan sebenarnya adalah memangnya ada yang suka belajar?
***
'Jeez. Kalkulus lagi,' ucap gue dalam hati. Sekarang, gue sudah berada di dalam kelas mati-matian, maksudnya matematika.
Gue melihat sekeliling dan semua murid-murid disini kok serius banget ya belajarnya. Jangan-jangan gue masuk ke dalam sekolah kumpulan anak jenius. Plis, jangan sampe deh.
"Shena?" panggil guru yang sedang mengajar di depan.
Gue pun tersentak sejenak. Gila, gue dipanggil. "Saya, Pak."
"Coba kamu jawab pertanyaan saya. Turunan dari sin x?" Pak Guru memberikan pertanyaan.
Gampang banget deh pertanyaan, sangking gampangnya ga bisa gue jawab.
"Eng, anu Pak.."
"Cos x, Pak." Tiba-tiba ada suatu suara yang membantu gue menjawab pertanyaan.
"Benar sekali, Sean Matthew."
Huft. Lega beb.
Tunggu...
Sean Matthew? Jangan bilang Sean Matthew yang itu.
No way...
***
Hai!
Ini karya comeback setelah bertahun-tahun ga nulis. Rasanya seneng pol.
Semoga kalian suka ya dan nantikan part selanjutnya! Dijamin seru. Hihihi
Btw, cerita ini hampir semuanya POVnya Shena ya sesuai dengan judul cerita ini. Semoga kalian ga bingung karena part selanjutnya ga akan ditulis Shena POV lagii.
Pengen survey dulu dunia oren ini masih ada penghuninya ga ya? Ayo comment!
Goals (lebih gapapa kok hehehe):
Views: 12
Likes: 4
-Deps
KAMU SEDANG MEMBACA
She: The Beginning [REVISI]
Teen Fiction[FOLLOW DULU YUK SEBELUM MEMBACA] Kata orang, kita tidak akan bisa melupakan cinta pertama kita. Well, that's true tapi.. ...apakah cinta pertama kita harus muncul kembali setelah pergi tanpa jejak? BAM! Kenyataan pahit itu harus diterima oleh Shen...