BAB EMPAT

185 163 122
                                    

Menghiraukan orang yang baru saja dengan sengaja gue tampar, gue langsung berlari untuk mengejar bola itu.

Gila. Kalau bola itu akhirnya kena lukisan dari para penerus Picasso abis itu lukisan mereka hancur gimana? Aduh, gua ucapkan selamat tinggal aja deh kayak stiker di line yang bebek menghilang perlahan sambil dadah dadah.

Dan ternyata kejadian.

Sama persis dengan yang gue baru saja katakan.

Goodbye, world.

Gue menghampiri bola basket yang baru saja menghancurkan karya seseorang. Benar saja, lukisan orang itu sudah tidak berbentuk dan kanvasnya sudah sedikit robek.

"Ya ampun, maaf banget ya, lukisan lo jadi hancur." Kemudian, gue melihat wajah orang tersebut.

Ternyata, orang itu adalah....Christa.

Okay, goodbye lagi untuk kedua kalinya.

"Eh, ya ampun, Christa. Gue, ehm, aku minta maaf banget ya. Aku gak nyangka bisa jadi kayak gini."

Lalu, temannya Christa yang berada di sebelahnya langsung berdiri dan menghampiri gue.

"Lo tahu ga ini tugas akhir semester bakal dikumpulkan minggu depan dan sekarang hancur gara-gara sifat ceroboh lu?" ucap temannya Christa.

Teman Christa yang lainnya juga berdiri dan berkata, "Lo tahu ga ini project mulainya udah dari dua minggu yang lalu dan sekarang kerja keras dua minggu sudah hancur, gak berbentuk lagi." Lalu, dia mendorong gue mundur ke belakang.

Gue deserved sih kalaupun gue harus jatuh akibat didorong. Jika gue jadi mereka, gue juga akan melakukan hal yang sama bahkan lebih parah mungkin.

Tiba-tiba, gue merasa ada tangan yang menahan gue agar tidak jatuh.

"Eh lo! Gue tahu dia salah tapi emang pantes lo main fisik? Kalo dia sampai jatuh terus kena tulang ekor dan amit-amit buta. Sepadan mata orang sama lukisan lo?"

Siapa sih orang sok pahlawan itu? gue melihat ke samping dan menemukan laki-laki dengan cap tangan di pipinya dan juga orang pertama yang gue temuin pagi ini.

Berlanjutlah pertengkaran antara dua teman Christa dan cowok ini yang gue bahkan tidak tahu nama mereka.

"Ya, terus ini gimana? Kalo Christa ga bisa lanjut semester depan cuma gara-gara lukisan dia tidak selesai. Lo mau tanggung jawab?"

"Itu bisa dipikirkan nanti. Sekarang, lo merasa bersalah ga udah mendorong dia? Kalo gue tadi ga sigap menolong dia terus gimana? Mikir ga lo apa yang lo buat itu bahaya?"

Dih, ini cowok kalo ikut lomba debat udah pasti kalah.

"Lo bilang nanti? Nanti kapan? Sampe Pak Suji beranak, hah?"

Gue mendengar suara deheman dari jauh. Jangan-jangan itu Pak Suji yang gue asumsikan sebagai guru seni rupa mereka.

"Parah sih lo bawa-bawa Pak Suji. Emang Pak Suji-"

"Stop." Gue memberhentikan perdebatan mereka. "Gue akui gue salah. Ini semua murni salah gue."

"Bagus kalo lo sadar," teman Christa menanggapi.

"Gue akan bertanggung jawab. Gue akan gantikan lukisan Christa," ucap gue.

Christa yang tadinya hanya menonton dan mendengarkan perdebatan antara dua temannya dan juga si cowok akhirnya berbicara, "Eh, gak usah, Shena. Aku bisa benerin lagi kok."

"Shush, Chris. Jangan terlalu baik," potong temannya. "Oke, ganti lukisan ini. Harus mirip dengan aslinya dan ga boleh joki, awas lo."

"For your information, itu adalah Ginevra de Benci karya Leonardo da Vinci," bisik cowok itu di telinga gue. "Lo udah buat kesalahan besar."

Oh, absolutely.

***

Double update today!

Sedih amat gue ngomong sendiri terus disini! 

Kalo kalian suka, jangan lupa vote dan comment!

Have a good day everyone!

-Deps

She: The Beginning [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang