BAB ENAM

178 152 155
                                    

"Gimana nih si Bolt menghilang. Masa di sekolah bisa ada pencuri sepeda sih?" dumel gue dengan nada panik.

"Sepeda lo hilang?"

Gue membalikkan badan lagi untuk ketiga kalinya. Dia lagi. Memutarkan bola mata gue akibat kejengkelan serta kepanikan yang nyata. "Ish, lu lagi, lu lagi. Gue gak butuh bantuan lo. Gue bisa minta bantuan orang lain dan lo bukan orangnya."

Hadeh, habis ngomong gitu gue jadi merasa seperti orang jahat.

Gue celingak celinguk melihat sekeliling dan memang sekolah sudah mulai sepi karena jam menunjukkan sudah 15 menit berlalu setelah jam pulang sekolah. Saat sedang sibuk dengan pikiran sendiri, gue baru menyadari Davin sudah menghilang dari hadapan gue. Kemana dia?

Mata gue mulai menelusuri setiap sudut yang memungkinkan Davin berada. Ck, dia ternyata berada di pos satpam. Pasti dia mau ngelaporin gue gara-gara kasar tadi. Segera gue menghampiri Davin yang berada di pos satpam dan langsung berkata, "Jadi lo mainnya ngadu. Gue juga bi-"

"Pak, teman saya kehilangan kehilangan sepedanya. Apa Bapak ada lihat mungkin orang yang mencurigakan di sekitar sekolah?"

Oke, gue salah sangka.

"Tidak ada, dik. Coba apa mungkin ada di parkiran timur?" balas Bapak Satpam terhadap pertanyaan Davin.

Pertanyaan yang pertama kali muncul di otak gue adalah orang macam apa yang sangking niatnya mau mindahin sepeda dari parkiran barat ke parkiran timur?

Setelah mengucapkan terima kasih kepada Pak Satpam, Davin langsung berjalan menuju ke parkiran timur dan gue mengikuti dia dari belakang dengan diam pastinya.

Sampai di parkiran timur tetap tidak ada tanda-tanda si Bolt. Kayaknya ini saat yang tepat untuk mengucapkan i love you but i'm letting go pada Bolt. Makasih ya Bolt udah nemenin gue dari SMP.

Menghela nafas panjang, gue memberitahu Davin, "Ini sih hopeless. Udah sore banget juga ini. Gue ga enak sama lo jadi pulang terlalu sore."

"Terus, lo pulang naik apa?"

"Gue mah gampang. Sekarang kan ada ojek online," ucap gue bangga seraya menunjukkan handphone yang sedari tadi tersimpan aman di dalam kantong seragam. "Sana lo pulang."

Davin berjalan menjauh dan gue dengan cepat membuka aplikasi ojek online. Serem juga kalau sekolah sudah sepi seperti ini. Eh, kok tiba-tiba handphone gue mati sih. Duh, bisa gak sih kumatnya jangan sekarang.

Mencoba mengutak atik handphone gue tetapi tetap tidak ada reaksi.

Suara motor pun terdengar mendekat dan kalian sudah bisa tebak kan siapa orang tersebut. Dia membuka helmnya sedikit dan berkata, "Udah buruan naik."

Jujur, setelah kejadian siang ini, gue sedikit takut sama Davin. Akan tetapi, pertimbangannya adalah kalo gue menolak tumpangan Davin yang terjadi selanjutnya adalah menunggu angkot di halte depan sekolah yang semakin sore akan semakin horor.

Akhirnya, gue memutuskan untuk menerima tumpangan Davin.

"Bisa gak naiknya?"

Asal kalian tau ya motornya si Davin ini tinggi banget. Eh, motornya yang tinggi banget atau guenya ya aja yang pendek?

"Butuh bantuan gak?" Davin bertanya lagi.

Gue berusaha naik dan duduk di bangku penumpang tersebut. "Tentu tidak," tolak gue.

Setelah berhasil naik, gue menempatkan tas ransel di antara gue dan Davin untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

"Rumah lo dimana?"

"Di Perumahan Puri Indah."

"Siap, bos. Meluncur."

Banyak yang gue perlu pelajari tentang tempat gue tinggal saat ini. Gue belum familiar dengan wilayah ini.

"Woy, gue juga asdfjklmn." Davin mengucapkan sesuatu.

Gue gak bisa mendengarkannya dengan jelas akibat angin yang kencang. "Hah, lo juga apa?"

"Gue juga asdfjklmn."

Sumpah, gue gak tau dia ngomong apa. Yaudah deh gue iya-iya aja.

Akhirnya, sampai juga di rumah gue. Dalam sekejap, gue sudah turun dari motor Davin dan mengucapkan terima kasih. "Um, makasih ya udah dianterin. Maaf tadi gue sempet kasar sama lo. Gue tau sebenernya gak boleh menilai seseorang cuma dari satu kejadian aja. Eh, tapi awas aja kalo manggil orang lain kayak gitu lagi, kalo sampe gue tau, habis lo sama gue."

Beuh, gaya banget dah gue.

Davin pun tersenyum kecil. "Iya, gue janji gak akan ngulangin lagi."

"Lo udah janji ya." Gue mengarahkan jari kelingking gue ke jari kelingking Davin untuk membuat pinky promise. "Sekarang udah sah. Gak boleh dilanggar. Udah sana lo pulang. Jauh kan rumah lo."

"Hah, tadi di jalan gue perasaan bilang kalo rumah gue di perumahan yang sama kayak lo."

Ternyata dia di jalan mau ngomong itu. "Oh, iya gue lupa." Padahal, emang gak denger.

"Ngomong-ngomong tentang lukisan, gue akan bantu lo 100% buat nyelesain."

Gue tertawa sambil berjalan menuju rumah dan kemudian mata gue melihat sesuatu yang janggal.

Dengan segera, gue memutarbalikkan badan dan menyuruh Davin untuk segera pergi seraya menutupi sesuatu yang gue baru saja gue lihat.

Ketika Davin sudah pergi, gue menghela nafas lega.

Terlihat Bolt terparkir rapi di teras rumah. Gue lupa kalau hari ini gue diantar pergi ke sekolah.

***

Haloo!

Seperti biasa, kalo suka jangan lupa vote dan comment, okayy?

Have a good day!

-Deps

She: The Beginning [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang