Gue membuka mata.
Terang banget.
Tutup lagi deh. Siapa sih yang berani-beraninya nyalain lampu terang begini? Mencari posisi yang nyaman dan menarik selimut untuk menutupi terangnya lampu.
Gue cium cium nih selimut kok baunya gak apek ya? Wah, ini sih bukan di kamar gue. Membuka mata dan menurunkan selimut sedikit untuk melihat tempat keberadaan gue sekarang. Terlihat ada seseorang duduk di pojok ruangan.
"Davin?!" panggil gue lalu dengan cepat mengubah posisi dari tiduran menjadi duduk.
Menyipitkan mata gue untuk melihat lebih jelas lagi.
Itu mah bukan Davin.
"Eh, Matt?"
Menggosok wajah gue dengan kasar dengan kedua tangan seraya me-reka ulang kejadian sebelum semuanya menjadi hitam.
Gue inget!
Melirik ke arah Matt dan lega saat menyadari Matt masih seorang manusia bukan amoeba. Di sebelah gue juga terdapat sebotol air dan coklat.
Haus juga euy. Gue membuka botol air itu dan meminumnya.
Matt berjalan ke arah gue dan berkata, "Lo udah gapapa?"
Gue menghabiskan 500 ml air dalam sekejap. Sadis bener. Sehabis menaruh kembali botol kosong itu di atas meja, gue membalas pertanyaan Matt, "Masih sedikit papa."
Kali ini, gue memang beneran masih pusing dikit. Bukan tipu-tipu.
"Ayo," ajak Matt.
"Ayo kemana?"
"Gue anter pulang."
Hah, pulang? Jam segini? Asik banget. Gue dengan wajah gembira segera turun dari tempat gue berada.
Akibat mengubah posisi secara tiba-tiba, gue menjadi linglung.
"Pelan-pelan dong," perintah Matt sambil menahan tangan gue agar tidak jatuh.
Gue tersenyum kecil dan mencoba menstabilkan posisi berdiri.
"Siap, bos!" balas gue dengan mengambil sikap hormat sekaligus melepaskan genggaman tangan Matt dari tangan gue.
"Uhm, lo udah bilang nyokap gue belum?" tanya gue ragu-ragu.
"Udah."
Yippie! Ini tandanya besok kemungkinan besar gue akan di izinin buat gak masuk sekolah. Ternyata ada untungnya juga punya temen yang kenal sama nyokap.
"Makasih, bos!" ucap gue dan sekali lagi mengambil sikap hormat.
***
Gue menguap lebar dan merenggangkan badan.
Jam berapa ya sekarang? Bangun sedikit untuk melihat jam dinding. Jam menunjukkan pukul 17.00. Cepet juga ya waktu berjalan kalo lagi tidur.
Total jam tidur gue 9 jam. Masih belum mengalahkan rekor tidur gue yang pernah mencapai 21 jam.
Turun dari tempat tidur gue yang sangat fluffy dan nyaman, gue berjalan ke arah kaca besar yang ada di pojok kamar.
Kaget pas ngeliat diri gue sendiri di pantulan kaca.
I'm totally a mess.
Rambut udah gak ada bentuknya, iler dimana-mana, belekan pula.
Gue langsung berlari ke kamar mandi dan merapikan penampilan gue.
Nah, gini kan lebih enak dipandang.
Setelah selesai membereskan penampilan, gue berjalan santai menuruni tangga menuruti permintaan perut gue yang sedari tadi bernyanyi riang.
"Loh, Matt kok masih disini?" tanya gue saat melihat Matt dengan santai membaca buku di sofa ruang tamu bersama Shelby yang terlihat ikutan membaca.
"Soalnya kalo ada apa-apa Shelby gak bisa bantu lo," balas Matt.
"Siapa bilang? Shelby udah gue ajarin trick-nya." Kemudian, gue memanggil Shelby untuk datang. "Shelby, come."
Si Shelby gak beranjak sedikitpun dari posisi semulanya. Yeu, dasar anjing kalo ketemu cowok ganteng gak mau pindah posisi. Eits, ini bukan kasar loh ya, Shelby memang seekor anjing.
Matt tersenyum kecil. "Dia lagi gak mood mungkin. Btw, ada makanan dimeja makan."
"Asik," seru gue bersemangat untuk mulai makan.
Enak banget makanannya. "Lwo masakh sendiri?" tanya gue kepada Matt dengan mulut yang masih penuh dengan makanan.
"Telen dulu baru ngomong," balasnya.
Gue menelan makanan yang berada di mulut dan mengulang pertanyaan yang sama. "Lo masak sendiri?"
"Hm," jawab Matt singkat, padat, dan jelas. Hebat banget bisa masak seenak ini. Christa is one lucky girl.
Sesaat setelah menghabiskan makanan gue, bel rumah berbunyi. Dengan semangat, gue menghampiri keluar dan melihat Davin berdiri disana.
Huh, gue pikir kurir paket.
Davin menggeser badannya sedikit dan muncul Bolt di belakangnya. Seneng banget bisa ketemu Bolt lagi. Menghiraukan Davin yang berdiri disana, gue membawa Bolt masuk ke dalam garasi gue dengan gembira.
Davin berdehem.
"Oh sorry, gue lupa lo disana." Gue berjalan kembali ke posisi semula.
"Ehm, gue mau minta maaf gara-gara gue, lo jadi pingsan tadi. Gue sejujurnya kaget gak nyangka kalo lo selemah itu."
"Lo serius mau minta maaf gak sih?"
Davin mengangguk dengan ekspresi tidak bersalah.
Dari skala 1-10, rasa kekesalan gue berada di skala 12. Berbalik arah dan berniat ingin masuk rumah meninggalkan Davin.
Davin menarik tangan gue dan membalik posisi gue sehingga kembali menghadap ke arah Davin.
Davin menyelipkan tas kecil di tangan gue seraya berkata, "Jangan terlalu keras sama diri sendiri. Pelan-pelan. One step at a time, okay?"
***
Haii
Besok udah mulai masuk kuliyeah nih guyss
Semangat kalian adik adikku dan teman-teman semuaa
Kalau suka jangan lupa vote dan comment ya!
Have a good dayyy
Semoga aku bisa konsisten update tiap hari minggu
-Deps
KAMU SEDANG MEMBACA
She: The Beginning [REVISI]
Fiksi Remaja[FOLLOW DULU YUK SEBELUM MEMBACA] Kata orang, kita tidak akan bisa melupakan cinta pertama kita. Well, that's true tapi.. ...apakah cinta pertama kita harus muncul kembali setelah pergi tanpa jejak? BAM! Kenyataan pahit itu harus diterima oleh Shen...