BAB LIMA

188 156 111
                                    

Speechless.

Satu kata yang bisa menggambarkan kumpulan kejadian hari ini. Hari pertama masuk sekolah yang jauh dari penggambaran yang ada di buku novel.

Mulai dari kejadian dikejar bola basket pas baru masuk bukannya dikejar cowok ganteng.

Bertemu orang terakhir yang gue ingin temui di dunia ini bukannya ketemu ketua OSIS ganteng.

Menghancurkan karya terbaik seseorang yang merupakan pacar dari "teman" bukannya memberikan kesan pertama yang baik.

Dan kalian mau tau sesuatu? Setelah gue menyelesaikan permasalahan lukisan itu, gue kembali ke lapangan dengan bola basket yang susah payah gue ambil dan mendapati mereka, para pemain basket, sudah bermain terlebih dahulu dengan bola basket yang gak tau dapatnya darimana.

Kesel? Wah, bukan main.

Lalu, apa yang gue lakukan? Melampiaskan kekesalan gue dengan bermain bola basket. Gue bermain dengan sangat bar-bar sampai tim lawan dan tim gue sendiri takut dengan gaya permainan gue.

Eh, kok udah tadi aja?

Iya dong. Soalnya sekarang sudah jamnya pulang sekolah.

Gue membereskan semua barang-barang gue dan berjalan menuju tempat parkir.

"Eh, tunggu!" terdengar seseorang memanggil tidak tau siapa.

"Woy, tunggu!"

Siapa sih itu? Berisik banget teriak-teriak.

Gue tetap melanjutkan perjalanan menuju tempat parkir tapi kok seperti jalan di tempat ya?

Menengok ke belakang.

"Hai," sapa orang tersebut.

Lantas, mata gue membelalak saat menyadari terdapat tangan yang menahan lengan gue dan ternyata orang yang sama yang menyebabkan gue harus membuat ulang lukisan Bapak Da Vinci. Berbalik menghadap orang tersebut dengan tegap gue berkata, "Ngapain lagi sih lo?"

"Gue minta maaf buat yang tadi. Gue cuma bercanda manggil lo-"

Wah, gue lupa kalo orang seperti gini harus diceramahin. Langsung saja gue potong ucapannya, "Oh, bercanda ya? Semua orang lu panggil kayak gitu? Gue bahkan gak tau lo siapa dan seenaknya lo panggil gue kayak gitu.  Lo tau gak sih kalo verbal sexual harassment itu ada? It's not funny at all."

"Gue minta maaf. Gue gak mikir dulu tadi sebelum ngomong. No one deserved to be called like that. I'm truly sorry."

Duh, hampir aja gue tersentuh sama permintaan maafnya dia.

"Gue Davin by the way."

Hah, tunggu. Davin?

Dengan muka bingung, gue bertanya, "Lo Davin?"

"Iya."

"Lukisan yang tadi gue hancurin nama pembuatnya siapa?"

"Leonardo Da Vinci."

"Nama lo siapa?"

"Davin."

Ini dia. Kunci dari permasalahan gue. Dengan percaya diri gue berkata, "Mantap. Lo cucunya kan?"

Davin tertawa.

Lah, kenapa dia ketawa?

"Heh, gue serius."

Davin berusaha memendam suara tertawanya. "Bukan lah. Leonardo Da Vinci dari benua mana, gue dari benua mana. Jauh banget."

"Yaelah, bye kalo gitu." Gue berbalik arah berniat untuk meninggalkan si Davin ini.

"Tapi gue ambil kelas seni rupa."

Jreng. Harapan baru kembali muncul.

Kembali berbalik arah gue bertanya dengan semangat, "Serius?"

"Iya, serius."

"Lo jago gambar dong?"

"Gak juga sih."

"Yeu, gak usah ngomong kalo gitu."

Nih orang bener-bener. Leher gue udah dua kali bolak balik cuma buat dengerin harapan palsu dia dan sekarang gue harus balik badan lagi. Sekali lagi gue balik badan bisa jadi flamingo ini mah.

Gak jadi deh masih pengen jadi manusia. Ya Tuhan, jangan dengerin ucapan hamba barusan ya.

Oke, gak lagi-lagi deh gue nengok ke belakang. Gue berhasil menuju tempat parkir tanpa menghiraukan suara-suara aneh di belakang.

Akhirnya, hari pertama selesai juga.

Gue mencari Bolt, sepeda gue, yang tadi pagi gue pakirkan disini, tempat parkir khusus sepeda.

Si Bolt kemana ya? Kok gak ada.

Bolt menghilang!

***

Yey!

Jangan lupa kalo suka vote dan comment ya!

Have a good day everyone ❤️✨

-Deps

She: The Beginning [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang