←Happy Reading→
Aku baru saja bangun dari ranjang. Entah kenapa kepalaku terasa sakit dan tidak nyaman. Aku melirik jam yang terpajang di dinding. Pukul 10 pagi. Sepanjang malam aku hanya menangis, tertidur, terbangun, menangis, tertidur, terbangun, dan begitu seterusnya. Jam segini aku baru bangun dari ranjang.
Aku melihat ke sekitar, kenapa rasanya lebih sepi? Aku bangkit dari ranjang, mencuci muka, menggosok gigi, dan keluar dari kamar. Sepi. Aku mengetuk-ngetuk pintu kamar Samuel, namun tidak ada jawaban, bahkan tidak ada suara dari dalam sana. Saat ingin mengetuk lagi, seorang maid lewat dan mengatakan bahwa Samuel sedang di sekolah. Oh, iya aku lupa. Samuel bersekolah.
Bahuku seketika melemas. Sekolah? Tidak. Bekerja? Tidak. Berkarya? Tidak. Berteman pun tidak. Hidupku seperti tidak punya tujuan. Dan juga... Sampai kapan aku akan menginap di rumah Samuel? Setidaknya aku harus malu jika seperti ini terus.
Oh, iya! Lebih baik aku keluar hari ini. Melakukan apa saja yang bisa kulakukan. Mencari uang atau mencari tempat tinggal.
Aku kembali masuk ke kamarku. Mandi dan menggunakan pakaian dengan rapi. Setelahnya aku keluar dari rumah yang besar ini.
"Ke mana?" tanya petugas keamanan di rumah Samuel.
"Mau ke luar, cari suasana baru," jawabku lalu lanjut berjalan.
"Jangan, nanti dicariin sama abang kamu," tegur petugas itu.
"Saya bisa jaga diri, Pak. Saya nggak akan ke mana-mana. Lagian saya bukan siapa-siapa buat dia," Aku tersenyum lebar pada petugas itu. Kembali berjalan dengan santai, keluar dari pekarangan rumah.
Hem, kira-kira aku akan kemana, ya? Aku keluar dari kawasan perumahan yang membuatku pusing ini. Rumah-rumah di sini sangat tinggi dan membuatku pusing sendiri. Di ujung jalan sana, sekilas aku melihat sebuah kafe yang menarik perhatianku. Aku memutuskan jalan ke sana. Mungkin saja aku akan mendapat inspirasi.
Aku memasuki kafe yang menarik itu. Sebentar, aku kan tidak punya uang, untuk apa aku ke sini? Aku hendak memutar badanku, keluar lagi dari kafe ini, tapi... Perhatianku tercuri oleh sepasang lelaki dan perempuan berseragam seperti Samuel. Hah? Apa mereka tidak sekolah? Bukankah ini jam sekolah? Biarkan saja, itu bukan urusanku. Aku memutar badanku dan melangkah keluar dari kafe ini, tapi...
"Hey, yang pakai sweater peach!" panggil anak perempuan yang berseragam seperti Samuel. Dia memanggilku? Kebetulan aku menggunakan sweater berwarna peach. Ada berapa orang yang menggunakan sweater peach di sini? Aku mencari-cari keberadaan seseorang dengan sweater peach, namun tidak ada. Jadi benar mereka memanggilku?
"Iya, kamu," perempuan tadi mengiyakan. Aku pun segera menghampirinya.
"Kamu yang kemaren sama ketua OSIS, ya?" tanyanya padaku. Ketua OSIS? Seharian aku hanya bersama Samuel. Aku tidak pernah bergaul dengan ketua OSIS.
"Wajahnya mirip Samuel," ujar si anak laki-laki. Refleks aku memegangi wajahku. Aku sama sekali tidak merasa mirip dengan Samuel.
"Iya, mirip banget. Kamu yang kemaren sama ketua OSIS, kan?" sambung si anak perempuan.
"Samuel itu ketua OSIS, ya?" tanyaku kebingungan. Mereka berdua hanya tersenyum melihatku.
"Iya, Samuel itu ketua OSIS. Kamu yang kemaren nyari-nyari kelas sama Samuel, kan?" Aku melihat-lihat wajahnya, sepertinya aku kenal. Oh, iya! Dia perempuan yang kemaren di kelas XI MIPA 1.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything I Don't Know || Kim Sunoo [SEDANG REVISI]
General FictionVelly baru saja mendapat seorang adik laki-laki. Namun sebelum bertemu dengan adiknya, Velly malah terjebak di latar lain yang tidak dikenalnya. Dimensi lain, waktu lain, dunia paralel, atau hanya mimpi? Segalanya terasa tidak asing, namun nyatanya...