Saat ini aku sedang sarapan dengan Samuel. Ruang makan dipenuhi oleh suara dentingan sendok kami berdua.
"Sam, kemaren kata Chelsea aku bisa sekolah lagi," ujarku pada Samuel.
"Masa, sih?" Samuel tidak percaya.
"Iya, beneran," jawabku.
"Kalau beneran, emangnya dia punya nomor handphone kamu?"
"Enggak, sih. Tapi aku punya nomor handphone dia," jawabku.
"Ya, telepon lah, bego!" Dia memicingkan matanya kesal. Aku pun ikut kesal melihatnya. Aku menelepon Chelsea sesuai perkataan Samuel. Tak lama kemudian, teleponku diangkat.
"Halo, Chel?"
"Ini siapa, ya?"
"Ini aku, Velly."
"Oh, okey. Ada apa, Vell?"
"Hem, itu. Beneran aku bisa sekolah lagi?"
"Oh, iya. Nanti gue urusin. Pastinya besok lo bisa sekolah lagi," ujar Chelsea di seberang sana. Hatiku berbunga-bunga.
"Okey, nanti kabarin aku, ya?"
"Oke, bye."
Tut!
"Kata Chelsea nanti dia yang urus. Besok aku sekolah lagi," ujarku pada Samuel. Sementara Samuel tidak memperhatikanku. Apa yang dia lihat? Aku mengikuti arah pandangannya. Pandangannya tertuju pada handphone-ku.
"Kamu sehari-hari pakai HP itu?" tanya Samuel.
"Iya, kenapa?"
"Ih, jelek banget! Nanti aku beliin yang baru, deh." Samuel mengatai Handphone Nokia-ku. Hih, kenapa semakin lama dia semakin menyebalkan? Menurutku, handphone-ku tidak jelek. Enak saja dia bilang begitu. Aku memicingkan mataku sebal.
"Ah, iya! Aku punya cadangan HP di kamar, belum dipakai, baru, masih bagus. Buat kamu aja, deh," Samuel tersenyum lebar. Dia sama sekali tidak menyadari aku sedang kesal, ish.
^~^~^~^~^
Samuel pergi ke sekolah, sedangkan aku lebih memilih untuk jogging di sekitaran rumah. Aku berlari-lari kecil mengelilingi rumah, menghirup udara segar, dan menghembuskannya kembali.
Aku melangkah dengan hati-hati. Entahlah, langkah demi langkahku terasa semakin aneh. Aku seperti pernah melewati jalur yang sama. Aku berhenti, menghentikan langkah kakiku. Kulihat ke sebelah kanan, terdapat pohon kersen dan taman bermain yang terbengkalai. Aku seperti pernah ke sini sebelumnya.
Selintas memori terbesit di benakku. Namun, memori itu menghilang begitu saja. Apa yang aku pikirkan? Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Aku memejamkan mata, berusaha memfokuskan pikiranku. Sesaat kemudian, aku kembali melangkah, meninggalkan pohon kersen dan taman bermain yang tua itu.
Aku terus berjalan hingga sampai di tepi jurang. Kepalaku mendadak pusing saat menatap ke bawah sana. Lagi-lagi sebuah memori melintas di benakku, dan pergi begitu saja. Apa aku sedang sakit? Kenapa perasaanku merasakan hal yang sangat aneh? Lebih baik aku pulang sekarang, sebelum terjadi sesuatu.
Jika kalian tahu, aku adalah orang yang sangat sulit menghafal jalan. Butuh berbulan-bulan bagiku untuk menghafalkan jalan ke suatu tempat. Dan sekarang..? Aku menemukan jalan pulang dengan mudah, seakan aku sudah mengenali semuanya.
^~^~^~^~^
Selesai jogging, aku langsung pulang, mandi, dan membantu maid bekerja. Bukan karena aku rajin, tetapi... Aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Memori-memori lama terus mendatangiku dan pergi begitu saja. Itu menakutkan. Pikiranku terus berkelana ke mana-mana. Jika aku berdiam diri di kamar, bisa saja itu akan terjadi lagi. Lebih baik aku menyibukkan diri dengan bekerja dengan maid.
Dret! Dret! Dret!
Handphone baru pemberian Samuel bergetar di sakuku. Aku mengambilnya, dan melihat layar handphone itu. Oh, itu telepon dari Chelsea. Aku mengangkat telepon itu.
"Halo?"
"Velly, aku udah urus semuanya. Berhasil! Besok kamu bisa sekolah lagi," ujarnya dari seberang sana.
"Ah?? Makasih banget, Chel! Aku nggak tau mau berterimakasih gimana. Makasih banget," ujarku.
"Ke sekolah sekarang, ya? Ada yang mau aku omongin," ajak Chelsea.
"Okey, tunggu, ya!" Aku mematikan sambungan telepon dan segera berlari ke kamar. Tidak perlu mandi, aku langsung mengganti pakaian dan bersiap-siap.
^~^~^~^~^
Aku baru saja sampai di sekolah. Tadi, aku diantarkan oleh supir dengan mobil cadangan Samuel. Sekarang aku sudah sampai di sekolah. Aku mencari-cari keberadaan Chelsea dan menemukannya di teras kantin. Aku segera berlari ke arahnya.
"Haii!" sapaku dengan senyuman lebar.
"Makasih banget, yaa!! Aku bener-bener kehilangan kata-kata. Makasih banget pokoknya. Aku nggak tau mau balas budi gimana," ujarku dengan senyuman lebar yang terus terukir.
"Hehe, iya, sama-sama," jawab Chelsea.
"Sekarang, aku mau ngomong serius. Kamu duduk, sini!" Chelsea menepuk-nepuk bangku di sebelahnya, mengisyaratkan bahwa aku harus duduk di sana. Aku pun mengikutinya dan duduk di sebelah Chelsea.
"Aku udah urus semuanya. Besok kamu bisa sekolah lagi tanpa kendala apa pun. Data-data kamu semuanya udah ada. Tapi..." Chelsea menggantungkan ucapannya. Sebelum melanjutkan, ia meneguk cappuccino-nya terlebih dahulu.
"Kamu sekolah dengan jalur yang berbeda dari anak lainnya. Bisa aja kalau kamu bakalan di-bully," ujar Chelsea. Aku tertegun mendengar ucapan Chelsea.
"Kalau kamu nggak mau di-bully, coba deh jadi anak baik. Kamu nggak bakalan di-bully kalau gitu." Aku terdiam. Mendengar perkataan Chelsea, itu terdengar menyeramkan. Apakah aku sudah tergolong sebagai anak baik? Anak baik yang seperti apa?
Daniel datang menghampiri kami berdua.
"Hai, sayang!" sapanya pada Chelsea. Chelsea tersenyum manis.
"Hai,.. Babu?" Daniel menatapku. Apa maksudnya?! Dia memanggilku babu? Jahat! Bukankah kemarin dia baik?
"Betah-betah, ya, babu?" ujarnya lagi dengan wajah menyebalkan.
"Daniel! Jangan gitu!" bentak Chelsea pada Daniel. Chelsea mendekat padaku, membisikkan sesuatu di telingaku.
"Pacar gue aja udah mulai nge-bully Lo. Hati-hati, ya?" bisik Chelsea.
"Velly!" Samuel berteriak dari kejauhan. Ia berlari ke arah sini.
"Aku liat ada mobil cadanganku di parkiran. Kamu ngapain lagi ke sini?" tanya Samuel saat sampai di dekatku.
"Hai, Bang ketos!" sapa Daniel pada Samuel.
"Nggak kenal," sinis Samuel sambil mengulurkan lidahnya.
"Ayok, Vell! Kita pulang," Samuel langsung menarik lenganku begitu saja.
←To be Continued→
Kehabisan teori plis🤓🙏 Tp masih butuh 5 teori lgi Paling dikit☺️
Voment plisss
Maaciii
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything I Don't Know || Kim Sunoo [SEDANG REVISI]
General FictionVelly baru saja mendapat seorang adik laki-laki. Namun sebelum bertemu dengan adiknya, Velly malah terjebak di latar lain yang tidak dikenalnya. Dimensi lain, waktu lain, dunia paralel, atau hanya mimpi? Segalanya terasa tidak asing, namun nyatanya...