3

2.9K 343 2
                                    

"Baiklah Raizel... kuharap kau bisa memberi tumpangan kepada temanku yang disana. Kalau tidak kami akan mati." Seakan mengerti perkataan ku Raizel melangkah mundur seperti terkejut.

Ia menghentakkan kaki seolah mengatakan kami harus segera naik ketubuhnya. "Ngiiii..." aku menghelus tubuhnya, "Tenanglah..."

"Siapa wanita ini sebenarnya, mengapa aku berulang kali takjub pada Eta? Ia menjahit baju ku menjadikan baju laki-laki, ia memasak makanan yang tidak pernah aku rasakan, ia bisa menjahit luka nya sendiri di saat ia tidak sengaja membesit paha nya dengan kapak karena membelah kayu, ia wanita yang tangguh walau dengan penampilan yang ehm-" gumam Siena khawatir dan kagum tentunya, ia masih bingung dengan tingkah laku Eta seakan akan kehilangan dirinya.

Aku membantu Siena menaiki kuda walau ia terlihat kesulitan, jika kalian membayangkan Siena duduk posisi menyamping itu kesalahan besar. Kenapa? Jika kalian tidak ingin mati konyol karena terjatuh dari kuda besar dan tinggi ini.

"Sebenarnya kita akan kemana?" wanita ini tidak bisa kah diam dahulu?

"Kau akan mati besok karena kau akan ditemukan oleh orang kerajaan mu Kaztan." Bisa kurasakan tubuh Siena menengang, lalu ia menghela napasnya.

"Tidak apa, aku juga sudah tua, mungkin inilah takdir ku."

Aku yang hanya mengendalikan kuda dari rambut kuda itu pun, menepuk lembut bokong kuda dengan tendangan ku, menyuruh kuda itu berhenti.

"Jika kau menghargai ibumu, kau tidak akan memilih mati. Jika kau ingin tahu kenapa aku tahu nama kerajaan mu, karena aku hampir seperti Dewi." ujar ku mantap.

"Ah-" pekik kami berdua bersamaan, kuda ini melangkah maju tanpa aku perintah dan mulai melaju, aku mencodongkan tubuhku kedepan sedangkan Siena memeluk leher Raizel dengan erat.

"Raizel! Kau kenapa?!" teriak ku. Kuda ini tidak mendengarku sama sekali. Aku tidak tahu sudah berapa lama kami berhenti disebuah desa yang tidak kami kenal, tidak ada prajurit, ini benar-benar kehidupan biasa seperti petani.

Siena turun begitu pun aku, "Terima kasih Raizel. Kau pergilah." Ucap ku kepada kuda putih ini. Raizel mengeram seakan tidak suka di tinggalkan. Beberapa warga melihat kedatangan kami, Siena disambut dengan sebuah pekikan. "BIBI SIENA!" kami menoleh serempak. Siena menutup mulut dengan kedua tangannya ia memekik pelan dan belari memeluk laki-laki, keponakan mungkin?

Mereka sedang berpeluk ria, sedangkan aku sudah menjauh dari mereka karena Raizel mengigit baju ku kini aku berjalan mundur. "Kau ini." Ucapku marah. Raizel mengebas ekor nya. Aku menatap Raizel dengan datar. "Aku sudah mengucapkan terima ka-AHHH." Tiba-tiba Raizel menyundulku, kuda sialan! Ia membuat ku terangkat dan aku naik ketubuhnya. Aku berusaha ingin melompat dari kuda sialan ini, tetapi Raizel semakin berlari dengan cepat, karena aku menyayangi nyawa ku maka aku tidak berniat untuk melompat.

Hari sudah gelap, sebuah suar merah ditembak kelangit, sihir. Semua wilayah di istana ini memiliki sihir, sedangkan aku memiliki sihir kegelapan, kekuatan ku tidak pernah jauh dari itu jika aku masuk kedunia dimensi ini, jika aku masuk kedalam raga orang lain maka kekuatan ku akan lebih dari dua. Dan aku tidak pernah memakai nya kecuali jika itu adalah perang.

 Eh,,, aku pernah memakainya untuk pertama dan terakhir kali saat perang, itu adalah pengalaman ku ke dua didunia lain, disaat aku adalah penyihir agung disebuah menara, hanya bawahan kaisar, tidak memiliki cinta pertama karena disibukkan oleh sebuah tugas istana.

Aku mulai mengantuk, tetapi jika aku tidur diatas kuda ini, yang ada aku terjatuh. "Hey tak bisa kah kita beristirahat?" Raizel meringkih dan semakin mempecepat langkahnya. Aku memeluk leher panjang Raizel "Aku akan terjatuh bodoh."

Tidak lama kemudian langkah Raizel memelan, dan aku turun dari tubuhnya. "Kau membawaku kemana hah! Dasar kuda tidak bertanggung jawab." Padahal aku sudah berniat tidak ingin mencampuri novel ini sampai cerita dinovel ini tamat dengan sendirinya.

Aku bersandar dipohon besar, Raizel menekuk ke-empat kakinya dan mulai mengerjapkan matanya, aku menghelus kepalanya. "Erghm.." gerangannya, seakan memberi tahu bahwa ia menyukai sentuhan ku.

"Kuda baik, dan pintar." kami di temani sinar bulan, aku yakin Raizel memilih tempat yang aman untuk kami.

Aku menutup mataku namun sebelum aku kehilangan kesadaran, bayangan melintas begitu saja, dihadapan ku, leherku terasa dingin, aku menepisnya dan aku langsung merasakan perih ditangan kiriku.

Sebilah pedang terlihat cantik di leherku.

Dibawah rembulan, laki-laki bertubuh gagah, dengan tubuh dipenuhi darah. Tampan.

Ia tidak berkulit putih, justru ia berkulit coklat manis, bulu mata yang lentik, alis yang tebal, hidung yang mancung, bibir yang begitu tipis, iris mata hijau nan menggoda wajah nya tergolong tampan bukan cantik! Tubuhnya begitu perkasa ku ulangi lagi, perkasa.

"Siapa kau. Mengapa kuda ku bersama mu?" tanya nya bingung. Aku mengangkat bahuku acuh.

||TBC||

DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang