9

1.8K 247 1
                                    


Dengan angkuh aku mengatakan. "Karena hanya saya yang bisa menghentikan peperangan ini." Beberapa orang didalam tenda mulai menahan tawanya, sialan aku bisa mendengar itu. Aku yakin bahwa dipeperangan ini hanya memerlukan taktik bukan kekuatan sihir sekalipun.

Hari mulai larut dan kami tidak membangun tenda, karena sekarang kami berada diatas tebing melihat sejumlah ribuan pasukan yang tidak kalah banyak dari kami. Syukurlah jebakan kami sudah terpasang sebelum mereka sampai.

Semua pasukan telah siap di posisi masing-masing, waktunya "SERANG!!!" sejumlah bom kecil yang aku perintahkan yaitu molotov, serta anak panah yang ujungnya diberi racun dan api. Kebakaran terjadi dan memperondak tempat itu. Sebuah batu besar di jatuh kan dari kami dan menghantam dari mereka.

Kami pun menang. "Ternyata kekuatan ku tidak perlu keluar." Pikirku. Matahari pagi menyambut kami dengan hangat, masing-masing kami berlumuran darah, dan hebatnya seluruh pasukan yang berada dibawah ku tidak ada yang mati.

"Hidup kerajaan Qoitel!" pekik kan itu terdengar hingga kami sampai di kerajaan. Seluruh penduduk melempari kami bunga. Putera makhota Axel berjalan dengan gagah, kepala yang ia tegak kan seolah peperangan ini dimenangi olehnya sendiri.

Seluruh pasukan yang memiliki keluarga langsung lari kepelukan keluarganya masing-masing dengan tangisan, wah ini mengingatkan ku tentang kedatangan pertama ku ditempat ini.

Kemenangan ini diraih karena ku dan keberadaan ku diakui oleh pihak istana, satu yang aku yakini yaitu, penyihir dari istana sihir atau kuil suci akan berebut untuk memiliki ku.

.

.

.

Seminggu sudah berlalu begitu pun aku yang masih berada dilingkungan kekaisaran Qoitel ini, dari sini ke rumah Duke Will itu perlu memakan setengah hari jika berangkat dari pagi. Aku terdiam didalam kamar dengan gaun tidur milik kerajaan. Seperti piyama putih bahan yang nyaman, aku akui.

Aku duduk didepan cermin dan menyisir rambutku dan mengikatnya seperti makhota kecil. Lalu kepangan separuh untuk memperlihatkan indahnya rambutku. Terdengar ketukan pintu dan aku menyuruhnya masuk, itu pelayan ku.

Jasmine dan Aryel yang masih berada disampingku hingga saat ini. Mereka baik dan mengerjakan tugas dengan benar belum ada kesalahan kutemui dari mereka berdua.

"Nona Eta biar kami yang mempercantik nona." Aku diam sebagai jawaban. Aryel sibuk menaruh suatu cairan diwajahku. Hah- inilah kenikmatan hidup.

Tak perlu menunggu lama rambutku sudah begitu cantik dan beberapa bunga tertoreh disela rambutku. "Darimana nona menemukan ide seperti ini." Kata Jasmine antusias. Aku terkekeh melihat wajah kagum mereka.

"Aku itu tahu semua yang tidak kalian ketahui, apakah kalian ingin melihat sihir?" tanya ku menawarkan.

Mereka berdua mengangguk antusias, tidak perlu menunggu lama wajahku benar-benar mulus terlepas noda manapun, bahkan pori-pori wajahku tidak terlihat sama sekali. Aku menoleh ke arah Jasmine dan Aryel, mulut mereka terbuka lebar tak lupa mata mereka yang melotot.

"NONA!!!" pekik mereka girang. Kami melompat kegirangan seperti memenangkan undian lotre.

Jasmine memutari tubuhku berapa kali, "Nona, anda benar-benar cantik. Kulit anda tidak putih dan tidak kecoklatan, tubuh yang kurus menampakan tulang leher anda yang mulus, ini adalah kecantikan abad ini!" Aryel menganggukan wajahnya menyetujui perkataan Jasmine.

"Mau bagaimana pun kulit kuning langsat ku ini akan kalah dengan putih tepung." Kami berpandangan dan terkekeh.

Disepanjang koridor seluruh orang menatap kami bertiga sekaligus Sean yang berjalan tepat disampingku. "Kau, kenapa tidak dari tadi memakai sihir untuk noda wajahmu itu?" aku mengangkat bahu ku acuh.

Aku mengenakan pakaian putih dan gaun lurus membentuk tubuhku. Sebenarnya aku tidak mempersalahkan pakaian ku, tetapi disaat menaiki kuda dan perang aku harus menyesuaikan pakaian ini.

"Lalu apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Eta?"

"Entah lah Sean. Aku tahu kau tau siapa aku, aku kira berakhirnya peperangan singkat ini aku bisa kembali, ternyata tidak." Tersirat kesedihan diakhir kalimat ku.

Sean mendengkur seraya mengheluskan wajahnya di tubuhku. Aku duduk ditaman kekaisaran, taman ini tentunya sangat cantik dibanding kediaman Duke tengil itu. Suram seperti tidak ada masa depan!

Disiang hari aku naik diatas tubuh Sean kami berjalan dan berlari kecil. Pangeran Axel memandang kami dari kejauhan para lelaki itu sedang ada pertemuan, hingga sang kaisar memanggil ku.

"Ny. Eta Castello, sebelumnya maafkan atas ketidak sopanan saya." Tangan ku diraih dan dikecup singkat oleh kaisar ini. Sean mengeram marah. Laki-laki ini akan memanfaakan mu.

Kutarik tangan ku dengan cepat, lagi-lagi bisikan halus itu terdengar olehku. "Tidak apa-apa." Jawabku singkat. Sean mengigit kerah baju ku, menarik ku dengan kasar. "Jauhi dia!" geram Sean. Aku menghelus kepala Sean untuk menenangkan dirinya.

.

.

.

Will memiliki kekuatan kegelapan berarti firasatku saat dihutan tidak pernah salah. Semakin lama aliran mana pria ini membentuk dirinya sendiri. Tubuhnya bagus untuk dilihat bahkan dipamerkan, kedua mata bayangan itu terluka satu, memunculkan suasana pria kelam dengan luka disepanjang mata kiri itu. Telinga begitu runcing dengan dua tanduk diatas kepala, Dark Elf.

"Terimah kasih atas tangan ini," Bisik bayangan itu menyadarkan ku.

||TBC||

mohon dukungan nya. Jika ada ide yang ingin kalian berikan padaku jangan lupa ya. 

DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang