13

1.4K 172 5
                                    


"Kau mengingatnya bukan?" tampilan ku sangat kacau, aku masih memengang perutku. "aku hamil?" bisik pada diriku sendiri.

"Kerajaan ini adalah dunia yang pertama kali kau jejaki. Tidak ada kedamaian selama berabad-abad itu. Suami mu Will Barack Kareem merupakan dewa yang kau cintai dimasa itu, sekarang ia mengorban kan dirinya menjadi seorang iblis demi kehidupan mu yang terus berulang. Dia tidak akan pernah mengingatmu." Bibir ku kelu, tak mampu mengucapkan apapun selain air mata yang terus berjatuhan.

Aku mencintai suami ku? Krell? A-aku mengingatmu. "A-apa yang harus aku lakukan wahai puluhan diriku dimasa lalu." Mereka tersenyum remeh.

"Kau jadilah kami yang diatur oleh orang lain." Dan semua berakhir.

.

.

.

Ku buka mataku, terlihat kosong tidak ada siapapun dikamar ini selain warna atau luasnya saja yang berbeda. Aku mencoba turun dari tempat tidur namun terjatuh. Kulihat pergelangan tangan ku yang dipenuhi tusukan jarum apa mereka berusaha mengobatiku? Ku buka kamar setelah berusaha semaksimal mungkin. Koridor ini sepi...

Aku masih mengenakan piyama putih, walau sepanjang jalan aku mengeluarkan airmata karena aku harus menemui suami ku Will. Salah satu pelayan menjatuhkan nampan sehingga gelas itu terjatuh dan pecah, seperti adengan slow motion aku menatap gelas pecah itu.

"DUCHES TELAH SADAR." Pekik nya heboh. Semua orang menghampiri kami. Berhubung aku berdiri tepat didepan kantor Will pintu itu juga langsung terbuka walau membuat ku terhuyung karena terbentur pintu. "Si-sialan kau," umpat ku.

Will menatapku, wajah semua orang panik. "E-eta. Kau eta ku benar?!" aku mengangguk dengan air mataku luruh menahan sakit akibat suami bodoh ku membuka pintu dengan semberono. Ingin ku langsung memeluk dirinya namun apa lah dayaku yang memiliki stamina yang lemah.

Will melangkah mantap kearahku ia mencumbu ku dengan kasar seakan menghilangkan rindu yang teramat dalam. "Kenapa kau harus meminum-minuman itu bodoh. Mulai sekarang kau akan terkurung di istana ini." Aku mengeplak belakang kepalanya saat disela ciuman kami.

"Tidak mau."

Ia mengangkat tubuhku dan mengunci pintu kerja nya sendiri. Menaruhku ditumpukan berkas kerjanya. "Aku yakin kau sangat kuat mengapa kau tidak sadarkan selama dua tahun hingga kau terlewat banyak hal, istriku." Belaian tangan itu tepat berada dikepala ku.

"Wah lama sekali ya?" jujur aku terkejut karena aku tertidur sangat lama. Apa yang aku lewatkan lalu mengapa diriku dimasa lalu menghampiriku.

Raungan Sean terdengar ia memanggilku dari luar jendela. Air mata hewan itu turun seakan berbahagia dengan kesadaran ku. "Dewi, maaf atas masa lalu mu." Ah dia melihatnya. Aku tersenyum lembut. "Suamiku."

"Suamiku."

"Sua-"

"Jangan seperti itu. Kau seperti akan menghilang." Will memeluk ku erat kepala yang ia letakan di antara bahu ku menghirup aroma ku dalam-dalam.

"Tidak akan, Krell-Will."

"Kau... begitu sadar menyebut pria lain, heh?" aku tertawa.

Setelah kesadaran ku, kediaman ini begitu hidup bahkan para pelayan pun ikut menangis seperti Jasmine, dan Arye.

"Duches kami takut sekali." aku tersenyum lemah, seraya mendengar cerita bahwa Will yang memandikan, serta membersihkan tubuhku setiap harinya. Ia akan tidur disampingku setiap malamnya. Will yang akan menebas tanpa ragu jika ada yang memiliki kesalahan. Hingga para bangsawan yang memberikan anak mereka untuk dinikahi. Tentu saja ditolak oleh Will.

Terkait luka tusukan jarum ini karena perlu darah ku untuk objek penelitian bunga tidur dari racun iblis ini. Para kuil datang atas titah kaisar konyol itu, karena racun iblis itu tidak akan ada yang bisa menyembuhkan bahkan penawarnya sekalipun.

"Duches..." kepala pelayan memanggil ku yang termenung. Tempat kediaman ini benar-benar berubah.

"KOLAM RENANG?" pekik ku senang. Aku akan kembali lagi kesini bersama Will dan Sean jika, Will mengijinkan nya.

"Sean! " merasa dirinya dipanggil pun Sean langsung menghampiriku dan merubah dirinya menjadi seekor burung Phoenix hitam. "kenapa kau jadi berubah warna begini?" ujarku aneh karena ia sebelumnya berwarna merah dengan api yang mengobar. Sekarang ia berwarna hitam dengan api birunya tak lupa warna bola mata nya menjadi berwarna hitam persis seperti ku.

"Karna aku sudah memiliki ingatan ku Dewi. Kita memang ditakdirkan bersama." Aku menaiki tubuh Sean dan terbang dengan tinggi.

"Kita ketempat Will berada."

"Apa kau ingin tahu yang dimaksud bersama adalah kita satu pemikiran, Dewi."

"Bagaimana?"

"Fokuskan pandangan mu." Seketika pandangan ku berwarna merah namun aku bisa melihat semua dengan jelas, lihat itu Jasmine yang mencuci baju sambil mengelap keringatnya. Pemandangan castle ini benar-benar berubah. Kediaman milik Will justru lebih hidup dipenuhi warna yang cerah, bahkan kebun bunga yang benar-benar luas! Aku akan kesana untuk berjalan-jalan nanti.

Will berada di ruang kerjanya. Jendela miliknya terbuka lebar. "Tuan." Will menoleh kearah ajudannya seraya menaikan alisnya. "Sepertinya Nyonya sangat menikmati waktunya." Ujar Madha sambil menatap keluar jendela.

"Nyonya sangat bersenang-senang mulia." Will langsung mengikuti arah tatapan Madha. Will meletakan berkasnya berjalan kearah jendela menarik napas dalam-dalam. "ISTRIKU! TURUN DARI SEAN SEKARANG!"

Aku yang sedang berbagi cerita bersama Sean pun terkejut, menoleh kearah suara tanpa perasaan itu. "Will kau bodoh!" balas ku teriak.

"Jika kau tidak turun kau tidak akan perawan saat ini juga, kuseret kau sepanjang perjalanan, ku renggang kedua kakimu agar dibawah ku."

Aku melotot kan mata ku walau tidak akan terlihat oleh pria yang kucintai. "Dia benar-benar gila." Desis ku. Will berteriak dengan kencang padahal terdapat tamu kekaisaran yang sudah berkunjung disela menjenguk ku.

"kediaman ini sangat ramai ya?"

"Apa itu Duke?" Kepala pelayan terpaksa mengangguk saat mengantar tamu-tamu penting itu ke ruang makan.

"Duke sangat vulgar sekali ternyata." Bisik wanita berambut kecoklatan itu penuh arti. Sang ayah melihat raut anaknya dengan tersenyum.

"Kau mencintai Duke itu?" wanita itu hanya meringis malu.

"Ayah disini ada kepala Pelayan Duke!"

"Tidak apa-apa dia dipihak kita. Kepala pelayan itu mendukung tuan muda ketiga." Destr berdehem agar pembicaraan itu berhenti karena takut ada yang mendengarnya. Bagaimana pun Destr butuh kekuatan agar tuan muda ketiga dapat melengserkan Will dari tatahnya.

Setelah teriakan memalukan itu, Will menghampiri ku, ia langsung merangkul pinggang ku dengan erat. "Hei! Aku tidak akan kemana-mana. Lepaskan." Will terus melangkah mengabaikan ucapan serta tatapan kesal ku padanya. 

||TBC||

||VOTE||

gimana guys ceritanya hari ini? 

DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang