40

2.1K 101 0
                                    

Assalamualaikum kembali lagi nih!

Happy reading...
.
.
.
.
.


Gundukan tanah yang masih terlihat basah, serta bunga yang masih terlihat segar. Sebuah batu nisan yang tertulis dengan nama Sakti. Kini Anantha dan Fathur sedang berada di sebuah pemakaman Umum. Seperti janji Fathur kemarin, dia akan membawa istrinya untuk melihat makam Sakti.

"Assalamualaikum Sakti, maaf Sakti. Maaf aku baru bisa lihat kamu sekarang. Sakti aku cuma mau bilang sama kamu, aku memang pernah kecewa sama kamu. Tapi, aku akan tarik kata-kata benci itu. Aku gak benci kamu sama sekali Sakti. Aku udah maafin semua perbuatan kamu. Aku harap kamu tenang ya disana." ucap Anantha dengan nada bergetar menahan tangisnya. Mengusap batu nisan yang tertulis dengan nama Sakti.

Fathur, laki-laki itu terus mengusap punggung istrinya agar tetap tenang.

"Inget sayang jangan nangis. Sekarang lebih baik kita berdoa buat Sakti." ujar Fathur menenangkan istrinya.

Fathur segera memimpin doa untuk Sakti. Sementara Anantha mengaminkan ucapan Fathur. Setelah itu keduanya membaca surah Al-fatihah untuk Sakti.

"Terimakasih Sakti atas kebaikan kamu untuk aku, semoga kamu tenang di sana. Insyaallah aku akan jiarah kemakam kamu lagi nanti. Assalamualaikum."

Fathur segera membantu istrinya untuk bangkit. Kemudian dia menggenggam tangan Anantha, takut-takut perempuan itu hilang keseimbangan.

Keduanya segera menuju mobil milik Fathur. Fathur segera membukakan pintu untuk Anantha. Anantha segera masuk ke dalam mobil Fathur.

Tiba-tiba saja tangis Anantha pecah. Sebenarnya saat di makam tadi Anantha sudah ingin menangis. Tapi, terus dia tahan.

"Hiks hiks hiks."

Tangis Anantha menutup seluruh wajahnya dengan kedua tangan.

Fathur segera menenangkan istrinya. Mood Anantha sedang tidak baik dari kemarin.

"Don't cry sayang, kamu udah janji loh sama aku gak bakal nangis lagi. Emang kamu gak kasian sama baby boy? Lagi pula, menangis terlalu berlebihan juga tidak boleh sayang. Ada juga hadistnya sayang kamu mau tau." kata Fathur membawa Anantha kedekapannya.

حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ حَفْصٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ : الْمَيِّتُ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ الْحَىِّ .

Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Bakar bin Hafsh ia berkata: aku telah mendengar Ibnu Umar dari Umar bin Khatab r.a dari Nabi saw. ia bersabda: seorang mayit akan disiksa dengan sebab tangisan orang yang masih hidup. (H.R al-Baihaqi No. 7416).

"Hiks...Berarti aku salah ya mas. Maafin Ana Ya Allah." ujar Anantha dengan sisa tangisnya. Anantha segera memberhentikan tangisnya. Terus meminta ampun pada Allah di dalam hatinya.

"Aku udah bilang, kamu itu gak salah. Tapi, alangkah baiknya jangan menangis seperti itu terus. Jadi, sekarang kamu gak boleh nangis lagi." ucap Fathur menasehati istrinya. Anantha kembali memeluk suaminya.

"Sekarang kamu minum dulu yah." ucap Fathur menyodorkan air putih yang selalu ia sediakan di mobil jika akan pergi.

Anantha meminum air putih yang di berikan Fathur sampai habis. Dia sangat haus, karena kelelahan habis menangis.

My Imam Until Jannah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang