47

1.5K 94 5
                                    

1 minggu kemudian...

"Sayang, kita jalan-jalan yuk!" ajak Fathur. Kini posisinya tengah berjongkok menghadap ke arah Anantha. Mengelus perut buncit Anantha.

Beberapa minggu setelah kematian orang tua Anantha. Wanita itu, terkadang masih suka melamun. Kadang, Fathur tak sengaja memergoki Anantha yang diam-diam tengah menangis.

Sebagai seorang suami, Fathur terus menghibur istrinya. Tapi selalu berujung mendapatkan penolakan dari Anantha.

"Maaf mas, aku mau dirumah aja." tolak Anantha, menatap kosong kearah jendela kamarnya.

"Benar gak mau? Kita udah lama loh ga jalan berdua!" ucap Fathur, terus bersabar dengan sikap Anantha.

"AKU BILANG GAK MAU KEMANA-MANA! YA GAK MAU!" teriak Anantha di hadapan Fathur. Dengan mata memerah, yang siap meluncurkan air mata.

Fathur terdiam, selama ini ia sudah cukup sabar menghadapi sikap istrinya. Fathur mengerti akan perasaan Anantha. Fathur pun sama-sama merasakan kehilangan. Tapi, dia tetap tegar, agar Anantha tidak semakin sedih. Fathur menatap Anantha datar, lalu segera pergi dari kamar meninggalkan Anantha. Menutup pintu kamar dengan keras, sehingga menimbulkan bunyi yang cukup kencang.

Brakk

Anantha yang sadar akan perilakunya terhadap Fathur, merasa bersalah. Seharusnya, dia tak boleh berteriak di depan suaminya seperti tadi. Anantha menangis, segera menyusul Fathur. Dia harus meminta maaf pada suaminya, karena Anantha sadar apa yang dilakukannya itu tidak baik.

***

Kini Fathur tengah berada di kamar tamu. Laki-laki itu segera melampiaskan kekesalannya di kamar tamu tersebut.

Bugh

Bugh

Bugh

Fathur terus memukul dinding di dalam ruangan tersebut, sampai-sampai tangannya mengeluarkan darah. Dia merasa tak berguna disini. Karena, sampai saat ini istrinya tak kunjung berhenti dari kesedihannya.

Tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang melingkar di pinggang milik Fathur, memeluk tubuhnya dari belakang. Siapa lagi kalau bukan Anantha!
Anantha sadar seharusnya dia tak boleh berlarut dalam kesedihan seperti ini.

"Mas! Ma-maafin aku yah, seharusnya aku gak teriakin kamu tadi hiks..." ujar Anantha merasa bersalah, sambil menangis.

Fathur menghembuskan nafasnya kasar. Dia segera menyingkirkan tangan Anantha. Lalu membalikkan tubuhnya menghadapi ke arah Anantha sepenuhnya. Fathur, menangkup wajah Anantha dengan kedua telapak tangannya.

"Aku maafin kamu! Tapi, aku mohon kamu jangan sedih terus sayang. Aku gak bisa liat kamu terus-terusan sedih! A-aku merasa gak berguna jadi suami kamu sayang." tutur Fathur, menumpahkan seluruh isi hatinya yang selama ini ia pendam.

"Hiks, m-mas Fathur ga boleh ngomong kayak gitu! Aku sayang sama mas! Maafin aku selama satu minggu ini selalu mengabaikan mas." tutur Anantha merasa bersalah. Dia segera memeluk suaminya, terisak di dalam pelukan Fathur.

Anantha segera melepaskan pelukannya dari Fathur. Membawa suaminya menuju ruang keluarga. Mendudukkan suaminya di sofa yang terdapat di ruangan tersebut. Anantha segera mengambil kotak P3K yang berada di laci bawah TV. Segera mengobati luka di tangan Fathur.

"Pasti sakit ya mas? Maafin aku ya, gara-gara aku tangan kamu jadi luka gini!" ucap Anantha, meminta maaf sambil mengobati luka di tangan suaminya.

My Imam Until Jannah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang