33. Rencana.

223K 25.8K 1.7K
                                    

" hal yang berawal dari kesalahan tidak tentu berakhir penyesalan." - Raisya -

( Guys, bantu author buat promosiin cerita ini ya biar makin banyak yang baca. Soalnya author udah liat kalo mulai ada yang plagiat. Kadang yang buat author kurang semangat up karna pembacanya masih kurang banyak.)

                            ⚔️⚔️⚔️

Suasana rame memenuhi area basecamp tersebut, entah karena apa mereka semua anggota Blood-Angels secara kompak datang ke sana tanpa ada kesepakatan terlebih dahulu. Mungkin karena hari ini adalah hari Sabtu dan masih jam empat sore mereka memilih untuk main ke sana sebelum nanti malam berkencan dengan pasangan masing-masing.

Suara-suara melodi gitar terdengar menggema dari beberapa anggota, kepulan asap rokok terlihat sana-sini, dan papan catur berserakan di lantai. Sesekali terdengar suara tawa hasil guyonan yang lain.

" Ih, kok rame?" Tanya Rai ketika baru turun dari motor seraya merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

Gio tidak menjawab, ia hanya memilih masuk ke dalam diikuti istrinya dari belakang.

Empat hari yang lalu mereka sudah kembali seperti semula atau lebih tepat Rai yang memulai duluan. Ia tidak tahan perang dingin lagi karena janinnya selalu meronta-ronta untuk dielus sang ayah.

" Ck." Gio berdecak sebab ketika baru masuk mereka langsung disambut asap rokok, lantas ia menarik tangan Rai menuju kamar pribadinya yang berada di sana, ia juga acuh ketika hampir semua menyapanya.

" Kok ke kamar? Tadi kan udah." Ucapan polos Rai membuat Gio sedikit terkejut. Entah kenapa, semakin lama kebodohan serta keluguan istri kecilnya itu semakin bertambah.

" Udah ngapain?" Tanya Gio menggoda, ia smirk tipis.

Perempuan itu menunduk menyembunyikan rona merah pipinya, " dasar mulut sialan." Batin Rai.

Dagu Rai terangkat secara paksa, ia bertemu pandang dengan tatapan dingin seperti biasa milik suaminya.

" Lo disini aja, terserah mau ngapain. Di luar banyak asap rokok." Ujar Gio dan diangguki patuh oleh Rai. Ia juga tidak nyaman dengan asap rokok tadi.

Gio mencubit sekilas pipi Rai lalu keluar dari sana, kini hanya tinggal perempuan muda tersebut sendirian. Ia terlebih dahulu menatap ruang berwarna hitam sama seperti kamar mereka, tidak terlalu banyak barang-barang, hanya ada TV, lemari kecil, meja serta kursi, dan kasur tunggal juga.

Rai duduk di kasur tersebut lalu menyalakan televisi. Belakangan ini ia semakin sulit untuk bergerak bebas, sering kram, pusing, bahkan porsi makannya semakin bertambah.

" Gini amat jadi bumil."

Sementara di sisi lain, Gio terlihat menghisap dalam-dalam rokoknya lalu menghembuskan ke udara, mata tajam itu menatap pada permainan papan catur yang di mainkan teman-temannya.

" Pion nya jalanin Lang." Perintah Delon tapi malah di acuhkan, Galang justru menjalankan menteri.

" Pesan whisky dong. Haus gue." Pinta Anton yang juga asik mengalahkan Galang.

" Jangan goblok, Lo pikir kalo Lo mabuk siapa yang repot?" Tolak Galang masih asik bermain catur.

" Gue gak bakalan mabuk. Cuman satu gelas doang." Bujuk Anton.

Revion berdecak, ia menepuk pundak temannya cukup kuat.
" Lo gak liat kalo bini si Gio lagi di sini? Bahaya brother."

Anton mendegus, ia lupa kalo Rai berada di sana.
" Kalo gitu nanti balap let's lah mabuk-mabukan."

Gionatan ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang