44. Bukan dia, tapi aku yang pergi.

260K 25.5K 3.6K
                                    

" semua menahannya untuk pergi, hingga akhirnya aku yang di ambil."
- Gionatan -

( Siapkan mental membaca part ini.)

                      
                             ⚔️⚔️⚔️

Lelaki jangkung itu menghentikan mobil di depan rumah mertuanya. Tanpa banyak kata, ia segera menerobos masuk dimana Pintu memang sudah terbuka walau jam masih menunjukkan pukul setengah tiga dini hari.

" Rai..."

Gio masuk kerumah dan menemui ayah mertuanya sedang duduk sendirian di sofa ruang tamu.

" Pah, Rai mana?" Tanya Gio tidak sabaran.

Arifin menatap putranya datar lalu berdiri dan berjalan mendekat.
" Dia sekarang udah tenang."

" Tenang gimana?" Tanya Gio emosi.

" Tadi dia pulang dalam keadaan nangis, jadi kita udah tenangin kok." Balas Arifin membuat menantunya bisa bernafas lega.

" Ngomong mulai dari tadi dong...." Gio mengusap wajah tampannya berkali-kali. Hampir saja ia gila dan stres.

" Sekarang dia dimana?" Tanya lelaki itu tak sabaran lagi.

" Di kamar. Jangan ganggu dulu, dia butuh istirahat." Ujar Arifin, ia tau apa sedang menimpa putri dan menantunya itu.

Namun Gio malah tidak peduli, ia berjalan ke arah kamar Rai. Ia tau kamarnya ketika Lusiana baru saja keluar dari ruangan yang di pintunya bertuliskan ' Diandra.' yakni nama tengah wanita tersebut.

Lusiana yang hendak menahan Gio tiba-tiba saja urung ketika melihat wajah suaminya yang mengiyakan saja sehingga ia membiarkan lelaki muda tersebut menerobos masuk ke kamar.

Hati Gio semakin tenang melihat wajah damai istrinya sedang terlelap di bawah selimut berbulu itu dan juga ketika mendengar suara dengkur halus, Ia lantas mendekat dan berjongkok di pinggir kasur untuk memperhatikan wajah yang sepertinya baru menangis itu.

Tangan kekar itu terulur untuk mengelus pipi bulat Rai dengan halus, ia mendekatkan wajah lalu mencium keningnya cukup lama. Setelah itu, ia beralih mengelus perut besar istrinya dan kembali mengecup lama.

" Are you okay darling?" Tanyanya mengajak bicara anaknya di dalam sana.

" Tuhan, jaga mereka selalu." Doa Gio lagi.

Jujur, belakangan ini sering bergumam di dalam hati untuk keselamatan istrinya dalam melahirkan nanti dan dalam fase mengandung rentan ini. Terutama ketika hampir tiap malam Rai akan selalu membahas proses lahiran, keselamatan dalam melahirkan, juga tentang beratnya tanggungjawab menjadi orang-tua. Ocehan tentang hal-hal itu yang akan menjadi dongeng tidurnya tiap malam.

Setelah benar-benar memastikan bahwa sang istri dan calon bayinya aman, Gio keluar dari sana dengan perasaan lega luar biasa. Ia tidak sanggup jika yang kecelakaan tadi adalah istrinya.

Pemuda tampan tersebut melirik sekilas kedua mertuanya yang sedang duduk di atas sofa sambil memperhatikannya.

Tak ingin ditanya-tanya atau di interogasi, Gio segera berjalan menjauh dari sana. Ia rasa lebih baik pulang saja dan mengistirahatkan sel-sel tubuhnya.

" Selesaikan secepatnya Gio."

Langkah Gio terhenti sebab mendengar suara tegas Arifin. Tanpa menoleh pun ia tau bahwa kini Arifin sedang berjalan mendekatinya.

" Api tidak akan pernah padam jika bertemu dengan api lagi. Ia akan padam jika hanya bertemu dengan air." Ucap Arifin seraya menepuk pundak laki-laki tersebut.

" Setiap rumah tangga pasti akan mengalami konflik nak. Dan setiap rumah tangga pasti akan segera menghilangkan konflik itu jika mereka tidak mau berpisah." Kini Lusiana yang berujar.

Gio mengangguk pelan, ia kembali melangkah pergi dari sana dan memasuki mobilnya. Terlebih dahulu ia memejamkan mata dan menyenderkan kepala pada kursi mobil. Setelah dirasa sedikit rileks, ia menghidupkan mobil dan mulai melajukan keluar dari pekarangan rumah.

Mobil tersebut kini memasuki jalanan yang tidak terlalu macet tapi hujan deras masih melanda. Jika laki-laki itu pikir-pikir, mungkin besok ia akan menjemput istrinya untuk pulang. Apa perlu memakai kata ' minta maaf?' ntahlah, nanti Gio akan mencoba untuk berbicara lembut.

Tiinnnnnnnn...

BRAK.

Mobil hitam yang dikendarai lelaki tersebut di tabrak dari arah belakang oleh mobil seseorang yang sepertinya hilang rem. Gio berusaha sekuat tenaga untuk me-rem mobilnya sebab ada mobil lain yang datang dari arah jalanan kiri. Namun naas, tubuhnya seperti dihantam keras oleh sesuatu sehingga matanya berkunang-kunang. Telinganya sempat mendapat suara tubrukan lain dan juga hingar-bingar. Setelah itu kepalanya seperti mengalir sebuah cairan kental berbau anyir. Kemudian ia merasa bahwa badannya sangat lah ringan. Melalui mata yang perlahan tertutup itu, samar-samar ia melihat wajah ibunya sedang tersenyum lembut.

Perlahan tapi pasti, semua berubah menjadi kegelapan.

                             ⚔️⚔️⚔️

Raisya bangun pagi dalam keadaan yang lebih segar. Ia keluar dari kamar menuju meja makan untuk segera sarapan bersama keluarganya, ia melihat keluarganya sudah duduk di kursi masing-masing. Tapi, sepertinya ia menangkap gelagat aneh.

" Pagi mah, pah. Pagi kak Chia." Sapa Rai.

Tidak ada yang menjawab, semuanya seperti memiliki pikiran berat di otak masing-masing membuat Rai semakin bingung.

" Kok gak dibalas?" Tanya Rai.

Semuanya serentak menoleh lalu tersenyum canggung.

" Pagi sayang."

" Pagi dek."

Sarapan mulai di bagikan untuk mereka berempat saja sebab si Leon yang berumur tujuh tahun sudah terlebih dahulu berangkat ke sekolah.

Tidak ada yang membuka suara ketika acara sarapan berlangsung, biasanya pasti ada yang saling menimbrung. Hal tersebut semakin membuat Rai bingung, ia menatap raut tidak tenang keluarganya.

" Kok pagi ini pada aneh sih?" Tanya Rai curiga.

Lusiana menatap suaminya yang memberikan kode, ia meletakkan sendok makannya lalu berdehem menatap putrinya.
" Semalam Gio datang ke sini."

Pergerakan Rai terhenti, ia tiba-tiba saja menjadi badmood mendengar nama laki-laki itu di sebutkan.

" Oh." Jawab Rai santai, ia kembali menyuapkan nasi kedalam mulutnya. Nama suaminya itu tidak pernah hilang dari orang-orang di sekitar.

" Kamu masih marah sama dia?" Tanya Lusiana.

" Hm." Balas Rai singkat.

" Siap ini temani mamah ya." Pinta Lusiana.

" Kemana?"

" Ke rumah sakit."

Kening Rai mengernyit heran tapi ia masih santai memakan sarapannya.
" Ngapain? Siapa yang sakit."

Lusiana kembali menatap suaminya dan chia lalu beralih menatap Rai.
" Gio kecelakaan sayang."

Pasokan udara di sekitar Rai langsung menipis, beberapa detik bahkan hampir satu menit ia terdiam mematung dan tiba-tiba tertawa geli. Ia kembali melanjutkan sarapan tanpa peduli tentang bahasan tadi, menganggap bahwa tadi adalah gurauan mereka semua.

Chia menatap adiknya sendu dan berdiri lalu mendekat kemudian menepuk pundak adiknya pelan.
" Terjadi kecelakaan sekitar jam tiga dini hari. Dan salah satu korbannya adalah Gio."

     
                          ⚔️⚔️⚔️

Yah, tebakan kalian benar. Rai masih hidup.

Tapi kali ini....
Mungkin ini ending terbaik ya.😔

Gak penasaran sama part selanjutnya?

Spam lanjut ➡️

Gionatan ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang