•PROLOG•

11 4 0
                                    

"AAAAA...."

Teriakan dari seorang siswi seketika membuat beberapa pasang mata berpaling ke arahnya. Mereka yang semula sedang sibuk meneliti rumput-rumputan yang berada di pinggir danau, kini mulai berkerumun. Mereka penasaran tentang apa yang membuat siswi tadi berteriak histeris.

Bu Mutia, guru biologi yang membimbing mereka ke sana juga mulai mendekat. "Ada apa, Dian?" tanyanya penasaran sembari menunjukan raut wajah khawatir.

"Ada mayat, Bu!" tunjuk seorang siswa yang langsung membuat geger.

Bu Mutia mengerutkan keningnya, ia mendekati sebuah tangan yang muncul dari semak-semak. Bu Mutia berjalan beberapa langkah lebih jauh. Tak lama kemudian, matanya membuka lebar kala sebuah tubuh terdampar di pinggir danau.

"Anak-anak, mundur!" Instrupsinya dengan nada bergetar.

"Kenapa, sih?" tanya Haura pada Valen yang sedang ketakutan.

"Ma-mati. Ada orang mati, Ra."

Haura yang awalnya masih sibuk mengerjakan tugas, kini berjalan ke arah Bu Mutia. Gadis berambut sebahu itu nekat mendekati sebuah mayat yang ditemukan gurunya barusan.

Seketika kaki Haura menjadi lemas, matanya berair, kemudian terduduk lesu di atas rumput. Haura meremas ujung rok celenya sembari menggigit bibir bawah.

"Gu-gue cuma mimpi, 'kan?"

Haura refleks menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, lalu merangkak mendekati tubuh yang terkapar tanpa daya itu. Matanya semakin basah ketika ia meilihat botol obat yang tergeletak di sana.

"Lo kenapa tidur di sini, Gi?" Haura mengusap wajah pucat itu dengan lembut.

"Gi, lo kecapean ya karena gue sering nyusahin lo?"

"Gi, gue bisa anterin lo pulang, kok."

"Ra, i-itu siap--" ucapan Valen terhenti ketika melihat jelas wajah dari pemilik tubuh tak bernyawa itu itu. Ia membisu, lalu bersuara pelan, "Gian?"

"Iya, Len. Gian kecapean kayaknya."

Haura beranjak berdiri. Cewek itu menarik tangan dingin milik Gian dan berniat membopongnya.

Haura kehilangan pikirannya, gadis itu meletakkan tangan Gian di pundaknya. Seolah tak mendengarkan guru dan temannya yang sedang meneriakinya, Haura tetap berusaha membuat Gian berdiri. "Gi, lo berat. Ayo bangun, Gi--"

"Ra, Gian udah meninggal," ucap Valen hati-hati.

Haura tertawa hambar, "lo kenapa, Len? Jangan ngada-ngada."

"Gian udah gak hidup lagi, Haura!"

Haura tersentak ketika Valen berteriak tepat di depan wajahnya. Namun gadis itu tetap tersenyum, lalu terjatuh dan tak sadarkan diri.

***

Begitulah awalnya, hari itu benar-benar hari yang paling buruk dalam hidup Haura. Perempuan berwajah manis itu kini tak pernah lagi menampakan senyumannya. Haura yang periang, berubah pendiam setelah kehilangan separuh hatinya. Tapi karena ini pula, Haura menjadi sibuk memecahkan segala teka-teki yang menghampirinya setiap detik.

Demi Gian, Haura rela melakukannya.

***

So, Gengs! Udah siap memecahkan segala teka-teki?

Aku tantang kalian buat baca cerita ini sampai ending.

Siap?!

Bagian yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang