•Mengenang atau Melupakan•

2 0 0
                                    

Hanya ada 2 hal yang bisa dilakukan ketika orang terdekat kita pergi tanpa pamit: Mengenang atau melupakan.

___

Minggu ini Haura ada urusan meeting bersama para pengurus OSIS. Seharusnya yang datang itu adalah ketua kelas, namun Haura sebagai bendahara kelas bersama sekretarisnya terpaksa datang menggantikan Ardan yang sedang halangan.

Rapatnya itu membahas tentang Classmeet yang akan diadakan bulan depan. Setiap kelas perlu mengirimkan perwakilan untuk ikut serta dalam beberapa mata lomba yang diadakan. Begitulah katanya, dari tahun ke tahun isi meeting-nya selalu sama.

"Ra, uang kas kelas ada 'kan buat bayarnya?" tanya Uma setelah selesai meeting.

Haura menggaruk tekuknya yang tidak gatal. "Ada sih, cuman masih kurang. Lo tau lah anak kelas pada susah kalo disuruh bayar."

"Kurang berapa?" 

"kurang banyak," jawabnya cepat. "Tapi lo tenang aja, nanti gue paksa. Gue jago kalo soal maksa," candanya yang dibalas dengan acungan jempol oleh Uma.

Setelah berbincang, mereka berdua langsung berpisah. Haura memilih untuk langsung pulang ke rumahnya, karena hari ini mamanya sedang libur kerja. Jadi Haura tidak akan kesepian.

"Mama kok masaknya banyak banget?" tanya Haura yang baru saja sampai di dapur. Haura melihat banyak sayuran dan lauk yang sedang dibersihkan mamanya.

"Iya, Ra. Malem ini papa kamu mau pulang. Jadi mama sengaja nyiapin stok buat malem ini."

Haura tersenyum lebar. Moment ketika papanya pulang adalah moment yang paling ia nantikan. Selain karena merindukan sosok itu, Haura juga paling exited melihat papanya membawa banyak oleh-oleh.

"Aku bantu ya, Ma."

Haura melepaskan tas selempangnya lalu menyingsingkan bajunya. Haura membawa wortel yang masih ada di dalam kresek lalu mencucinya hingga bersih.

"Tadi wali kelas kamu bilang di grup ortu, katanya mau ada murid baru, ya?"

Haura hanya melirik mamanya sebentar lalu mengedikkan bahu. "Kurang tau sih, Ma. Biasanya kalo ada murid baru, grup kelas pasti rame. Tapi aku belum buka HP juga, sih. Jadi gak tau."

"Katanya cowok loh, Ra."

Haura menyipratkan tangan basahnya, lalu mengelapnya dengan handuk kecil. "Emang kenapa, Ma?" tanyanya sembari menghampiri Lina dengan wortel yang sudah diwadahi.

"Ya, gapapa. Mama keinget dulu waktu kamu masuk SMA. Kan kamu sama Gian kenalan pas PLS, ternyata dia langsung deket sama kamu. Mungkin kamu juga bisa deket sama murid baru itu sebagai teman. Biar kamu bisa lupain tentang Gian. Kamu bukan tipe orang yang susah bergaul kan?"

"Lupain?" Haura menggaris bawahi kata yang dilontarkan Lina, yang menurutnya kurang enak didengar.

Lina membalikan tubuhnya menghadap Haura, lalu memegang pundak putrinya. "Maksud mama, mama cuma pengen kamu bisa seneng-seneng kayak dulu lagi. gak kayak sekarang, keliatannya kamu kurang tidur. Gimana kalo sakit lagi?"

"Haha gapapa, Ma." Haura tertawa pahit.

Haura tahu bahwa Lina hanya ingin yang terbaik untuknya. Namun ucapannya barusan benar-benar menyentil hatinya.

Melupakan?

Haha, sangat menyedihkan.

***

2 Oktober 2019

Hari itu Haura dan Gian sedang duduk di kursi panjang yang berada di taman, tempat mereka sering bertemu. Gian menaruh tumit kaki kirinya di atas paha kaki kanan, sedangkan Haura sedang asik memakan permen kapas yang dibelinya dari kakek-kakek yang lewat.

Bagian yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang