Chapter 15. Mimpi Buruk Yang Disajikan Dengan Baik

2.3K 78 1
                                    

***

Kamar tidur kecil dan sempit menahan keheningan yang menakutkan. Satu-satunya yang menimbulkan suara hanyalah jendela tua yang bergerak karena tiupan angin kencang dari luar. Stela terduduk di sisi kasur tua, menatap dinding kosong yang seolah-olah ada artinya.

"Itu semua salah ku." Stela berseru. 

"Jika aku tidak lari, semua ini tidak akan terjadi padamu."

Bianca hanya diam.

Stela menarik napas dalam-dalam, ia gemetar, mengalihkan pandangannya ke bawah gumpalan selimut tebal. Rambut hitamnya yang berantakan mencuat dari selimut yang terangkat dan jatuh dengan isak tangis yang tidak stabil. "Aku tidak berharap kamu memaafkanku."

Bianca lagi-lagi terdiam.

"Tolong, katakan sesuatu... apa saja."

"Itu bukan salahmu." Bisikan serak datang dari bawah selimut. 

"Aku tidak menyalahkanmu. Iblis itu..." Bianca menahan isakannya.

"Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana ini terjadi."

"Kita perlu memanggil polisi." Selimut itu terbang di lempar ke sembarang arah, memperlihatkan seorang wanita yang acak-acakan. Matanya bengkak tertutup dan bibirnya berubah warna menjadi keunguan.

"Berikan aku ponselmu, kita harus melakukannya dengan cepat."

"Tidak." Stela menggelengkan kepalanya, menggenggam lengan rapuh temannya.

"Mereka bisa saja membunuh para polisi itu. Kita tidak bisa mengambil risiko." Stela melirik ke arah jendela. Ia bisa melihat SUV hitam di parkir di pinggir jalan, menunggunya. Akalanka mengizinkannya membawa Bianca ke rumahnya.

"Lalu apa yang akan kamu lakukan?" Bianca menggenggam tangan Stela.

"Mereka hampir membunuhku! Mereka menculikku! Dan mereka melakukan semua hal buruk ini padamu! Dan kamu tidak mau memanggil polisi!?" Suaranya bergetar karena marah.

"Dengar, jika kita memanggil polisi, ada kemungkinan hal-hal yang lebih buruk terjadi. Aku akan mencari tahu sesuatu, aku janji... Aku harus pergi sekarang." Stela berdiri. 

"Berjanjilah padaku kamu tidak akan melakukan apa-apa. Aku tidak ingin melihatmu mati." Bianca menegang, ia menatap temannya. 

"Oke. Tapi percakapan ini belum berakhir. Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi." Wajahnya yang dipukuli menampilkan ekspresi cemberut yang mendalam. Ribuan pikiran melintas di kepalanya sekaligus, sebelum Bianca tampak tenang dan akhirnya setuju dengan temannya. Tubuhnya masih bergetar, dan dia tampak seperti sehelai rambut yang akan hancur.

"Aku harus pergi." Stela mengarahkan pandangannya ke bawah. 

"Aku akan kembali lagi."

"Janji?"

"Aku berjanji."

"Jangan biarkan mereka melakukan apa pun padamu."

Stela menutup pintu dengan lembut. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa dia janjikan. Stela menarik napas dalam-dalam, dia meninggalkan apartemen Bianca. Angin berhembus, mencambuk pipinya yang pucat dan mengacak-acak rambut hitamnya. Ia berjalan menuju mobil yang di tumpangi Akalanka.

Salah satu anak buah Akalanka berdiri bersandar di bagian depan mobil, matanya terpaku pada Stela ketika dia berjalan keluar meninggalkan apartement temannya. Akalanka telah membiarkan mereka berduaan selama dua puluh menit, ia tidak bisa meninggalkan Stela karena ikatan bisnis mereka belum selesai.

"Aku bisa membuka pintuku sendiri." Stela bergumam ketika pria jangkung itu mengarahkannya ke kursi belakang.

Stela lebih memilih memikirkan mobilnya yang mengesankan daripada pria tampan yang duduk di sampingnya. Akalanka menatapnya dengan intens seperti serigala yang sedang mengamati makan malamnya.

AKALANKA : Soul Destroyer [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang