Chapter 12. Dibalik perlakuan lembut

4.9K 67 4
                                    

***

Hutangmu sudah dibayar.

Mata peraknya yang membara muncul dalam ingatannya. Bahkan dalam mimpinya mata perak itu menatapnya dengan dingin, Stela merasakan tangannya yang tidak berperasaan menjepitnya.

Ingatan itu membuat tulang punggungnya merinding. Hampir seminggu telah berlalu sejak saat itu, namun Stela masih tidak bisa melarikan diri darinya. Pria itu telah menghantui pikirannya.

"Stela apa kamu mendengarkanku?" Sebuah suara tiba-tiba berbicara di seberang meja. Wajah Dillon yang sedikit khawatir terlihat ketika Stela mengangkat pandangannya dari secangkir kopi yang dikepalkan di tangannya.

"Ya, maaf." Stela tersenyum lemah. 

"Aku banyak pikiran akhir-akhir ini."

Bahkan saat berkencan pun, aku tidak bisa mengusirnya dari pikiranku. - pikir Stela

"Tentang kompetisi? jangan khawatir Stela. Kamu penari yang luar biasa." Ucap Dillon berseri-seri. Dillon mengulurkan tangannya ke seberang meja dan dengan lembut meraih tangan Stela.

"Aku sebenarnya tidak sabar untuk melakukan dansa denganmu." Ucapnya lagi dengan suaranya yang lembut dan menggoda. Dillon sangat jauh berbeda dengan Akalanka. Dia selalu bersikap lembut, hangat dan manis padanya.

"Aku juga. Aku masih harus berlatih lebih keras, berjuang untuk menjaga keseimbanganku." Timbal Stela dan bibirnya membentuk senyum yang tulus.

"Kita bisa latihan lagi. Kamar ku memiliki cukup ruang--" Dillon berhenti sejenak, ia berdeham.

"Aku tidak bermaksud apa-apa. Itu benar-benar hanya untuk berlatih rutin. Aku--" Dillon menghela nafas.

"Aku benar-benar idiot. Lupakan saja maafkan aku"

Stela tertawa pelan. "Tidak apa-apa. Sebenarnya itu ide yang bagus. " Perasaan lega terlihat di wajahnya yang cerah. 

"Kadang aku bisa bersikap bodoh saat di dekat gadis cantik." Dillon tertawa.  

"Kamu mau datang ke rumahku untuk berlatih? Rumahku tidak jauh dari sini."

"Kenapa tidak." Ucap Stela sambil tersenyum, pipinya memerah karena pujian kecil itu.

Dillon adalah orang yang sangat handal dalam mencairkan suasana. Dia tidak pernah membiarkan keheningan menetap di antara mereka. Tawa dan rayuan diucapkan saat mereka meninggalkan kedai kopi. Dillon adalah pria yang sempurna, ia berjalan ke samping kiri jalan mengubah posisinya dengan Stela, ia meraih tangan Stela dan memegang tangannya dengan lembut dan bahkan menawarkan jaket denimnya ketika udara malam yang dingin membuatnya menggigil.

Tidak ada wanita di dunia ini yang tidak menginginkan pacar sepertinya. Dillon membuatnya merasa nyaman untuk pertama kalinya dalam waktu yang sangat lama. Mungkin dia bisa membantu Stela melupakan kejadian mengerikan itu.

"Selamat datang di rumahku yang sederhana!" Dillon merentangkan tangannya saat mereka memasuki rumah berlantai dua. 

"Kamu ingin minum sesuatu?"

"Tidak terima kasih." Stela masih berdiri di ambang pintu. Mengapa dia ragu-ragu untuk melewati lorong? Stela begitu santai saat di perjalanan tadi dan sekarang dia merasa lebih tegang dari sebelumnya.

"Ayo, jangan hanya berdiri di sana. Anggap saja sebagai rumahmu sendiri. Orang tuaku sedang berlibur, jadi hanya kita berdua." Suara Dillon turun satu oktaf. Ekspresinya serius saat dia menatap Stela, kemudian Dillon tersenyum. 

"Kamu tidak punya alasan untuk merasa gugup."

"Aku tidak gugup." Ucap Stela berbohong. 

"Aku hanya sedang menyesuaikan diri di rumah orang asing."

AKALANKA : Soul Destroyer [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang