Chapter 3. Lain dari yang lain

3.5K 89 3
                                    

***

Tirai beludru merah ditarik terbuka, memperlihatkan aula besar yang dipenuhi dengan orang-orang. Jenis musik DJ yang membangkitkan jiwa meledak melalui pengeras suara, membuat penonton tergila-gila. Pramusaji bertelanjang dada mengantarkan minuman, cekikikan pada klien yang tanpa malu-malu menyentuh mereka dan beberapa wanita membawa para kliennya ke bagian tergelap klub.

Udara berbau seks, nikotin, dan minuman keras.

"Semoga berhasil." Emily bergumam, mendorong Stela ke atas panggung yang cukup luas dengan tongkat besi yang terletak ditengah panggung.

Stela hampir tidak punya waktu untuk bereaksi terhadap pemandangan yang luar biasa sebelum dia menjadi pusat perhatian orang banyak. Musik DJ menyala dan teriakan liar bergema di seluruh ruangan, peluit dan kata-kata kotor dilemparkan ke arahnya dari segala arah.

Pria tinggi berteriak padanya agar dia bertelanjang dan mulai menari. Stela ketakutan ia ingin turun dan berlari kebelakang panggung.

Tapi, melarikan diri berarti kematian bagi ayahnya dan mungkin dirinya sendiri. Pada hari itu dia telah menandatangani kontraknya dan sekarang dia hanya harus ...menari.

Dengan gerakan pinggul pertama, pria hidung belang yang melihatnya dari bawah panggung menjadi gila. Dia mencoba untuk tidak melihat dan menutup matanya, mengabaikan tangan yang terulur mencoba untuk menyentuhnya dari samping. Dalam benaknya, dia berada di studio tari kosong, berlatih rutinitasnya untuk kompetisi.

Gerakannya tajam dan tepat, dia mendekati ujung panggung. Pinggulnya bergerak berirama dan tangannya bergerak dari sekujur tubuhnya dengan menggoda. Dia tidak tahu bagaimana cara menggunakan tiang, tetapi dia telah melihat cukup banyak gerakan pole dance dari adegan film dan memiliki cukup pengalaman dalam menari, ia hanya perlu mencobanya.

Stela menggenggam batang logam yang agak tebal, membiarkan momentum mengarahkan tubuhnya ke dalam pusaran.

"Aku ingin melihat lebih!"

"Aku ingin melihat pantatmu!"

"Mendekatlah, Angel!" Teriak pria hidung belang yang melihatnya.

Matanya terpejam, tubuhnya berputar di sekitar tiang dengan anggun.

Abaikan.... abaikan.... abaikan - pikir Stela

Kemudian dia merasakan. Mata yang tenang mengawasinya dari kejauhan, berbeda dari mata pelanggan yang terangsang yang saling mendorong melewati kakinya. Tatapan orang ini memerintahkannya untuk melihat dan membuka matanya.

Dan Stela melakukannya dia membuka matanya.

Mereka seperti asap yang tertiup angin, berasal dari api yang membakar segalanya hingga ke tanah. Panas tatapan pria hidung belang bisa membuat tubuhnya terbakar.

Seperti pecahan logam yang dipoles, itu menembusnya, dan napasnya tercekat.

Perasaan yang sedang diperhatikan oleh harimau yang lapar, begitulah Stela bisa menggambarkannya.

Rambut hitamnya yang pendek di sisir rapih, setelan berjas biru tua melekat di tubuhnya yang berisi, dia sangat menonjol dari keramaian. Kepalanya sedikit dimiringkan ke samping, tangan kanannya membelai dagunya sambil berpikir, sementara matanya tidak pernah meninggalkan sosoknya yang menari di atas panggung itu.

Stela berpirasat buruk tentang pria itu yang membuatnya merinding. Dia tampak berbahaya seperti pisau kerambit (pisau genggam kecil yang berasal dari Minangkabau) .

Dua wanita duduk di kedua sisinya. Salah satu dari mereka mengelus kakinya dan yang lain mencoba mencium lehernya.

Dia tampak tidak peduli sekalipun pada kedua wanita itu.

Ketika Stela mengalihkan pandangannya darinya, dia sudah kehilangan ritmenya, membuat beberapa pelanggan kecewa. Dia masih merasakan pria itu menatapnya saat dia bergerak mengitari tiang untuk menyelesaikan tugasnya hingga tuntas.

"Buka saja bra mu!" Salah satu penontonnya menuntut, ia marah karena kurangnya pertunjukan. Stela pada dasarnya sudah telanjang, tetapi itu tidak cukup bagi mereka.

Stela mengabaikan permintaan itu, memutar tubuhnya di tiang saat lagu berakhir. Dia tidak mengharapkan apa-apa selain turun dari panggung lebih cepat.

Tapi dia tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat pria itu lagi. Matanya menelusuri kerumunan menuju ruang tunggu. Pria itu sedang berbicara dengan seseorang. Situasi club semakin gaduh Stela dengan cepat mengumpulkan uang dan menghilang dari panggung, Ia mengabaikan orang-orang yang melihatnya mungkin itu tidak terlihat anggun atau menggoda. Stela berlari dengan cepat menuruni panggung.

Emily menyambutnya dengan wajah yang agak ngeri dan tersenyum canggung. "Itu... Ah, sudahlah. Pertama kali memang selalu buruk." Dia meyakinkan, mencoba untuk tidak menyinggungnya. 

"Tapi kamu melakukannya dengan baik, aku sebenarnya terkejut."

Stela tersenyum masam. "Aku tidak mendapatkan cukup banyak uang di hari pertamaku." lembaran uang yang Stela genggam di tangannya hanya sekitar enam puluh dolar (sekitar delapanratus ribu rupiah).

"Kamu merasa terganggu atau apa?"

"Uhm. Ada seorang pria di sana ..."

Emily tertawa. "Sayang, tentu saja ada banyak pria di sini."

"Tidak. Dia berbeda. Dia terlihat sangat... kaya." Stela tergagap, ia tidak yakin bagaimana menggambarkan orang asing hanya dengan mengandalkan penglihatannya.

"Banyak pria kaya disini. Ada anak yang terlahir dari orang tua yang kaya raya dan ada juga orang tua itu sendiri yang berkunjung kesini." Emily menjelaskan hal yang sudah jelas.

"Ini hari pertamamu, jangan stres. Uang yang kamu butuhkan akan sampai ketanganmu sendiri  dengan lap dance."

Itu tidak terdengar bagus bagi Stela.

"Acara yang kamu lakukan di sana menghasilkan cuan. Orang akan melirikmu jika mereka menganggap kamu seksi. Sederhana bukan?." Emily mengangkat bahunya, ia berjalan kembali ke ruang ganti.

Emily dan Stela berhenti, mereka menatap seorang pria pendek dan bertubuh besar berdiri di tengah ruang ganti. Pria itu sedang mengobrol santai dengan Fiola.

"Hei, kau." Emily menyapa, suaranya terdengar ragu-ragu.

Emily langsung menempatkan Stela di belakangnya. Bagi Emily ini tidak normal pria asing berada di ruang ganti para penari.

"Bos meminta dia." Pria itu menunjuk ke arah Stela dengan suaranya yang datar, pria itu jelas tidak peduli dengan wanita setengah telanjang yang ada di ruangan itu. Mata gelapnya tertuju pada gadis kecil yang meringkuk di belakang Emily.

Jantung Stela seketika memompa darah dengan cepat. Telapak tangannya menjadi basah karena keringat, dan warna kulitnya memudar. Rasa takut melilit perutnya. 

"A-untuk apa?" Stela tergagap, suaranya pecah karena kecemasan.

Emily menyadari Stela sedang ketakutan, "Hei pria pendek, ini hari pertamanya wajar kala--" ucap Emily terpotong.

"Aku tidak peduli. Bos ingin melihatnya." Ucap pria itu.

"Ayo pergi." Perintah yang keluar dari mulutnya itu berbunyi keras dan jelas, Stela tidak punya pilihan. Ia hanya bisa menundukkan kepalanya dan membiarkan pria itu menuntunnya melewati klub.

AKALANKA : Soul Destroyer [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang