Chapter 2. Flashback

4.9K 99 2
                                    


"Tidak masalah. Aku lebih memilih memendamnya. Segala sesuatu yang dirasakan sendirian memang terkadang menyakitkan" - Auristela


***

Dua hari yang lalu...

"Sial, latihannya sangat berat kali ini. bagaimana kamu masih sangat ceria? Kakiku lemas sekali." Bianca merengek dari kursi pengemudi, tangannya mencengkeram kemudi seolah-olah akan terlepas dari genggamannya kapan saja.

Stela tertawa. "Dasar tukang merengek."

"Kompetisi akan di mulai dalam beberapa minggu, kita harus berlatih lebih keras dari biasanya jika kita ingin menang." Timbal Stela lagi

"Ugh... Jangan ingatkan aku."  Rengek Bianca. "Kamu sangat bersemangat karena pasangan dansamu Dillon yang keren kali ini."

"B-Tidak benar!" protes Stela malu-malu, pipinya berubah menjadi merah padam.

Seringai nakal yang khas tergambar di wajah manis Bianca. "Aha.. Benarkah seperti itu? pipimu sangat merah Stela, kamu tidak bisa berbohong. Kalau begitu kapan kamu akan mengajaknya berkencan?"

"Jangan mulai!" timbal Stela, Bianca terkadang bisa sangat usil.

Aku pikir, dia seharusnya menjadi detektif daripada bersekolah di Sekolah Seni. - Pikir Stela

Keduanya langsung cocok sejak semester pertama di bidang Seni. Mereka berada di jalur yang sama dan berbagi mimpi menjadi koreografer. Stela tidak punya teman sejati di sekolah menengah. Bertemu Bianca adalah kartu keberuntungan yang dia harapkan.

"Oh, ayolah. Kamu naksir dia sejak lama. Sampai kapan kamu akan memendamnya seperti ini?" ucap Bianca penuh penekanan.

"Tidak masalah. Aku lebih memilih memendamnya. Segala sesuatu yang dirasakan sendirian memang terkadang menyakitkan, tapi aku tetap tidak akan mengajaknya ken--" Stela terhenti berbicara ketika dia melihat rumahnya dari kejauhan.

"Hah? Apa ayahmu punya mobil baru?"

"Setahu ku tidak."

Sebuah SUV hitam dengan jendela berwarna di parkir di halaman rumahnya. Stela merasa cemas.

"Apa kamu ingin aku ikut denganmu Stela?" Bianca bertanya ketika dia menghentikan mobil merahnya di depan SUV hitam itu. Kekhawatiran Bianca terlihat dari kata-katanya dan raut wajahnya. Bianca tahu tentang kebiasaan buruk yang di lakukan ayahnya dan mobil yang mengesankan terparkir di halaman rumahnya sangat mencurigakan.

"Tidak. Jangan khawatir tentang itu." Stela tersenyum lemah. "Aku yakin itu hanya tamu yang tidak ku kenal."

Bianca khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi pada temennya itu, tapi apa boleh buat Stela tidak mengizinkannya masuk "Baiklah. Hubungi aku jika terjadi sesuatu. Oke?"

"Tidak apa-apa. Sampai jumpa besok." Stela menutup pintu mobilnya, dan menarik napas dalam-dalam.

Langkah gugupnya membawanya ke pintu depan. 

Rasa takut menjalar diseluruh tubuhnya saat dia dengan hati-hati memasuki rumah, sebuah bangunan dua lantai standar dengan interior polos dan lantai kayu yang sangat berderit. Dia berjalan menyusuri lorong sempit.

"Waktunya habis."

Stela terdiam ketika mendengar suara laki-laki dari dalam ruang tamu.

"Bos telah bersabar untukmu, tetapi dia ingin uangnya kembali." Ucap pria lain menambahkan.

AKALANKA : Soul Destroyer [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang