***
Jantungnya berdengung di telinganya lebih keras daripada deru mesin Mercedes hitam. Jendela mobilnya di warnai dengan warna hitam dan telapak tangan Stela mulai berkeringat, tubuhnya terasa dingin sedingin es. Itu tidak seberapa dibandingkan dengan ketidaknyamanan yang dia rasakan ketika bodyguard itu memerintahkannya untuk memakai penutup mata.
"Awas." Ucap bodyguard itu, Stela tidak bisa melihat karena matanya ditutup oleh sebuah kain. Ke mana bodyguard itu akan membawanya pergi.
Pria itu membawa Stela ke dalam mobil. Ini menjadi perjalanan terburuk yang pernah Stela alami, termasuk saat ayahnya menabrak pohon ketika dia berusia lima tahun. Tidak ada radio, tidak ada percakapan, hanya kesunyian yang melanda.
Napasnya tercekat saat merasakan kendaraan berhenti dengan mulus. Mereka telah melewati jalanan yang berkerikil selama lima belas menit. Mereka tidak lagi berada di kota.
Pintu samping mobil terbuka. "Kau bisa melepaskannya." Bodyguard itu berbicara, dan pria itu sudah berjalan jauh dari mobil.
Ketika Stela melepaskan kain hitam dari matanya, rahangnya terjatuh ia terkejut. Mobil diparkir di depan tangga melengkung menuju mansion besar. Sejenis mansion yang pernah ia lihat di film, sisi luar bangunan yang dicat putih transparan dan terlihat mencengkram dari sisi manapun.
Warna yang indah melambangkan berbahaya tentangnya. Bahkan Stela tidak tahu apa yang ada di dalamnya, sehingga membuatnya sangat gugup. Kamera pengintai dipasang di setiap sudut bangunan, dan gonggongan anjing yang menjaga lingkungan itu terdengar di udara malam.
"Kamu tidak mau masuk?" Suara pria itu menyadarkannya kembali ke dunia nyata.
Stela buru-buru mengangguk. "Y-ya." Stela bergegas menaiki tangga menuju dua pintu besar yang mengarah ke lobi mewah.
"Tetap di sini. Jangan sentuh apa pun dan jangan pergi kemana pun. Aku tidak perlu menjelaskan apa yang terjadi jika kamu melakukannya."
Stela menggelengkan kepalanya. "Aku mengerti."
Pria itu berjalan pergi, meninggalkannya berdiri di tengah ruangan raksasa sendirian. Tidak lebih dari lima belas menit kemudian dia kembali dengan ekspresi tanpa emosi yang sama di wajahnya, dan memerintahkan Stela untuk mengikutinya. Jika bukan karena tekanan yang membara di sekujur tubuhnya, dia mungkin akan lebih memperhatikan rumah bergaya indah itu.
Rumah itu begitu besar sehingga membuatnya terpesona. Saat mereka sampai di depan pintu, Stela tidak bisa lagi mengingat bagaimana menemukan pintu keluar. Pria di hadapannya itu mengetuk, dan beberapa saat kemudian terdengar suara berat dari dalam.
"Masuk."
Stela semakin gugup. Pintu perlahan terbuka, memperlihatkan kantor yang cukup luas dengan meja mahoni besar di tengahnya. Mata coklat yang familiar dan menusuk mendarat padanya begitu dia melangkah masuk. Akalanka duduk bersandar di sofa kulit, asap rokok berputar-putar dari bibirnya.
Akalanka menatap Stela seperti mangsa yang akan menjadi korban yang tidak bersalah.
"Sungguh mengejutkan. Aku tidak menyangka seorang malaikat ada di kantorku." Akalanka tidak tampak terkejut melihatnya, seperti dia tahu Stela akan datang kepadanya dengan cepat atau lambat. Tatapan gelap di matanya meresahkan. Akalanka bahkan tidak berkedip saat dia menatapnya melalui asap yang mengepul.
Stela menelan kembali gumpalan yang terbentuk di tenggorokannya.
"Aku datang untuk berbicara denganmu tentang... tawaran itu." Tangannya mengepal di samping tubuhnya, buku-buku jarinya memutih.
"Apakah tawaran itu masih berlaku?"
Akalanka mengambil waktu sejenak untuk menikmati wanita yang bergetar di depannya, dan kemudian perlahan-lahan berdiri setinggi mungkin. Jas jas mahal itu diluruskan dengan tarikan kuat di lengannya. Melingkari tubuhnya yang berotot, otot lengannya membentuk dibalik jasnya.
Perlahan-lahan Akalanka mendekat, sambil menghisap rokoknya. Mata coklatnya tidak pernah lepas dari Stela. Akalanka berdiri tepat di depan Stela. Asapnya dihembuskan langsung ke wajah wanita itu, membuat wanita malang itu terbatuk-batuk.
Bau asap rokok yang menyengat membuatnya ingin menjauh, tetapi Akalanka telah membuatnya terpaku hanya dengan tatapannya saja. Jari-jarinya bermain dengan ikal longgar rambut hitam Stela. Akalanka memutar-mutar di sekitar jarinya sebelum membungkuk untuk menghirup aroma samponya.
Erangan rendah bergemuruh di dadanya, mata dingin menatap mata wanita dihadapannya.
"Tentu saja." Akalanka akhirnya menjawab, melepaskan jarinya dari rambut Stela. Suaranya turun menjadi sesuatu yang mengancam. Itu membuat Stela merinding.
"Jika aku... menerima... kamu akan menghapus hutang ayahku? kamu akan meninggalkan ku dan keluargaku?" Stela memaksa dirinya untuk menatap mata Akalanka.
"Ya. Jika kamu menjual keperawananmu kepada ku, aku akan melakukannya."
"Bagaimana aku bisa percaya?"
Akalanka tiba-tiba menangkap dagunya, memiringkan kepalanya ke atas, lebih dekat ke wajahnya. "Jika aku menjanjikan sesuatu, aku akan menepati janjiku, cantik."
Stela menelan ludah, menatap wajahnya yang mengeras.
"Kalau begitu, aku terima." Perjuangan untuk mengeluarkan kata-kata itu dari bibirnya lebih dari yang dia perkirakan. Dia tidak ingin menjual dirinya. Hanya beberapa hari yang lalu, dia begitu yakin bahwa dia tidak akan pernah membuat keputusan seperti itu.
Seringai kecil muncul di bibirnya. "Pilihan bagus."
Akalanka mencondongkan tubuhnya, mendekatkan bibirnya beberapa inci dari bibir Stela. "Gadisku... "
Mata Stela terpejam, menunggu tangan Akalanka untuk meraihnya, tetapi pria itu malah mundur. Sehingga membuat Stela terkejut.
Hah?
Akalanka kembali ke mejanya, memadamkan sisa-sisa rokok yang masih menyala.
"Aku tidak akan melakukannya di sini." Akalanka melirik ke arahnya, "Pertama kali harus istimewa."
Jantungnya berdegup lebih kencang di dadanya.
"Temui aku di Hotel Royale pada hari Sabtu. Jam 8 malam." Akalanka kembali duduk di mejanya.
"Dan jangan terlambat atau kesepakatannya batal, dan aku akan menggandakan hutang ayahmu kepadaku."
Terima kasih ;)
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian dengan cara klik bintang dipojok kiri bawah layar ya. :)

KAMU SEDANG MEMBACA
AKALANKA : Soul Destroyer [Ongoing]
RomantizmWARNING : 21+ "Jual keperawananmu padaku dan aku akan melunasi hutang ayahmu." Auristela Isabella Dawson memiliki masa depan yang menjanjikan di depannya. Memiliki paras yang cantik, sekolah bergengsi, kepribadian yang menyenangkan, dan berbakat. D...