Setelah kejadian permainan sialan itu Liliane benar benar menjauh dari teman temannya kecuali Grisha dan Pansy. Dia seperti ada dendam tersendiri pada Blaise yang menjadikannya taruhan. Blaise kaya raya bahkan keluarga Zabini termasuk keturunan murni kerajaan.
Seperti sekarang ini di Great Hall dia sedang memakan kentang tumbuknya dan merencanakan sesuatu dengan Pansy dan Grisha.
"Aku setuju pada Grisha Li, bagaimana jika kau mencari teman kencan untukmu?" tanya Pansy.
"Oh ayolah Pans, aku tidak gampang memainkan perasaan seseorang." jawab Liliane dengan pandangan lesu.
"Bagaimana dengan Jo Avery?" tanya Grisha.
"Oh, serius Grisha? menurut kabar yang kudengar dia anak Pelahap Maut Dimitri Avery dia salah satu kesayangan ayahnya." jawab Pansy.
"Oke biang gosip hentikan pembicaraan ini aku ingin makan dengan tenang.
Namun saat ingin makan, dia melihat Draco yang memandang Katie Bell dengan tatapan takut. Liliane tau, dia melihat Potter dan segera menyusul. Perasaannya akan terjadi yang tidak tidak. Dia memutuskan menyusul
Draco sedang berdiri membelakangi pintu, kedua tangannya mencengkeram
kanan-kiri wastafel, kepalanya yang berambut pirang menunduk."Jangan menangis," bujuk Myrtle Merana mendayu dari salah satu bilik. "Jangan menangis ... ceritakan padaku apa yang salah ... aku bisa membantumu ..."
"Tak ada yang bisa membantuku," kata Draco. Seluruh tubuhnya gemetar. Liliane segera ingin memeluk Draco tapi dia juga mengawasi pergerakan Potter.
"Aku tak bisa mengerjakannya ... tak bisa ... percuma saja ... dan kalau aku tidak segera
menyelesaikannya ... dia bilang dia akan membunuhku ..."Dan Liliane menyadari, dengan shock luar biasa besar sehingga membuatnya terpaku di
tempatnya, bahwa Draco sedang menangis betul-betul menangis -- air mata bercucuran di
wajahnya yang pucat, menetes di wastafel kotor. Apa separah itu pangeran kegelapan mengancamnya. Draco terisak dan menahan napas dan kemudian, dengan bergidik keras, mengangkat mukanya memandang cermin retak dan melihat Harry Potter menatapnya dari atas bahunya.Draco berputar, mencabut tongkat sihirnya. Secara refleks Harry Potter mencabut tongkat sihirnya sendiri. Apakah mereka akan perang mantra
Serangan Draco meleset beberapa senti, menghancurkan lampu di dinding di samping Harry. Harry melempar dirinya menyamping, berpikir Levicorpus! dan menjentikkan tongkat sihirnya, namun Malfoy memblokir kutukan itu dan mengangkat tongkat sihirnya untuk menyerang lagi.
"Jangan! Jangan! Stop!" jerit Myrtle Merana, suaranya bergaung keras di dalam toilet ubin itu. "Stop! STOP!"
Terdengar dentuman keras dan tempat sampah di belakang Harry meledak. Harry mencoba Kutukan Kaki Terkunci yang memantul dari dinding dibelakang telinga Dracl dan menghancurkan tangki air di bawah Myrtle Merana. Myrtle memekik keras. Air mengguyur ke mana-mana dan Harry terpeleset ketika Malfoy, wajahnya tegang, berseru, "Cruci-"Liliane segera datang dan menghalau mantra yang keluar dari tongkat Harry tapi dia sendiri belum mengatakan mantra Protego untuk melindungi dirinya.
"SECTUMSEMPRA!" teriak Harry dari lantai, menggoyangkan tongkat sihirnya dengan liar.
Darah menyembur dari wajah dan dada Liliane, seolah dia tersabet pedang yang tak kelihatan. Dia terhuyung ke belakang dan jatuh di lantai yang kebanjiran dengan bunyi cebur keras, tangan kanannya lemas.
"Tidak" Harry memekik tertahan. Tergelincir dan terhuyung, Harry bangkit berdiri dan berjalan mendekati Liliane, yang wajahnya sekarang sudah berkilat merah bersimbah darah, kedua tangannya yang putih susah payah menggapai dadanya yang basah oleh darah di pangkuan Draco.
"Tidak-aku tidak-"
"Apa yang kau lakukan Potter?" tanya Draco semakin ketakutan.
"POTTER JAWAB APA YANG KAU LAKUKAN ADIK KU BISA MATI DISINI!" teriak Draco.
Harry tidak tahu apa yang dikatakannya. Dia jatuh berlutut di sebelah Draco dan Liliane, yang gemetar tak terkontrol dalam kubangan darahnya sendiri. Myrtle Merana meneriakkan jeritan
yang memekakkan telinga. "PEMBUNUHAN! PEMBUNUHAN DI TOILET! PEMBUNUHAN!"Pintu menjeblak terbuka di belakang Harry dan dia mengangkat mukanya, ketakutan. Snape masuk, wajahnya pucat pasi.Mendorong minggir Harry dengan kasar, dia berlutut di depan Liliane, mencabut tongkat sihirnya dan menjalankannya di atas luka-luka dalam yang diakibatkan kutukan Harry, melantunkan mantra yang terdengar hampir
seperti lagu. Aliran darah mulai mereda. Snape menyeka sisanya dari wajah Liliane dan mengulangi mantranya Sekarang luka-lukanya menutup.Draco masi tampak diam. Harry masih mengawasi, ngeri sendiri akan apa yang telah dilakukannya, nyaris tak sadar bahwa dia sendiri juga basah kuyup kena darah dan air. Myrtle Merana masih tersedu dan meratap di atas. Setelah Snape melaksanakan kontra-kutukan untuk ketiga kalinya, dia membantu Liliane.
"Kau perlu ke rumah sakit. Mungkin akan ada bekas luka, tapi kalau kau langsung pakai dittany, kita barangkali bahkan bisa menghindari itu, Draco antarkan dia." kata Snape.
Draco menggendong Liliane meninggalkan toilet.
*****
Liliane meringis luka yang baru saja diobati itu tetap sakit, Draco tetap menunggunya disini.
"Draco, tidak usah terlalu di pikirkan." kata Liliane mengusap lembut tangan Draco. Draco hanya mengangguk pelan.
Pintu Hospital terbuka menampakkan teman teman Slytherinnya ada Blaise disana membuat Liliane mengalihkan pandangannya. Draco mengerenyitkan dahinya bingung.
"Astaga! Liliane. Mengapa bisa?" tanya Pansy menganga dengan keadaan temannya.
"Bisa saja, kalian tanya pada Ferret pirang yang hampir saja membunuh emas kesayangan Dumbledore." kata Liliane memutar matanya malas.
Pansy dan Grisha langsung menatapnya tajam.
"Bisa aku bicara pada Liliane dulu?" tanya Blaise.
"Oh, tentu tidak setelah kau menjadikannya bahan taruhan mu dengan Pucey." kata Pansy. Pansy memang sedikit sensitive dengan Adrian karena dia adalah mantan pacarnya.
"APA?!" pekik Draco.
Theo yang mengerti arah pembicaraan mereka langsung menggeret Draco,Pansy dan Grisha keluar.
Liliane masi enggan menatap Blaise. "Lils,maafkan aku." kata Blaise pelan.
"Aku tidak tau kejadiannya seperti ini, aku jatuh padamu. Jatuh cinta." katanya lagi berlutut dihadapan Liliane yang terbaring di brankar
"Blaise, aku mohon aku tidak mungkin membiarkanmu seperti ini aku mencintaimu Blaise." balas Liliane.
Blaise tersenyum, "Kau mau memaafkan ku Lils?" tanya Blaise.
"Ya, dengan syarat tidak berjanji meminta maaf dan mengulanginya kembali." balas Liliane mencoba untuk keluar dari brankar "Dan bisa bantu aku kembali ke asrama?" tanya Liliane.
"Ya, ayo aku bantu." balas Blaise tersenyum.
_TBC_
KAMU SEDANG MEMBACA
unloved-
Fanfiction[Sequel Pureblood] Liliane tidak akan mengira dirinya menjadi bodoh hanya karena mencintai lelaki Zabini itu. Segalanya dia berikan sampai lupa bahwa lelaki tak pernah merasa cukup. Dan dia tak pernah tau hidupnya menjadi sama seperti Ibunya. SPOILE...