***
Jiyong sedang membungkus lukanya dengan robekan dari bajunya. Sedangkan, Taera, sedang berdiri di kejauhan. Berusaha menjaga jarak dari Jiyong. Berkali-kali, ia menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang baru saja terjadi padanya.
Sesekali, ia melihat ke arah supermarket di mana ia berdiri beberapa menit yang lalu.
Ia menghela napasnya panjang.
"Kau tidak apa?" tanya Jiyong pada Taera yang sedang menundukkan wajahnya. "Taera?"
"Ini semua salahku," katanya.
"Tidak, ini bukan salahmu," Jiyong mengangkat kepala Taera agar ia bisa melihat wajah perempuan itu. "Jangan menyalahkan dirimu, Taera."
Taera melihat ke arah lengan Jiyong yang luka karena gigitannya. Dengan jari telunjuknya, ia berusaha untuk menyentuh luka itu.
"Sakit?" tanyanya.
Jiyong tertawa kecil,"Tidak."
Taera mengusap pelan luka itu. Tanpa ia sadari, Jiyong sedang menatapnya sejak tadi.
"Bagaimana rasa hausmu?"
Taera kembali menoleh pada Jiyong dengan tatapan rasa bersalahnya,"Aku tidak lagi merasa haus karenamu."
Jiyong tersenyum,"Kau tau kenapa vampire juga banyak memburu serigala?"
"Kenapa?"
"Karena darah kami bisa menghilangkan rasa haus para vampire sejak gigitan pertama. Itulah mengapa vampire juga berburu serigala."
"Apa bedanya dengan meminum darah manusia?"
"Darah manusia hanya memuaskan mereka sesaat. Namun, darah para serigala mampu membuat mereka merasa puas untuk waktu yang sangat lama. Itulah kenapa vampire sangat berbahaya bagi kami. Satu serangan vampire bisa membunuh kami."
Taera semakin merasa bersalah. Ia kembali menundukkan wajahnya. Ia juga merasa takut, namun ia harus berusaha sebisa mungkin untuk mengontrol rasa takutnya jika tidak ingin kejadian seperti ini kembali terulang.
"Jangan khawatir, ini hanya luka kecil."
Jiyong berusaha melepaskan Taera dari perasaan bersalahnya. "Saat kau melukaiku tadi, itu bukan dirimu seutuhnya. Jadi, kau tidak perlu merasa bersalah."
Mata Taera berkaca. Bagaimana mungkin ia tidak merasa bersalah? Ia telah melukainya. Ia yang bahkan menyelamatkan nyawanya. Tapi kini, ia justru harus terluka karenanya.
"Bagaimana dengan penjaga tokonya, Jiyong?"
"Ia sudah ku urus," Jiyong tersenyum.
"Bagaimana?"
"It's a werewolf things," katanya lagi sambil mengedipkan sebelah matanya. "Ku antar kau pulang," kata Jiyong sambil menarik tangan Taera.
"Bagaimana caranya? Mobilku kan –"
Dengan cepat, Jiyong mengangkat tubuh Taera ke dalam pelukannya. Dan, ia berlari secepat mungkin, menembus kegelapan malam.
Hanya dalam hitungan detik, Taera sudah berada di depan rumahnya saat ini.
Jiyong menurunkan tubuh Taera dengan perlahan. Taera terkesima dengan apa yang baru saja terjadi. Tubuhnya bak sedang dipukul oleh hembusan angin dengan sangat kencang. Detak jantungnya berdegub dengan cepat.
"Tadinya, aku ingin mengantarmu pulang dengan cara yang lebih manusiawi. Tapi, sepertinya keadaan sedang tidak memungkinkan," kata Jiyong dengan tawanya yang kecil.
"Jiyong, bagaimana jika –"
"Kau tidak perlu khawatir. Aku akan membantumu melewati masa-masa ini," kata Jiyong.
Taera mengambil napasnya dalam,"Aku takut. Bagaimana jika serigala itu kembali? Bagaimana jika aku mulai menginginkan darah lagi? Bagaimana jika –"
Jiyong menyentuh kedua bahu Taera dengan lembut dan menatap matanya dengan intens.
"Dengarkan aku, Taera. Kau akan baik-baik saja. Aku berjanji akan bersamamu melewati ini. Dan, kau tidak akan menjadi bagian dari vampire yang kau takutkan selama ini. Aku janji."
Taera pun mengangguk.
"Sekarang, kau masuk ke rumah. Dan, aku akan menjagamu di sini. Percaya padaku, Taera."
Tatapan serius seorang Jiyong saat ini membuat Taera percaya dan merasa aman. Namun, di satu sisi, ia juga terus merasa bersalah. Ia ingin Jiyong menjauh darinya. Tapi, ia juga membutuhkan Jiyong untuk berada di sisinya saat ini.
"Masuk, Taera," perintah Jiyong yang langsung dituruti oleh Taera.
Setelah Taera masuk ke dalam rumahnya, Jiyong pun berjaga di depan rumah Taera sambil terus melihat sang bulan. Ia melihat luka di tangannya dan kembali mengingat apa yang baru saja terjadi beberapa menit yang lalu.
Bulan yang berubah jadi warna merah. Awan hitam yang datang secara tiba-tiba. Dan, gigitan yang terasa menyayat.
Ia meyakini, bahwa Taera bukanlah vampire sembarangan. Taera adalah salah satu dari sekian vampire yang berbahaya. Dan, kini ia mempertaruhkan nyawanya untuk seseorang yang berbahaya baginya.
Jiyong menoleh ke arah jendela kamar Taera yang lampunya masih menyala.
"Siapa kau sebenarnya, Taera?" gumamnya sendiri.
-
Taera duduk di pinggir jendela kamarnya sambil terus memerhatikan Jiyong yang berdiri di sana. Dari kejauhan, ia merasa khawatir. Ia melihat kedua tangannya secara terus menerus. Ia juga memerhatikan wajahnya di kaca di hadapannya. Air mata mulai mengembang di pelupuk matanya.
Manusia setengah vampire?
Sulit dipercaya.
Tapi, inilah kenyataannya. Inilah jawaban atas keanehan-keanehan yang terjadi pada dirinya. Dan, ini jugalah yang harus ia hadapi. Namun, di antara kedua orang tuanya, siapa 'kah yang manusia? Dan, siapa 'kah yang vampire? Dan, kenapa ia harus dicampakkan?
Rasa sakit atas masa lalunya itu kembali dan mengusik dirinya.
Merasa semua teka-teki ini tidak ada ujungnya, akhirnya Taera melangkahkan kakinya menuju tempat tidur dan mengistirahatkan tubuhnya. Berusaha untuk melupakan kejadian hari ini. Berharap semua yang terjadi di hari ini hanyalah mimpinya belaka.
Saat ia bersiap akan tertidur, tiba-tiba saja terdengar suara lolongan dari luar rumahnya. Ia langsung teringat Jiyong dan bangun dari tidurnya. Ia berlari menuju jendela. Dan, ia tidak bisa melihat Jiyong di sana. Namun, ia bisa melihat secarik kertas yang tertempel di jendela kamarnya. Kertas kecil itu bertuliskan: Jangan keluar. Aku pergi sebentar. Aku akan kembali. Tunggu aku. Kau akan baik-baik saja jika mengikuti perkataanku.
Dari balik jendela kamarnya, ia menatap ke luar yang masih terdengar suara lolongan serigala. Ia cemas. Ia takut.
Ia tidak pernah setakut ini. Bahkan, ketika ia tahu bahwa ia dicampakkan kedua orang tuanya.
"Jiyong..."
-
Jiyong berburu seekor rusa di hutan seluas ini. Dengan menahan rasa sakit di tangannya, ia berusaha menangkap seekor rusa, dan memeras darahnya. Ia memasukkan darah rusa tersebut ke dalam sebuah botol yang ia bawa dari rumah Taera.
Waktu sudah menunjukkan pukul 05.30 pagi dini hari. Matahari mulai meninggi. Dari balik pepohonan, ia bisa melihat matahari yang masih malu-malu untuk naik.
Ia menyandarkan tubuhnya pada pohon di dekatnya. Sambil membuka luka di tangannya. Ia mengganti balutan luka tersebut dengan robekan bajunya yang lain. Kini, di tangannya sudah ada sebotol darah rusa yang siap ia berikan pada Taera.
Bahkan, di saat ia sedang berjuang dengan rasa sakitnya, ia masih memikirkan Taera.
Namun, semakin tinggi matahari, rasa sakit di tangannya semakin menyiksa. Hingga akhirnya ia mulai kehilangan tenaga dan berteriak sejadinya karena rasa sakitnya.
"Arrrrrgh!" Jiyong berteriak sejadinya, sesaat sebelum ia akhirnya kehilangan kesadarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Darkness
FantasyDi antara kegelapan malam, ia berdiri. Menantang dunia. Mencari dirinya sendiri. Bertarung dengan satu per satu rasa sakit yang menghampiri. Hingga orang itu datang, dan memberinya jawaban. Namun, alih-alih menemukan jawaban, ia justru memilih hal...