8

45 12 0
                                    

***

Sepulang dari rumahnya, Jiyong pun kembali ke rumah Taera. Laki-laki itu langsung berlari menuju kamar Taera, dan ia tidak menemukan Taera di sana. Jiyong panik. Ia keluar kamar, dan mulai mencarinya di ruangan rumah itu satu per satu. Setelah mengitari semua ruangan, Jiyong tidak juga menemukan keberadaan Taera. Ia semakin panik tidak karuan.

Akhirnya, Jiyong memutuskan untuk mencari Taera di hutan dalam keadaan selarut ini. Ia berlari mencari Taera di tengah kegelapan yang mencekam. Bukan apa-apa, ia takut jika Taera akan bertemu dengan kawanan serigala yang sedang berburu.

Dengan mengandalkan indera penciuman dan kemampuannya, Jiyong berhasil mengikuti aroma yang ditinggalkan Taera di sepanjang jalannya.

Benar saja, ia menemukan Taera dalam keadaan sedang meringkuk di tengah hutan. Jiyong bergegas menghampirinya.

Mendengar langkah Jiyong, Taera pun menoleh. Dengan tatapan sendu dan pipi yang masih diselimuti air mata, ia menyambut kedatangan Jiyong.

"Kau sedang apa di sini?"

Taera tersenyum dengan pahit,"Hanya ingin jalan-jalan."

"Kenapa tidak menungguku?"

Jiyong memegang tangan Taera dan membantunya untuk berdiri. Ia juga menghapus air mata yang tersisa di pipi perempuan itu.

"Kemana pun kau ingin pergi, tunggu aku. Jangan pergi sendirian, terlebih di larut malam seperti ini. Berbahaya untukmu, Taera," jelas Jiyong.

Taera hanya tersenyum sambil terus membiarkan Jiyong memapahnya untuk terus berdiri.

"Kita pulang, ya?" ajak Jiyong yang langsung diiyakan oleh Taera.

Jiyong dan Taera berjalan pelan menyusuri hutan. Di sela-sela perjalanan mereka, Taera berusaha mengalihkan pikirannya yang kosong. Agar tidak membuat Jiyong khawatir padanya.

"Tadi aku lapar, lalu aku berusaha untuk menangkap rusa," mulai Taera.

"Lalu? Kau berhasil?"

Taera menggeleng,"Aku gagal."

"Tidak apa-apa, besok kita belajar lagi ya menangkap rusa."

"Iya."

Gelapnya hutan belantara ini tidak lagi membuat Taera takut. Terlebih saat ia tahu bahwa Jiyong bersamanya. Bersama Jiyong, ia jauh lebih berani.

"Waktu itu, waktu pertama kali kita bertemu, kau bilang bahwa setiap dari kita memiliki aroma yang berbeda. Tapi, di pertama pertemuan kita, kenapa kau tidak menyadari bahwa aku adalah manusia setengah vampire?" tanya Taera mengisi kesunyian.

"Karena, aku jarang bertemu manusia setengah vampire. Makanya, aku tidak begitu familiar dengan aromanya. Itulah mengapa, aku tidak langsung menyadari identitasmu saat pertama bertemu."

"Lalu, bagaimana kau bisa menemukanku malam ini?" tanya Taera penasaran.

"Karena, aku sudah terbiasa dengan aromamu."

"Terbiasa?"

Jiyong mengangguk,"Segala tentangmu kini sudah menjadi hal yang biasa dan menyenangkan untuk ku lakukan bersama."

Taera tersenyum. Menyadari senyum Taera yang terkesan dipaksakan, Jiyong pun berusaha mengalihkan sedihnya.

"Taera, boleh 'kah kau menceritakan masa kecilmu?" tanya Jiyong. "Tapi, jika tidak, tidak apa-apa."

Sebelum menjawab pertanyaan Jiyong, Taera sempat terdiam. Ia menarik napasnya dalam sebelum akhirnya ia menjawabnya dengan suara yang sedikit bergetar.

"Mama dan Papa selalu bertanya padaku, jika aku besar nanti, aku ingin jadi apa?"

The DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang