Happy Reading❤️
***
Pina menekuk wajahnya, kini ia sedang duduk di halte bus, menunggu angkutan untuk pergi ke sekolah. Padahal ia sudah bangun lebih awal agar bisa berangkat ke sekolah dengan sang Ayah, namun hasilnya nihil. Sang Ayah sudah pergi saat ia masih di dalam kamar mandi.
Pina melirik jam tangannya, masih pagi. Kenapa belum ada angkutan yang lewat?
Ia beranjak daei duduknya, berjalan sedikit ke depan, menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat dari ke jauhan apakah ada angkutan yang mendekat atau tidak.
Tiba-tiba ada sepeda motor yang berhenti tepat di depannya. Pina berusaha tak pedulikan pengendara yang berhenti di depannya, toh tak kenal.
Pengendara itu melepas helm nya. "Lo Pina kan?" Pina reflek menoleh dan menautkan alisnya, berusaha mengamati wajah pengendara itu.
"Sabi? Temennya Riska kan?"
"Yoai."
Pina mengangguk, ia kembali menoleh ke arah kendaraan datang.
"Mau bareng?" tawar Sabi.
"Lo nawarin gue?"
"Menurut lo?"
"Boleh sih, tapi masih pagi juga, nggak papa lah gua nunggu angkutan disini." alibi Pina.
"Lo berangkat pagi cuma mau nungguin angkutan di pinggir jalan gini?"
"Enggak lah."
"Lah terus? Ayok, udah bareng aja sama gue."
Pina menatap Sabi yang sedang memakai helm nya. Ia jadi teringat pembicaraannya dengan Riska waktu itu. Ternyata benar ya, Sabi ini pemaksa. Apa jangan-jangan ia sedang jadi korban modus Sabi? Ah, itu tak boleh terjadi.
"Nggak usah deh, kita kan beda sekolah, beda arah. Nanti malah ngerepotin lo." tolak Pina halus.
"Nggak ngerepotin kok. Udah ayok, naik." Sabi menarik tangan Pina untuk naik ke motornya. Mau tak mau Pina naik ke atas motor itu.
"Lo kalau berangkat sekolah pagi-pagi begini?" tanya Pina saat Sabi mulai melajukan motornya.
"Enggak juga sih, ini lagi gabut aja."
Dahi Pina mengerut, ada orang seperti ini?
"Gabut lo kali ini ada manfaatnya juga ya."
"Iyaa dong."
Sabi melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Pina menenggakkan wajahnya, merasakan sejuknya angin pagi.
Saat pertigaan yang seharusnya berbelok ke kiri untuk sampai ke sekolah, Sabi justru malah berbelok ke kanan.
Pina yang menyadari itu langsung menepuk bahu Sabi.
"Heh, lo mau kemana? Sekolah gue harusnya belok ke kiri." tegur Pina sedikit berteriak agar suaranya dapat di dengar oleh Sabi.
"Iyaa, tau." sahut Sabi, ia tetap menarik gas motornya.
"Terus, ini mau kemana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nano-Nano [On Going]
Teen FictionMasa lalu membuatnya terjebak di dalam ruang abu-abu. "Ingin melangkah maju. Namun sadar bahwa kamu bukan sekedar lalu, tapi dia juga bukan arah yang ingin ku tuju." -Pina Rastanti. 📍Sedang berada di persimpangan jalan, yang pilihannya hanya kemba...