20. Another Side

3 5 4
                                    

Now Playing | Jaz - Kasmaran

.

Happy Rrading❤️

***

Pina keluar dari area cafe dengan terburu-buru, sesekali ia melirik HP ditangannya, memastikan posisi ojek online yang ia pesan.

"Duh, jalanannya merah semua lagi," gerutu Pina melihat hampir seluruh jalan di maps berwarna merah.

"Alamat nunggu lama nih gue."

Tak lama Pina mendapat pesan dari abang ojol yang meminta untuk dibatalkan saja, karena jalanan yang terlalu padat.

Pina pun menyetujui permintaan itu. Ia berjalan sedikit ke timur untuk duduk di kursi besi yang tersedia. Kakinya diluruskan, tangan dan matanya fokus berselancar di sosial media.

Pina membulatkan bibirnya sambil mengangguk-angguk kecil saat membaca berita dari salah satu akun media.

Ternyata truk yang ban nya tersangkut di selokan yang berada di pertigaan depan, hal itu yang menjadi penyebab kemacetan panjang.

Pina memasukkan HP-nya ke dalam tas. Sekarang ia harus gimana? Naik ojek pangkalan? Itu pasti susah mendapatkannya.

Masa ia harus balik lagi ke dalam, gengsi dong.

Pina menghela napasnya berat. Kenapa semua jadi terlihat menyebalkan gini sih? Padahal kan awalnya semua terlihat menyenangkan.

Pintu cafe terbuka, laki-laki dengan jambul anti badai nya keluar dengan kaca mata hitam yang menggantung di kaus bajunya.

"Sstt... cewek." Pina menoleh, reflek menampar wajah orang yang berada di depannya.

Plak

"Awss..." keluh orang itu sambil memegangi pipinya yang tadi ditampar Pina.

"Sabi..." ucap Pina terkejut, ia tak menyangka jika laki-laki itu Sabi.

"Sorry, sorry, gue nggak sengaja." ucapnya tulus.

Sabi berdecak sebal, "nggak sengaja, nggak sengaja, sakit nih. Gila kali ya, lo, nggak sengaja aja sakitnya begini, apalagi sengaja."

Pina menggaruk tengkuknya yang tak gatal sembari tersenyum kikuk. Di detik berikutnya ia baru ingat, kalau tadi ia sedang kesal dengan Sabi.

Raut wajah Pina pun berubah menjadi datar, matanya menyorot Sabi tajam.

"Apa lo liat-liat? Bapak lo jago silat, ta—AAAA." niat ingin meledek Pina, kini kakinya menjadi korban atas tindakkannya.

Pina menginjak kaki kanan Sabi karena merasa kesal dengan nyanyian yang keluar dari mulut Sabi, sekaligus melampiaskan kekesalannya di dalam cafe tadi.

Sabi meringis kesakitan, kedua tangannya memegangi kaki kanan yang terangkat ke atas. Sesekali ia melompat untuk mengimbangi tubuhnya.

"Bener-bener udah nggak waras ya, lo! Baru aja tadi namapar gue, minta maaf, terus sekarang nginjek kaki gue," portes Sabi.

"Nggak usah minta maaf kalau emang nggak mau minta maaf." lanjut Sabi ketus, kini raut wajahnya menggambarkan rasa marah juga kesal yang menjadi satu.

Pina menatap Sabi, kali ini tatapannya terlihat tulus. "Lo marah beneran?" tanyanya ragu.

Sabi diam tak menghiraukan, ia lebih memilih untuk menatap ke arah lain.

Blank.

Tiba-tiba Pina bingung, entah tidak ada hal apa pun yang muncul di otaknya, kecuali 'minta maaf'. Perlahan Pina meraih kedua tangan Sabi.

Nano-Nano [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang