1. Apa Itu Pernikahan?

76K 1.4K 21
                                    

Rania menggosok-gosokkan kedua tangan ketika dirasanya udara malam itu mulai mendingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rania menggosok-gosokkan kedua tangan ketika dirasanya udara malam itu mulai mendingin. Lengan kemeja yang awalnya dia gulung tadi, sudah dia panjangkan kembali agar udara dingin malam itu tak masuk lebih dalam menembus kulitnya.

Netra coklatnya melirik arloji di tangan kiri. Pukul sepuluh malam. Itu berarti sudah hampir satu jam lamanya Rania berdiri di depan kafe, menunggu seseorang datang. Tapi, sosok yang ditunggunya sejak tadi masih belum menampakkan diri.

Rania menghela napas panjang, dia melakukannya bukan tanpa alasan. Dia rela menghabiskan waktu hampir satu jam lamanya hanya untuk menanti seorang pria yang berjanji akan menjemput dan pulang bersama.

“Rania!”

Suara berat itu membuat si gadis menoleh. Dia agak menengadah dan mendapati sesosok lelaki yang sejak tadi ditunggunya keluar dari mobil dengan terburu-buru.

“Sorry, aku terlambat.”

Lelaki itu tersenyum sedikit, menciptakan dua lesung pipi di wajahnya. Dia mengenakan setelan yang sederhana, tapi entah kenapa membuat aura ketampanannya makin terasa. Hanya kemeja dibalut jas hitam, celana kain dan rambut yang sedikit berantakan.

“Ayo kita pulang, hujannya semakin deras nanti,” ajak pria itu yang langsung membuat senyuman Rania merekah sempurna.

***

“Di kantor lagi sibuk, ya? Lama banget jemputnya.”

Rania bertanya di tengah keheningan yang menyelimuti. Pria di sebelahnya langsung mengangguk, fokus menyetir. Malam ini Bandung tengah diguyur hujan lebat, untung saja Rania pulang tepat waktu.

Mendengar tanggapan singkat lelaki itu, Rania mengangguk mengerti. “Tidak apa-apa, aku mengerti kok.”

“Kalau begitu Mas akan sering ngajak kamu jalan.”

“Aku harus kerja, Mas.”

Pria itu terkekeh mendengar jawaban Rania, sementara itu si gadis menatap ke luar kaca mobil. Hujan mulai turun semakin deras saja.

Sebenarnya Rania ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan pria itu. Namun, obrolan mereka tidak berlanjut karena suara ponsel miliknya terdengar, bersaing dengan keramaian jalan raya di jam sepuluh malam.

Rania mengecek ponselnya lalu beralih menatap pria di sampingnya. “Papaku telepon.” Rania memberitahu.

"Angkat saja dulu."

Rania langsung menjawab telepon yang masuk. “Halo, Pa? Iya, aku lagi di perjalanan pulang. Tidak kok, langsung pulang, iya ... tidak apa-apa sih.”

Sabdatama Zuhairi Nayaka, atau biasa dipanggil Sabda hanya bisa mendengarkan sekilas percakapan antara ayah dan anak tersebut. Semoga saja Rania tidak dimarahi karena malam-malam begini dia baru bisa mengangkat telepon ayahnya.

Surga yang Terabaikan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang