Rania baru akan menarik pintu swalayan, dia melihat mobil milik Sabda terparkir di depan toko roti Jun’s Bakery. Sesaat dia berpikir kalau Sabda sedang menyimpang ke toko tersebut.
Rania sangat mengenal pelat nomor mobil Sabda. Sebab mereka beberapa kali ke luar menaiki mobil tersebut. Pikirnya Sdia bertemu Sabda secara tidak sengaja hari ini. Jadi, dia menunggu Sabda keluar dari sana.
Tidak berapa lama, seorang perempuan dengan kemeja putih, lengkap dengan celana kulot keluar dari toko tersebut. Satu tangannya menempelkan ponsel ke telinga sementara tangan lainnya menenteng kantong belanjaan.
Suasana hati Rania langsung berubah. Gadis itu baru menyadari bahwa perempuan yang dilihatnya barusan adalah pelanggan di kafe tempatnya bekerja. Pantas saja Rania merasa tidak asing dengan wajahnya. Wanita itu cukup sering datang ke kafe dan memesan espresso, Rania tidak salah lihat.
Rania terus mengawasi wanita itu dari kejauhan. Dia tengah bicara dengan seseorang. Matanya tidak lepas mengawasi wanita itu, Rania tidak tahu siapa yang tengah bicara dengannya. Namun, yang membuat Rania semakin terkejut adalah penggerakan wanita itu saat berjalan menuju mobil milik Sabda.
Apakah wanita itu adalah selingkuhan Sabda?
Dada Rania terasa sakit membayangkan hal itu, dia masih belum percaya apa yang baru saja dilihatnya. Tapi Rania ingin memastikan sendiri selagi wanita itu tidak menyadarinya sebagai kekasih Sabda.
“Lebih baik kita makan roti saja, aku barusan ke Jun’s, mereka juga memberi bonus lebih. Aku belum bisa masak daging dan semacamnya sekarang.”
Shanum tampak sibuk bicara dengan Sabda di telepon. Dia tidak menyadari bahwa Rania sejak tadi memperhatikan gerak-geriknya.
Rania tidak kehilangan kesempatan. Dia sangat ingin menghentikan segala kecurigaannya pada Sabda, karena itulah dia seperti penguntit. Berjalan diam-diam mengikuti langkah wanita itu.
Wanita itu menutup teleponnya dan kembali memasukkan ponsel ke tas selempang. Mulai berjalan menuju mobil tanpa menyadari Ada sosok Rania yang memperhatikan di belakangnya.
Rania sendiri tengah mencoba mengalihkan pikiran agar tidak terlalu mendengar ucapan-ucapan wanita itu tadi di telepon yang entah dengan siapa.
Dalam hati Rania masih kesal bila mengingat begitu mudahnya Sabda menghindari panggilan telepon darinya. Apakah wanita itu yang membuat Sabda berbohong padanya? Bila memang tidak ada hubungan yang ditutup-tutupi, kenapa Sabda harus berdusta?
Shanum masuk ke dalam mobil milik Sabda, mulai menyalakan mesin dan berlalu. Dia tidak sedikit pun merasa diawasi oleh Rania. Sementara itu, Rania terus memperhatikan Shanum dengan tatapan terluka. Shanum pergi meninggalkan seribu tanda tanya di benak Rania.
“Rania, kau sedang apa di situ?”
Arya berlari menyusul Rania yang tengah mematung di parkiran.
Sejak tadi Arya menunggunya di swalayan karena sudah janjian untuk makan siang bersama. Namun, sampai beberapa menit berlalu, gadis itu tidak juga datang. Alhasil, dia keluar untuk mencari gadis itu lebih dulu.
Ternyata Rania sedang berdiri di seberang toko, melihat hal itu Arya segera berlari menghampirinya. Wajah Rania begitu pucat, Arya heran.
“Kenapa wajahmu pucat?”
Rania menggeleng, dia tidak ingin menjelaskan apa yang baru dia lihat barusan.
“Ayo kita kembali, ini sudah siang. Nanti keburu masuk kerja dan tidak sempat makan dulu.” Arya membujuk.
Perasaan Rania masih belum sepenuhnya tenang, tapi dia berusaha untuk berpikir optimis. Ditatapnya wajah pria itu dengan ekspresi gelisah yang kentara.
“Baiklah, ayo kita makan.”
Arya tersenyum kemudian membawa Rania masuk ke dalam swalayan untuk membeli beberapa stok camilan yang akan menjadi teman makan siang mereka.
Arya sudah memutuskan untuk membeli seafood. Rania tidak banyak protes, dia menuruti keinginan Arya. Rania tak bisa berpikir, pikirannya sedang kacau sekarang.
Rania berharap apa yang tadi dilihatnya tidak benar. Rania harus memastikan sesuatu, kalau tidak ... sampai kapan pun sosok perempuan tadi akan terus menghantui pikirannya.
***
Tiga hari kemudian.
Pertanyaan seputar Sabda tidak pernah putus mengelilingi kepala Rania.
Sebagai wanita yang tidak berpengalaman dengan percintaan, hubungan asmara, apalagi pria, masalah ini jelas membuatnya resah.
Sedari tadi pikirannya terus berkecamuk, membayangkan berbagai macam hal terburuk yang paling dia hindari, dan sekarang hal itu menghampiri hubungannya sendiri.
Perselingkuhan.
Selagi merenungi segala kejanggalan yang Sabda tampilkan, suara ketukan pintu terdengar. Sabda bertanya apakah Rania sudah tidur atau belum? Jika belum, dia ingin membicarakan sesuatu dengan perempuan itu.
Mereka sedang berada di apartemen, Sabda memang memberi Rania fasilitas mewah. Hal itu dia lakukan agar kekasihnya tidak perlu tinggal di kontrakan dan membayar uang sewa setiap bulan. Untuk rania, Sabda adalah sosok pria perhatian.
Sabda kembali menghubungi kekasihnya ketika tubuhnya sudah benar-benar sehat. Dia juga meminta maaf pada Rania karena lama tak memberi kabar. Rania memaklumi sekaligus cemas karena Sabda tidak mengatakan apa pun soal penyakitnya dan malah menghilang.
Sejujurnya Rania merasa lelah dan tak ounya tenaga untuk sekadar membuka pintu, tapi akhirnya dia membuka pintu kamar dan tersenyum begitu melihat wajah Sabda yang tampak bersemangat seperti sebelumnya.
“Kamu baik-baik saja? Kenapa kayak lagi banyak pikiran gitu?”
Rania mengatupkan bibirnya sesaat. “Aku tidak apa-apa. Di tempat kerja sedang banyak masalah, jadi hal itu sedikit menggangguku, tapi tenang saja. Aku baik-baik saja.”
Rania mempersilakan Sabda memasuki kamarnya. Mereka memang sudah sering tidur bersama, tapi tidak aneh-aneh. Sabda cukup tahu diri untuk tidak meniduri gadis itu sebelum waktunya.
“Benarkah? Aku khawatir. Suaramu di telepon kedengarannya sedang tidak baik-baik saja.”
Ada rasa menggelitik ketika Sabda mengatakan hal itu. Terdengar aneh memang. Pasalnya, Sabda sangat peka dengan perasaan Rania, tapi dia masih tidak menyadari pemicu utama Rania bersikap demikian.
Lebih dari itu, Rania mulai meragukan hubungan mereka yang tidak ada perkembangan. Kenapa harus dengan cara seperti ini? Rahasia apa yang sebetulnya Sabda sembunyikan?
Rania menggigit bibir karena bimbang dan menjawab agak tercekat. “Kamu tidak langsung pulang ke rumah, Mas? Ini sudah malam. Katanya banyak pekerjaan kantor yang harus diselesaikan malam ini.”
“Iya sih ada, tapi aku merindukanmu. Memangnya tidak boleh? Maaf karena beberapa hari terakhir aku tak menghubungi. Aku jatuh sakit dan harus beristirahat.”
Rania terkekeh mendengar pertanyaan itu. Dia sudah mengerti alasan Sabda tidak menghubunginya. Raut wajah yang pucat dengan kantung mata yang Sabda tampilkan sudah cukup memberikan bukti bahwa dia baru saja sembuh dari sakit.
Rania sejujurnya ingin menanyakan setiap kali mereka makan di kafe dan makan malam bersama, tetapi dia tidak bisa menyampaikan dan belum menemukan situasi serta momen yang pas.
Mungkin nanti saat makan malam ke dua, Rania akan bertanya langsung pada Sabda. Untuk sekarang dia hanya ingin menghabiskan waktu bersama pria itu, setelah cukup lama tidak berjumpa dan bertukar kabar.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Surga yang Terabaikan (END)
RomantiekShanum dan Sabda menikah karena keterpaksaan, tak ada cinta di sana. Mereka sepakat untuk tidak bercerai. Namun, Shanum merelakan suaminya untuk berhubungan dengan perempuan lain yang tak lain adalah; Rania. Shanum juga terpaksa mendapatkan tudinga...