18. Hadiah Sabda

14.7K 730 12
                                    

"Jadi bagaimana, Sha? Apa kamu mulai sering muntah atau sensitif terhadap bau yang menyengat?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Jadi bagaimana, Sha? Apa kamu mulai sering muntah atau sensitif terhadap bau yang menyengat?"



Shanum mengernyit menatap sang ibu yang duduk di hadapannya. Benar-benar tidak mengerti sehingga yang dia lakukan justru menatap Sabda balik dengan pandangan tak paham. Alisnya terangkat tinggi, berusaha mengirim sinyal pada sang suami untuk menjelaskan apa maksud ibunya.



Sabda berdeham kikuk. "Shanum selalu sehat, Bu. Dia tidak mabuk atau semacamnya. Justru aku yang sakit waktu itu."



Sabda terlihat berwibawa meski sedang berada di dalam rumah sekali pun. Caranya berbicara; suara serak yang berat, pakaiannya yang selalu rapi, juga ketampanan yang tak pernah berhenti terpancar. Shanum yakin, keluarganya akan mengatakan hal yang sama, Sabda itu sempurna.



Ah, tapi di mata Shanum tetap saja pria itu punya perangai buruk seperti psikopat. Tidak. Mungkin lebih buruk lagi.



"Jadi belum ada kemajuan juga?"



"Kemajuan apa yang Ibu maksud?" tanya Shanum tidak peka.



Ibunya menghela napas. "Ibu hanya tidak sabar menunggu, kapan anak kalian akan keluar?"



"Bu, ayolah." Shanum berusaha menyela lagi. Tidak sopan rasanya membicarakan hal tersebut saat sedang makan.



Shanum sempat terkesiap setelah kalimat Ibu mengudara, dia sudah pernah menduga kalau pertanyaan semacam ini akan terjadi jika dia bertamu ke rumah orang tuanya.



Apa yang harus Shanum katakan? Bahkan melakukannya dengan Sabda saja tidak pernah, mereka hanya sering bertengkar dan berdebat selama lima tahun ini. Bahkan hal kecil pun selalu dipermasalahkan.



Faktanya, mereka belum pernah melakukan hal lumrah yang biasa suami istri lakukan. Tidur saja dipisahkan dengan guling. Ya ampun, itu konyol!



"Kalian sudah berusaha dengan keras 'kan?" Ibu menatap Shanum tegas, tajam. Membuat gadis itu risi karena suaminya sedang berada di sampingnya sekarang.



Baru ingin menjawab, teriakan nyaring dari Khalil-adiknya Shanum-sukses membuat beberapa orang di meja makan itu menoleh. Dia mengangguk mantap, dan Shanum bisa menebak kalau adiknya itu akan berbicara macam-macam.



"Tentu, tentu saja mereka pasti melakukannya dengan sangat baik. Kakakku perempuan yang seksi, tidak mungkin kakak ipar tidak tertarik."



Khalil terdengar seperti pembual ulung. Sungguh! Dari mana bocah itu tahu hal-hal privasi seperti tadi? Dan dari mana dia tahu apa yang selama ini Shanum lakukan? Sok tahu sekali, gerutu gadis itu dalam hati.



Shanum hanya bisa mendengkus kesal merasa dipermalukan, terlebih saat suaminya tidak merespons apa pun. Dia seolah menikmati bualan adik iparnya.



"Ibu dan Ayah jangan khawatir. Aku akan berusaha memberikan kalian cucu yang lucu."



Shanum tersedak kuah sup iga yang tengah diseruputnya. Gadis itu tidak percaya bahwa Sabda ikut mengisi drama yang tengah berlangsung. Apa-apaan ini?

Surga yang Terabaikan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang