19. Quality Time

14.2K 677 49
                                    

“Hari ini kudengar papa akan datang ke rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Hari ini kudengar papa akan datang ke rumah.”

Sabda berujar di sela-sela mengancingkan kemeja miliknya. Sementara itu, Shanum di belakang sedang sibuk mengemasi barang. Sabda tampak frustrasi. Sesuatu yang membuat Shanum heran, tidak biasanya Sabda secemas itu.

“Memangnya kenapa kalau papa akan berkunjung ke sini?”

“Masalahnya, aku tidak punya waktu untuk bicara dengan papa.”

Tentu saja Sabda cemas. Hari ini, Sabda akan berangkat ke luar kota karena urusan pekerjaan, tapi barusan papanya memberi kabar bahwa beliau akan bertandang ke rumah untuk membahas hal penting terkait saham yang mereka bicarakan tempo hari.

Sabda yang saat itu tengah terburu-buru terpaksa membatalkan niat papanya untuk datang. Dia bilang akan menemui beliau begitu pekerjaannya di luar kota sudah selesai.

Sabda harus berangkat hari ini, beberapa pakaian dan barang lainnya sudah Shanum masukkan ke dalam koper. Wanita itu tampak repot memastikan tak ada satu pun barang penting yang tertinggal.

“Aku tidak bisa menemui papa sekarang karena jadwalku bentrok.”

“Oh begitu,” jawab Shanum. “Kalau ini memang sangat mendesak, lebih baik kamu segera pergi saja, biar aku yang bilang ke papa kalau kamu sedang ada urusan bisnis.”

Mantel tebal berwarna cokelat yang Shanum temukan di rak gantung menjadi pilihan. Wanita itu membawanya pada Sabda, tidak peduli dengan pekikan protes dari pria itu.

“Bisakah kamu tidak memilihkan pakaian yang warnanya norak? Itu alasanku tidak pernah suka memakai pakaian yang kamu siapkan,” protes Sabda.

“Aku lebih mementingkan kegunaannya ketimbang warna. Lagipula kota tempatmu bekerja itu cuacanya sangat dingin saat malam hari. Kamu juga butuh kehangatan.”

Shanum tetap berdalih, dia tidak peduli dengan pekikan protes dari Sabda. Memangnya kapan Shanum peduli dengan itu? Dia akan melakukan apa pun yang dia mau tanpa mempedulikan Sabda suka atau tidak.

Sebenarnya Sabda tak terlalu menyukai warna cokelat. Namun, karena mantel tersebut adalah pilihan istrinya, tak ada salahnya ia mencoba, bukan?

Ayah mertuanya pernah berkata, “terkadang, pilihan istri adalah pilihan terbaik yang sebenarnya jarang para suami sadari. Nanti, kalau kamu sudah menikah, dengarkan saja apa kata istri. Jangan kata-katamu saja yang harus didengarkan. Sama-sama membina rumah tangga, sama-sama memahami pasangan kita. Itu salah satu resep dari Ayah, agar pernikahan kita kekal sepanjang hayat.”

Teringat dengan pesan tersebut, mau tak mau Sabda menerima pilihan istrinya. Lagipula dia tidak punya waktu untuk berdebat lebih lama.

“Terima kasih,” kata Sabda datar. Namun, hal itu tidak mengurangi rasa bahagia Shanum.

Bahagia sebab semakin ke sini Sabda tak sekeras biasanya, meski terkadang Shanum masih suka kesal setiap kali Sabda membantah semua ucapannya. Untung saja Shanum sudah terlatih menghadapi itu.

Sabda menarik kopernya sambil melangkah keluar dari kamar. Persiapan perjalanan beberapa minggu sudah Shanum taruh di dalam koper besar itu.

Shanum benar-benar sudah terbiasa dengan kepergian Sabda. Pekerjaan suaminya cukup menguras waktu dan tenaga, Shanum selalu bersikeras ingin ikut ke mana pun Sabda pergi. Namun, pria itu tidak pernah mengizinkan.

“Bagaimana, apakah ada yang tertinggal?” tanya Shanum memastikan.

Sabda memeriksa jas yang dia kenakan. Dia pikir semuanya sudah lengkap dan tak ada barang penting yang tertinggal.

“Haruskah aku ikut saja denganmu seperti usul Mama?” tanya Shanum begitu melihat Sabda keluar dari kamar.

“Sudah kubilang jangan suka membantah ucapanku. Aku bisa jaga diri.”

Sabda menanggapinya dengan sinis, padahal Shanum hanya bercanda. Pria itu sangat kaku dan Shanum memahaminya. Entah Shanum yang salah bicara, atau Sabda yang tak bisa diajak bercanda. Setiap kali Shanum menyinggung hal remeh, pria itu selalu menanggapinya dengan emosi. Untung saja dia sudah benar-benar terbiasa.

Lagipula yang selalu menyarankan Sabda agar pergi ke luar membawa istri adalah ibunya sendiri. Kenapa pria itu marah hanya karena ditemani?

“Bisakah kamu menjawab dengan lemah lembut? Aku cuma bertanya saja. Kenapa responsmu selalu menyebalkan sekali, Mas? Lagipula aku tidak peduli dengan hal-hal bodoh yang kamu lakukan di luar sana!”

“Untuk apa kamu ikut? Bukankah kita memiliki kesibukan masing-masing? Baiklah, untuk seminggu ini kamu bisa melakukan apa pun yang kamu suka selama aku tak ada. Aku pergi sekarang. Hati-hati di rumah.”

Bagi Shanum, ini adalah pesan termanis yang suaminya ucapkan setelah lima tahun mereka hidup bersama. Hal itu sukses membuatnya melebarkan senyum.

“Kamu juga hati-hati di jalan. Jangan lupa mengabariku kalau sudah sampai.”

***

“Kita pergi ke tempat lain dulu, bagaimana?”

“Ke mana? Jangan bilang kamu mau mengajakku naik ke puncak gunung.”

Sabda menarik dagu Rania kemudian tersenyum. “Aku ngajak kamu seneng-seneng kok,” ucap Sabda kemudian melepaskan tangannya dari dagu sang kekasih.

Sabda dan Rania kini sedang dalam perjalanan menuju bandara, mereka berdua hendak pergi ke suatu tempat. Tempat yang tentunya jauh dan bebas dari teror Shanum.

Ya, Sabda bohong soal kepergiannya ke luar kota untuk bekerja. Dia pergi ke luar kota untuk liburan bersama Rania. Hal itu dilakukannya agar Shanum tidak mengamuk seperti biasa. Terlebih dia sudah berjanji pada kekasihnya untuk pergi jalan-jalan.

“Aku ingin memperlihatkanmu sesuatu. Sesuatu yang belum pernah kamu lihat sebelumnya.” Sabda tersenyum penuh arti.

“Apa itu? Jangan bilang kamu mau bawa aku ke hutan,” kata Rania sedikit khawatir.

Sabda tertawa mendengar kecemasan Rania, kepala gadis itu dipenuhi tanda tanya tentang rencana Sabda kini. Dia senang bisa menghabiskan waktu bersama pria itu setelah cukup lama dibuat overthinking mengenai siapa wanita di belakang Sabda.

Sebenarnya Rania masih suka kepikiran tentang perempuan cantik yang dia temui tempo hari dan perempuan itu menyebutkan nama Sabda. Rania selalu berharap dia hanya salah dengar, ada banyak sekali nama Sabdatama di dunia ini.

“Setelah satu bulan ini terlewati, aku sadar belum pernah ngajak kamu ke luar pulau menikmati keindahan di sana. Aku sadar kalau kamu butuh refreshing juga.”

“Tumben kamu ngajak aku refreshing, biasanya kamu lebih ngutamain pekerjaan daripada aku.” Rania sedikit cemberut ketika mengatakan hal itu.

“Iya, karena itu aku minta maaf. Mulai sekarang, aku tidak akan mengabaikan kamu dan aku akan membawa kamu ke mana pun kamu mau. Jangan memikirkan soal biaya.”

Rania sedikit tertegun. Setiap hari libur tiba, biasanya dia lebih senang menghabiskan waktu dengan tidur atau nonton drama Korea.

“Jadi, aku tak menerima penolakan sekarang,” ucap Sabda. “Karena pesona pariwisata negara kita itu, bukan Cuma indah. Tapi ... bikin nagih.”

Rania hanya mengernyitkan dahinya. Sebagai seorang introvert, dia tidak terlalu peduli dengan alam atau apa pun. Bisa tidur di rumah, nonton TV, dan baca novel tanpa gangguan adalah kebahagiaan yang hakiki untuknya.

Akan tetapi, usul Sabda tidak terlalu buruk. Liburan sesekali juga perlu, mereka belum pernah jalan-jalan di luar kota sebelumnya. Mungkin akan menyenangkan jika menghabiskan waktu sejenak bersama Sabda seharian.

“Tapi serius, ‘kan, kamu gak ada pekerjaan penting dari kantor? Atau kamu sengaja ambil cuti?”

Sabda tertawa. “Tidak, aku memang sudah menyelesaikan semuanya, makanya bisa ngajak kamu liburan. Jangan cemaskan soal pekerjaanku, kamu hanya perlu menerima saja.”

Mendenga jawaban Sabda, Rania mulai tersenyum antusias. Akhirnya hari indah itu tiba. Dia bisa melakukan quality time bersama kekasihnya. Bahkan lebih membahagiakan lagi, Sabda hendak membawanya ke tempat yang sangat jauh.

“Kalau bohong lagi, aku gak mau diajak jalan-jalan sama kamu,” kata Rania sedikit mengancam.

“Oke, Nyonya Nayaka. Aku akan memastikan liburan kali ini kondusif. Jangan cemas.”

Rania tertawa mendengar ucapan Sabda, dan tanpa diduga Sabda mengecup pipi Rania. Membuat wanita itu terkejut.

TBC
.
.
.
Hayooo, ternyata baiknya Sabda karena ada udang di balik bakwan 🤣
.
.
Cara sederhana untuk menyemangati author, cukup vote, komen, dan share ❤️

Surga yang Terabaikan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang