18. Masalah

74 52 131
                                    

Kedatangan Gesa disambut sengit oleh Bryan, sedangkan si empu hanya mampu menyengir dan menggaruk tengkukknya yang tak gatal.

"Mampus!" pekiknya dalam hati.

"Jam berapa sekarang?!" tanyanya menggertak.

Spontan Gesa melihat jam tangannya. "Anu, em-enam, bang," jawabnya masih dengan cengiran khasnya.

"Kita semua ngadain rapat jam berapa?!"

"Jam lima, hehe."

"Ambil posisi! Push up 50 kali!"

"Yah bang, capek! 30 a-"

"60 kali!" tambahnya.

Gesa langsung bungkam dan memulai hukumannya.

Bryan meninggalkan tempat, dia mengacir pergi menggunakan motornya.

"Dua lima, dua enam, dua sem-"

"Dua tujuh, Bego!" saut Deden membenarkan.

Gesa berdecak dan menatap sengit ke ketiga temannya. "Bacod!"

"Mampus si! Gue bilang langsung ke sini! Lo malah kemana, Bego?!" timpal Sarga.

Gesa menggerutu. "Ke alfamart doang juga, lagian cuma telat satu jam doang!"

"Satu jam, satu jam! Satu jam itu rapat, Gesa! Lo mikir lah, Anjing!" umpat Deden gemas.

"Tiga tujuh, tiga delapan, tiga sembilan! Capek woii! Mending lo diem gak usah pada bacod!"

"Serah lo lah!" pungkas Sarga.

"Btw Anggit mana?" tanya Gesa yang tak melihat keberadaan Anggit.

"Makanya ikut rapat! Jadi tau!"

"Tinggal kasih tau apa susahnya sih, repot amat!"

"Kasih tau, Ga! Jelasin semua yang tadi di rapat, males gue ngomongng sama boneka santet!" ujarnya lalu melenggang pergi.

Gesa memelototkan matanya, dia berdiri dan melepaskan satu sepatunya.

Brak!

"Anjing!" umpat Deden.

Suara gelak tawa terdengar menggema. "Mampus, rasain!"

"Gini nih kalo boneka santet dikasih nyawa!" kesal Deden.

"Mana ada boneka santet seganteng gue, setajir gue, sepin-"

Brak!

Sepatu Gesa kembali dilayangkan oleh Deden. "Makan tuh sepatu buluk!" tandasnya dan langsung berlari kencang dengan tawanya.

"Awas lo, Den! Gak gue kasih contekan fisika besok pagi! Besok ada ulangan, gue gak mau duduk sama lo!"

Samar-samar Deden mendengar teriakan Gesa. Dia meneguk saliv-nya kasar. "Mampus!"

Dia berbalik dan mendekati Gesa. Sedangkan Sarga menggeleng bosan. "Punya temen gak guna banget!" katanya dan melenggang pergi.

"Apa lo! Kita udah gak friend, ya! Gak usah lo kasih tampang memelas! Muka lo itu udah kayak pel-pelan gak usah dijelek-jelekin kayak gitu! Gak mempan!"

"Gesa~" rengeknya dengan nada merayu.

Gesa bergidik mendengarnya. "Najis lo kayak banci!"

Tampangnya berubah pias. "Lo jangan gitu dong, bro! Gue kasih duit deh, tapi kasih gue con-"

"Gue udah bau uang, gak perlu lo kasih!" potongnya.

"Lo kok gitu, gini ya, gue pernah denger, kata pepatah kalo pelit kuburannya sempit!"

Sudut Rasa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang