"Lo gak pulang?"
Gemini memicingkan matanya, abang kedua Airin ternyata begitu menyebalkan.
Sudah berulang kali kalimat itu terlontarkan, dan berulang kali pula dia menjawab dengan dongkol.
"Kok lo ngusir mulu sih?"
"Udah malem, lo gak liat?"
"Iya gue tau, tapi bisa gak sih gak usah ngusir-ngusir gitu?! Perasaan yang jadi temen gue bukan lo, dan gue kesini karena dia, bukan lo! Kok lo yang sewot!" geram Gemini.
"Gue abang dia, gak salah kalo gue nyuruh lo pulang, lagian lo cewek gak baik pulang tengah malem."
"Kan bisa lo nganterin gue, gitu aja ribet." Gemini semakin dongkol.
Perasaan waktu pertama kali ia bertemu dengan orang ini tidak semenyebalkan ini, tapi mengapa sekarang terlihat seperti tak suka dengan kehadiran dirinya?
"Gue bukan abang gojek yang dengan senang hati numpangin lo pulang."
"Dasar nyebelin! Gue kira lo gak semenyebalkan ini!"
Suara tapak kaki mengalihkan perdebatan keduanya. Airin dengan kaos oblong serta celana pendeknya menghampiri keduanya.
Gemini mendengus kesal. "Lama banget sih! Gue kesel deket-deket sama manusia kayak ini!" tunjuk Gemini di depan muka Galih.
"Lo pikir gue suka deket-deket sama lo?" saut Galih tak terima.
"Ah! Bacot lo!"
Galih mendelik. Gadis di depannya ini sedikit toxic.
Galih tidak tahu saja, Gemini bisa jauh lebih toxic dari pada ini.
"Lo apain Gemini, Lih?"
Galih menatap Airin tak suka, dia kembali memanggilnya tanpa embel-embel 'bang'.
"Gak gue apa-apain, orang cuma gue suruh pulang."
Airin memiringkan kepalanya, matanya sedikit memicing.
Benarkan Galih menyuruh Gemini pulang? Bukankan tadi dia kesenengan karena sahabatnya yang satu ini singgah di rumahnya?
"Lo ngusir Gemini? Bukannya tadi lo kegir--"
"Udah malem, gak baik cewek pulang larut," sautnya memotong ucapan Airin.
Bisa gawat kalau Airin membeberkannya.
Satu alasan dia menyuruh Gemini pulang bukan karena ia tak suka dengan kehadirannya, melainkan suasana hatinya yang nampak tak bersahabat.
Degup jantungnya yang berirama lebih cepat dari biasanya, dan itu sungguh mengganggu dirinya.
Sudah lama semenjak putus dengan Rani, dia tak merasakan kondisi ini lagi, dan sekarang dengan hanya mendengar suara sahabat adiknya mampu membuat jantungnya tak terkendali.
Galih menyukai Gemini? Maybe yes, maybe no.
"Tuhkan abang lo nyebelin!"
Airin menggelengkan kepalanya pelan. "Ya udah pulang aja gih!"
"Kok lo ngusir juga?! Gue mau nginep!"
"Gak!"
Bukan suara Airin, melainkan Galih yang sudah berdiri dengan kedua tangan bersedakep dada.
Apa jadinya kalo Gemini menginap, Galih benar-benar tersiksa.
Bibir Gemini mengerucut, dia sebal dan dongkol.
Dengan kekesalannya Gemini mengambil ponselnya, ia rasa ia butuh sosok Deden untuk saat ini.
"Denis! Jemput gue!" pekiknya saat panggilan tersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Rasa (On Going)
Teen FictionQ : Covernya kok ga sesuai cerita? A : Ceritanya belum selesai sayang, tunggu sampe selesai nanti paham. Yang menghilang kini kembali datang, tak pernah ia bayangkan jika dia kembali untuknya. Rasa senang melekat pada dirinya. Namun ... ada satu hat...