Sedikit cerita, aku sedikit sedih, gak sedikit sih tapi banget banget banget sedih, beberapa kali aku update beberapa readers aku ada yang gak keliatan, mereka bener-bener yang nyemangatin aku dari cerita aku yang pertama, dia yang bikin aku bangga sama karya aku, tapi sekarang gak keliatan, entah dia lagi hiatus atau udah gak baca ceritaku lagi, intinyaa aku kangen🙃
Semoga kalian selalu sehat yaaa, sayang kalian banyak².
Buat kalian yang baru baca ini cerita, jangan gampang bosen ya, terima kasih.
***
"Sehebat apa dirimu sampai kau lupa jika kita pernah bersama saat susah dulu."
___G___
***
Setelah perbincangan panas beradu, nafas Airin yang menggebu-gebu membuat dirinya tak kuat lagi menahan semuanya, ia lebih memilih pergi ke kamarnya, dia membiarkan abangnya meneriaki namanya, Airin seolah-olah menutup telinganya.
Dia lelah, dia hanya ingin memejamkan matanya hingga pagi esok menjemputnya, dia merapalkan doa sebelum memejamkan matanya rapat-rapat.
🔥🔥🔥
Markas Flame's kini dipenuhi sebagian anggotanya, kali ini Bryan hanya membawa kurang lebih 40 anggota termasuk dirinya.
Kini sebagian orang sedang uring-uringan menunggu sang wakil ketua, Anggit terkekeh, biasanya dia yang selalu telat, kini giliran sohib satunya yang telat, Sarga dan Deden hanya menggelengkan kepalanya geli.
"Stres dia, Ga!" ejek Deden menunjuk Anggit.
"Temen lo itu!" Sahut Sarga, "kayaknya dia belum diruqyah deh, Den. Coba diruqyah dulu."
"Gue bukan pawang dia, ngeri gue," jawabnya terkekeh.
Anggit sadar akan dirinya yang sedang disindir, namun dia bodo amat, dia sedang bergelayut ria dengan pikirannya, kali ini Gesa lah yang akan disemprot oleh Bryan.
"Gak bisa dibiarin ini Den, bahaya," ujarnya mengeplak bahu Deden.
Bryan membiarkan mereka untuk mengobrol, sesekali matanya menelusuri sisian jalan, belum terlihat tanda-tanda Gesa datang, dia berdecak sebal.
"Ga! Coba lo telfon adek lo!" Ujar Bryan yang membuat Sarga bingung, dirinya tak mempunyai adik, jikalau ada, dia hanya mempunyai adik sepupu.
"Gue gak ada adek Bos, lo lupa?"
"Ck, Gesa!"
Sarga ber oh ria, saat dirinya akan mendial nomor Gesa, lampu motor menyorot dari arah depan, mereka menggelengkan kepalanya, mempunyai wakil ketua yang bar-bar dan bobrok.
Sang empu melepaskan helmnya, memandang ke semua temannya sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Malem kawan, hehe."
Lihatlah, dia tak mempunyai rasa bersalah.
Sebagian terkekeh dengan tingkah Gesa, Anggit bahkan terlihat sangat senang sekarang, melihat Bryan yang sedang kesal melihat Gesa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Rasa (On Going)
Teen FictionQ : Covernya kok ga sesuai cerita? A : Ceritanya belum selesai sayang, tunggu sampe selesai nanti paham. Yang menghilang kini kembali datang, tak pernah ia bayangkan jika dia kembali untuknya. Rasa senang melekat pada dirinya. Namun ... ada satu hat...