20. Aya, bukan Ara

50 42 93
                                    

Targetnya gak nyampe
Ga jadi double up

Tapi gpp, makasiih ya udah mau mampir💙

***

Suara isakan tangis masih menggema. Bedanya bukan lagi di ruang tamu melainkan di kamarnya sendiri.

Duduk di dekat jendela, Airin terisak. Bukan karena bentakkan Alan, melainkan kekecewaannya kepada Alan yang meremehkan barang kesayangannya.

Yang dibilang 'cuma' adalah barang kesayangannya. Bukan masalah harga, kualitas, ataupun masih bisa dibeli dengan motif yang sama, tetapi dilihat dari siapa yang memberinya.

Mungkin jika Akhis masih di dekatnya dia tak akan selara ini.

Matanya memanas dan sulit untuk terbuka.

🔥🔥🔥

"Lo kenapa sih, bang?!" pekiknya.

Galih tak tega melihat adiknya dengan keadaan seperti tadi.

"Airin adek gue! Kalo dia punya masalah, berarti itu juga masalah gue! Tega banget lo bikin dia takut sendiri sama suara lo!"

Rahang Alan mengeras, tangannya mengepal. "Lo tau buat ulah apalagi adek lo itu?! Lo ngerti, hah?!"

Nafasnya naik turun. "Mukulin anak orang sampe masuk rumah sakit! Coba lo bayangin seberapa nakalnya dia sekarang?!"

Galih menegak ludahnya kasar. Adiknya benar-benar berubah.

"Lo ngerti?! Dia hampir digugat masuk penjara! Masih mau belain?! Airin itu udah gede, Lih! Dia harusnya mikir sebelum ngelakuin apa-apa!"

Bibirnya masih mengatup, masalah apa yang sebenarnya dilakukan Airin.

"Dan lo tau?! Dia dikeluarin dari sekolahnya! Puas lo!"

Alan pergi setelahnya.

Galih mematung di tempat. Senakal itu adiknya? Ia pikir tidak.

Ia meraup wajahnya kasar, berlari cepat menaiki tangga.

Kakinya berhenti di depan kamar Airin. Tak menunggu lama ia membukanya.

Gelap yamg pertama kali dia lihat, dan isakan yang pertama kali dia dengar.

"Airin ... abang mau bi--"

"Pe-pergi, hiks hiks, ja-jangan kesini! Pe-pergi."

Suaranya teredam oleh tangis.

Galih seakan terluka mendengar suara Airin, dia keukeuh mendekati Airin yang duduk di samping jendela.

Ikut berjongkok dan merapikan rambut Airin.

Airin tersentak. "Ja-jangan pegang! Pe-pergi!"

"Dek--"

"Pergi gue bilang!" bentak Airin mendongakkan kepalanya, matanya dipaksa terbuka.

Galih terjingkat. "Rin, abang mau--"

Sudut Rasa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang