27. Toleransi

18 11 71
                                    

Pliiiis kangen bangeeet samaaaa tokoooh iniii apalagii sama gesaaa

Siapaa nii yang nunggu ceritaa iniii, semoga masih pada sukaa yaaaa💙💙💙

Oh ya, buat part ini pliis baca secara keseluruhan jangan setengah-setengah yaaaa, takutnya nanti dibilang rasis😭🤣

Beneran looh, baca sampe tuntas, sampe akhiiir😭

Cus, langsung baca

Happy reading

Guyuran hujan di kota metropolitan ini terlihat menyejukan. Tidak ada petir apalagi guntur yang memekakan telinga.

Aroma tanah yang menguar menyampaikan kehangatan bagi yang menghirupnya, sepi hampir menyelimuti sebagian ruang hidup di SMA Kartika.

Jam yang menunjukan angka 16.00 membuat sekolah tampak lebih sunyi. Kendaraan berlalu lalang juga tidak cukup padat.

Dingin menusuk kulit sang gadis yang tak terselimuti kain, membuat si empu mengusap lembut lengannya berulang kali. Wajahnya seperti embun di pagi hari, dengan rambut yang tampak acak kadul.

Duduk ala kadarnya, Airin menunggu hujan reda di halte seorang diri. Sebelum hujan mengguyur, Gemini lebih dulu dijemput oleh ayahnya.

Nafasnya terbuang berat berulang kali, seolah menyampaikan pesan tersirat kepada hujan untuk tidak turun di waktu ini.

"Langiiit! Bisakah kau turunkan aku pangeran untuk menjumpaiku? Aku sedang kesepian dibalik angin dingin yang menerpaku ini!" celutuknya teramat bosan.

"Demi apapun! Ini dingin bangeet!" ucapnya melirih.

Tidak ada tanda-tanda orang menjumpainya. Dia membuang nafasnya lebih berat.

Kakinya ia naikkan, tasnya ia gunakan untuk menutupi sebagian kakinya yang terlihat.

🔥🔥🔥

"Saya 'kan udah bilang bu, saya gak mau belajar kalo saya gak mau, kok ibu maksa mulu," gerutunya sebal.

Bu Gina tampak frustasi, helaan nafasnya berulang kali terdengar. "Ibu gak minta kamu buat belajar Gesa, ibu cuma mau kasih beberapa materi kelas dua belas yang sepertinya akan keluar di olimpiade besok."

Gesa berdecak. "Materi apa lagi si bu, bosen saya dengernya."

"Kalo kamu gak pinter udah ibu mutilasi!" desisnya.

Gesa bergidik. "Ya udah buruan bu, saya ada kepentingan lain, seharian ini saya belum ketemu pacar saya."

"Halah! Kayak punya pacar aja!"

"Lah?! Ibu ngremehin saya? Gini-gini saya cakep, saya liat-liat ibu juga naksir sama saya!" balasnya memberikan kerlingan mata.

Gesa terkekeh melihat ekspresi kecut dari Bu Gina.

"Iya naksir! Naksir pengin mutilasi kamu, biar ginjal kamu saya jual, lumayan 'kan buat isi saldo gopay!"

Shit! Demi bapak konghuan yang gak pernah keliatan, guru ini terlampau mengerikan.

Bisa-bisanya bercandanya sampai mau isi saldo gopay pakai uang hasil jual ginjalnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sudut Rasa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang