Aku terperangah melihat Papi tiba-tiba bangkit. Kemudian secepat kilat mendaratkan tamparannya di kedua pipi Mas Reno, sampai berkali-kali.
Aku dan Mami sampai terpekik melihatnya. Aku baru pertama kali melihat, Papi marah sampai seperti ini. Papi adalah lelaki berwibawa, ketika marah biasanya Papi lebih memilih diam dan berbicara dengan bijak ketika dirasa waktunya tepat.
Namun, kali ini kulihat napas Papi terengah-engah, matanya seakan mau meloncat keluar dari tempatnya, rahangnya mengatup dan giginya sampai gemeletuk.
"Anak kurang ajar!" umpatnya. "Memalukan!"
Dilayangkannya sekali lagi telapak tangannya. Hingga bunyi ceplak terdengar cukup keras ketika telapak tangan itu mengenai pipi kiri Mas Reno.
Mas Reno hanya diam dan pasrah dengan apa yang diperbuat Papi. Seolah ia menerima dan merasa pantas diperlakukan seperti itu.
"Pergi!" bentak Papi. "Pergi sebelum kubunuh kamu dengan tangaku sendiri! Pergi!"
Mas Reno bergeming. Ia tak peduli dengan ancaman Papi.
"Sisil!" seru Papi. "Kalau kamu ingin gugat cerai bajin*an ini, Papi bantu sampai selesai!" ucapnya. "Dia bukan anak Papi lagi! Mulai besok, kamu gantikan posisi dia di kantor! Semua harta atas nama dia akan Papi urus menjadi milik kamu!"
"Papi, Reno mohon! Papi boleh serahkan semua pada Sisil, tapi jangan suruh Sisil menceraikan Reno, Pi! Reno mohon!" Mas Reno berlutut di kaki Papi. "Reno mengaku salah, Pi. Reno enggak mikir panjang. Reno memang salah. Tapi tolong jangan pisahkan Reno dengan Sisil! Reno cinta sama Sisil, Pi!" Mas Reno tergugu. Keningnya dia tempelkan pada kedua lutut Papi.
"Lepas, Breng**k!" teriak Papi sambil menendang tubuh Mas Reno. "Enyah dari hadapanku!"
Mami terlihat ketakutan. Tangannya mencengkeram lenganku erat. Berkali-kali wanita yang biasanya tegas itu menyembunyikan wajahnya. Ini memang pemandangan baru, setelah puluhan tahun aku berada di keluarga ini.
"Reno mohon, Pi! Beri Reno kesempatan untuk memperbaiki kesalahan Reno! Reno enggak mau pisah dengan Sisil, Pi! Reno cinta sama Sisil!" Mas Reno tak peduli tubuhnya ditendang-tendang Papi. Dia tetap bergeming, meminta ampunan Papi.
"Pergi, Breng**k!" teriak Papi menggelegar di ruangan ini.
Aku terkejut saat tiba-tiba pintu terbuka. Terlihat dua orang berseragam sekuriti memasuki kamar.
"Maaf, Pak. Mohon jangan membuat gaduh di sini!" ucap sekuriti yang posisinya di depan.
"Bagus kalian datang," ucap Papi. "Bawa cecung*k ini keluar dari sini!"
"Enggak, Pi! Reno mohon, Pi!"
Kedua sekuriti tersebut menuruti perintah Papi. Mas Reno diseret paksa keluar dari kamarku. Bahkan mungkin dari rumah sakit ini.
Kami bertiga membisu seperginya Mas Reno bersama dengan dua sekuriti. Aku benar-benar tak menyangka, reaksi Papi seperti ini.
Beberapa saat kemudian, Papi mendekatiku dan Mami yang masih sama-sama terisak. Diambilnya kedua tanganku.
"Maafin Papi, Sil! Maafin Papi!" ucapnya dengan raut wajah begitu sedih.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala. Tak pantas Papi meminta maaf kepadaku.
"Papi sudah gagal mendidik Reno. Maafin Papi, Sil!" lanjutnya.
"Enggak, Pi. Papi enggak salah. Papi ayah yang sempurna. Mas Reno saja yang mungkin dibutakan cinta," jawabku.
"Papi malu sama kamu, Sil."
"Enggak, Pi. Papi orang tua yang sempurna untuk Sisil dan Mas Reno."
"Kamu kalau mau urus perceraian, bilang sama Papi!" perintahnya. "Besok setelah kamu sembuh, langsung ke kantor! Kamu gantiin posisi Reno."
KAMU SEDANG MEMBACA
STATUS WA SUAMI
SpiritualSuami yang bersikap manis ternyata tak mampu menjadi jaminan ia setia. Begitu yang dialami Sisilia. Reno, suaminya selama delapan tahun pernikahan bersikap begitu manis dan romantis. Namun, tak dinyana ternyata dia telah menikah lagi dengan Bulan, m...