03

434 64 28
                                    

Minggu pagi–bukan, Minggu subuh lebih tepatnya–pukul lima, Lucas memutuskan untuk marathon di sekitar komplek apartemen hingga taman kota. Kepalanya penat. Bukan karena masalah perkuliahan ataupun pekerjaan sampingan. Melainkan karena 'sesuatu' yang mengusiknya beberapa waktu lalu.

Lucas menggeleng berkali-kali ketika potongan gambar saat ia tidak sengaja membuka pintu WC dan mendapati Hendery sedang duduk di atas kloset tanpa menggunakan celana.

Jujur, itu kali pertamanya Lucas melihat bagian bawah tubuh teman sekamarnya itu secara gamblang, dan ya, tidak munafik jika kaki Hendery ternyata tipikal kaki yang cukup teramat indah dipandang mata untuk ukuran kaki pria.

Terutama pangkal pahanya yang terlihat mulus dan seputih susu layaknya seorang gadis.

Astaga.

Lucas membuang jauh semua pikiran kotornya dan mulai berkonsentrasi dengan tujuan utamanya marathon di pagi buta: menjernihkan pikiran.

Walaupun sesampainya di apartemen, ia kembali di hadapkan pada realita.

"Oke, makasi ya."

Lucas mendapati Hendery sedang tersenyum ramah sembari menerima paket dari seorang kurir di ambang pintu. Terlepas dari itu semua, fokus Lucas tak luput dari kaki mulus teman sekamarnya itu karena demi apapun, saat ini Hendery sedang mengenakan celana pendek rumahan sepangkal paha.

Entah mendapat dorongan darimana, Lucas bergegas menghampiri sahabatnya tersebut selepas kepergian sang kurir. "Lain kali jangan pake celana pendek kalau lagi nerima tamu."

Mendengar nada bicara Lucas yang tinggi dan keras sempat membuat Hendery heran sejenak. Apalagi bahasannya tentang... celana pendek?

"Suka-suka gue dong!" balas Hendery sengit.

Seolah mendapat tamparan secara tak langsung, Lucas pun sadar diri dan memilih untuk tidak berdebat.

Menonton Hendery yang sedang membuka paket dalam diam menjadi pilihan aman bagi Lucas.

"Lho, lo kan udah punya sepatu itu," Yang dimaksud Lucas adalah sepatu pink pemberiannya kepada Hendery beberapa waktu lalu. Tapi sekarang sepatu yang sama berada di balik paket tadi.

"Ini buat Yuqi. Dari dulu dia selalu bilang pengen sepatu pink yang kayak punya gue. Ya udah, gue beliin aja."

Pernyataan tadi sontak membuat Lucas melipat kedua lengannya di dada-gelagat yang mengindikasikan adanya pembicaraan serius di antara mereka. "Lo serius pengen deketin Yuqi?"

Hendery pun mendongak dan dengan lantang menjawab, "Iya."

Lucas mengangguk kecil beberapa kali. "Oke. Kalau gitu gue lepasin Yuqi buat lo," ucapnya sambil berlalu pergi.

"Kenapa?"

Langkah kaki si pria yang lebih tinggi pun terhenti, namun tubuhnya belum mau berbalik arah.

"Karena lo udah ga suka lagi sama dia?" Hendery bertanya kepada Lucas yang sedang membelakanginya. "Atau, lo cuma mainin perasaannya dia?"

Untuk kali ini, Lucas merasa perlu untuk meluruskan sesuatu. Ia pun berbalik menghadap sang sahabat yang menuntut jawaban darinya.

"Gue-ga-pernah-mainin-perasaan-orang-lain," jawab Lucas dengan penuh penekanan di setiap katanya.

Walaupun sempat meragukan hal tersebut, tapi untuk saat ini jawaban itu mampu membuat Hendery puas. "Oke. Syukur deh kalau lu emang beneran ga ada niat mainin perasaan orang lain." Ia bangkit dari kursi dan hendak berlalu pergi. Tapi kakinya berhenti sejenak karena teringat akan sesuatu. "Ah, satu lagi. Gue cuma mau ngasih tau kalau Yuqi itu bukan barang yang bisa lu oper, ataupun lu buang gitu aja. Inget itu, Kas."

I Date My Bestie // LuHenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang