Sungguh setelah kejadian hari itu Miran tidak memberi kabar apapun lagi kepada Jimin-ia tidak membalas pesan yang Jimin berikan-banyak sekali, dia mengirimi boom message keesokan harinya, dan dia masih menge-spam kanal chat Miran sampai sekarang; sampai Jungkook sudah harus kembali ke Korea karena ibunya terpeleset di kamar mandi.
Ia sengaja menjauhi Jimin kendati tak ingin dipermainkan lebih jauh lagi, dan ia tak ingin menjadi orang ketiga di hubungan seseorang-karena pada dasarnya ia sangat membenci orang yang memakai gelar seperti itu dan gelarnya juga.
"Psst, aku akan mengantar pesanan dulu. Kau jaga toko ya," kata Moira yang sudah siap dengan tiga kantong plastik dengan isi berbeda dan lokasi yang berbeda juga, di tangan satunya ada kunci mobil.
"Kurasa kau harus segera mencari pekerja pria, Moira..." kata Miran sembari geleng-geleng sendiri. Gadis itu rajin sekali bolak-balik ke sana dan ke mari hampir tiap jamnya.
Karena ini waktu senggang, Miran bisa menikmati jam kosongnya dengan memakan atau meminum sesuatu yang ada di kafe ini. Jadi tangannya kembali bergerak membuat cokelat panas untuk ia sajikan kepada diri sendiri. Tidak lama kemudian bel kafe terdengar, Miran sedang membelakangi kasir karena sedang menuangkan minumannya, jadi ia hanya menyambutnya menggunakan kata-kata saja. "Selamat datang, apa yang ingin kau pesan?"
Butuh selang beberapa detik untuk sang pelanggan menjawabnya, "Bagaimana kalau sebuah kue bentuk hati dengan satu private room dan juga wanita yang sedang menuang cokelat dihadapanku?"
Miran merotasikan kedua matanya sembari menghembuskan napas jengah, ia menghentak teko panas itu ke atas meja sekaligus dengan gelasnya. Tanpa menoleh pun ia sudah tahu siapa dia dari suaranya saja. Ketimbang meladeninya, Miran memilih meneruskan lagi kegiatannya hingga akhirnya minumannya tertuang rapih di dalam cangkir berwarna putih tersebut.
"Nona? Bagaimana dengan pesananku?" tanya Jimin yang masih tak beranjak dari kasir.
"Pergilah, kau membuang waktuku," titah Miran dan memilih menyeruput cokelat panasnya dengan nikmat ketimbang meladeni Jimin yang mulai banyak tingkah. Ini lumayan menenangkan, terlebih ini mulai memasuki musim gugur-hawa dingin mulai bermunculan.
Pria itu terkekeh pelan, menggulung kemeja kuning kotak-kotaknya yang mungkin sudah menjadi hobi atau mungkin kebiasaan tak disadarinya-menampilkan sebuah jam tangan mencolok yang pastinya memiliki nilai ratusan juta mendekati 1 miliar.
Tentu bagi Jimin itu hanyalah hal kecil lantaran dia lah pemilik perusahaan yang membuat jam tangan itu, dan katanya ia sendiri yang mencetuskan idenya. Miran membacanya dari media berita digital di ponselnya. Merk dagang jam tangan Jimin sudah tersebar luas di seluruh penjuru dunia, terkadang baru saja ia meluncurkan jam terbaru dan langsung ludes terjual habis. Mungkin kekayaannya benar-benar sudah tak terhingga lagi.
Banyak wanita yang mengagumi Jimin karena tampang bercampur kekayaannya, apa kata mereka kalau melihat Jimin di sini mengemis-ngemis perhatian dari pegawai kafe. Atau bahkan memujanya bak seorang dewi?
"Ayolah Kwon Miran, berkencanlah denganku...."
Tuk. Miran menghentakkan cangkirnya di atas meja, oke kesabarannya telah mencapai limit. Matanya menatap tajam sosok Jimin di depan sana yang tengah memohon-mohon juga dengan matanya. "Berhenti mempermainkanku, aku tidak ingin menjadi selingkuhanmu," cetus Miran dan pada akhirnya memilih mengambil kembali cangkirnya setelah berhasil mencuri satu potong kue oreo yang ia letakkan di piring dan membawa dua hal itu ke salah satu meja di pojokan.
Ketimbang menghabiskan tenaga untuk marah kepada Jimin, ia lebih memilih menghabiskan tenaga untuk mengunyah kue kesukaannya ini. Kwon Miran bisa gila karena ketidakwarasan Park Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
STARTED BY MISTAKE | PJM
FanfictionSatu hal terumit yang pernah Miran temui di sepanjang kehidupannya adalah-bertemu dengan Jimin. Malapetaka yang mampu memporak-porandakan hatinya. Jimin mengajarkannya apa itu jatuh cinta dan apa itu patah hati. Jimin mengenalkannya pada pengkhianat...