04. Stop it or I'll kiss you

673 104 11
                                    

"Kalau begitu jadilah istriku. Kau bisa menghamburkan uangku sesukamu," kata Jimin dengan nada yang seduktif, rautnya berubah nakal, bahkan sempat-sempatnya dia mengulum bibirnya dengan lidahnya.

Tanpa diduga—Miran malah menendang perut Jimin dengan santai dan tidak berdosanya. "Bajingan! Aku tidak mau kalau begitu." Miran spontan turun dari atas meja sembari terus mendekap Muffin seperti anaknya sendiri.

Jimin yang masih kesakitan tertawa melihat reaksi Miran, sebelum Miran berhasil berjalan—pria itu sudah lebih dulu meraih betis Miran dan menaruhnya kembali di atas meja dapur. Membuat Miran meronta-ronta dan berteriak bak orang gila.

Jimin masih tetap tertawa di saat Miran menatapnya tajam, memang menyebalkan. "Maafkan aku, aku hanya bercanda," katanya sembari mengelap atas bibirnya, lalu beralih mengusap rambutnya ke belakang. Miran tidak tahu apakah itu gerakan spontan atau hanya ingin menebar pesona saja.

"Baiklah, 10 juta untuk sebulan. Tetapi syaratnya; kau harus berhenti bekerja di kafe. Karena mungkin kau akan sibuk mengurus anak-anakku," tawar Jimin dengan tawaran yang benar-benar menggiurkan. Sejujurnya gaji yang ia terima kalau bekerja dengan Jimin benar-benar menguntungkan ketimbang bekerja di kafe.

"Eung ... call!" pekik Miran sembari meloncat turun dari meja. Tiba-tiba saja dia mengulurkan tangan, yang langsung dibalas cepat dengan Jimin. "Senang berbisnis denganmu, Jimin-ssi." lalu setelahnya dia pergi melenggang menuju meja makan dengan perasaan senang. Sedangkan Jimin hanya menggeleng memaklumi sembari terkekeh dan mendekati Miran (hm ... setuju!)

★ ✰

"Sejujurnya aku tidak marah kalau kau memiliki pekerjaan baru dan gajinya lebih besar, tetapi aku mempermasalahkan sikap Jimin kepadamu. Bukankah dia terlalu berlebihan? Kau tidak curiga padanya? Bukankah aneh pekerjaan kecil seperti mengurus hamster bisa mendapatkan gaji sebesar itu? Sepertinya kau memiliki sesuatu yang Jimin incar... aku kurang mempercayai pria seperti itu, Miran..." Moira berkata, setelahnya ia menyeruput cairan kopi yang tercampur krim manis di dalam cangkirnya. Gadis itu duduk di tepian meja kasir—bersebrangan dengan Miran di meja dapurnya.

"Tetapi pekerjaan ini menguntungkanku. Kalau bekerja di kafe, terkadang aku merasa takut tertangkap basah oleh ayahku. Meskipun mencurigakan—tenang saja, aku pasti bisa menjaga diriku, Moira..." Miran mencoba membujuk Moira lagi, sebenarnya kalau Jimin tidak memberikan syarat harus berhenti bekerja di kafe—Miran sendiri tak mau. Dia lebih baik membagi waktunya dan mendapatkan lebih banyak uang dari dua pekerjaan yang ia dapatkan.

"Kau pasti marah ya karena aku memilih bekerja dengan Jimin ketimbang denganmu?..." tanya Miran dengan hati-hati, tangannya yang gugup berusaha mengaduk-aduk kopi di tangannya.

Moira menggeleng sambil melotot, "Justru aku senang karena kau memiliki pekerjaan dengan gaji yang lebih besar di sini. Tapi ... akan lebih baik kalau pekerjaan itu bukan berasal dari Jimin. Kau ini kenapa bekerja sih? Kau ini kan calon penerus perusahaan ayahmu!"

Miran menggaruk tengkuknya, "Itu belum jatuh tempo, ayahku masih memegang kuasanya. Tetapi sebelum memegang alih perusahaan itu, tentunya aku harus bekerja sebagai bawahannya dulu. Tetapi entah kapan hal itu akan terjadi, mungkin satu atau tiga tahun ke depan—aish, seharusnya lebih cepat kan lebih baik..." kata Miran yang pusing memikirkan itu semua dan memutuskan menyeruput kopinya, "Lagipula, kalau aku memiliki gaji besar sebelum bekerja di perusahaan ayahku—pastinya itu akan lebih bagus. Aku seperti mesin pencetak uang yang tak ada hentinya. Aku bisa membeli ini dan itu dengan uangku sendiri!"

Moira menggeleng-geleng sembari tersenyum memaklumi, "Iya, iya, memang dasarnya kalau menyangkut uang—kau lah yang pertama."

"Jadi itu tandanya aku dibolehkan untuk bekerja di sana?" tanya Miran dengan nada yang sedikit antusias.

STARTED BY MISTAKE | PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang