12. What Happen with Her

491 81 21
                                    

happy reading ♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

happy reading ♡

Pada kenyataannya Miran bukanlah sosok yang benar-benar kokoh seperti baja di dalamnya, ia sama-hatinya mudah hancur lebur karena sebuah akibat, ia mudah rapuh terlebih karena faktor kekurangan kasih sayang. Namun ia tak ingin menyalahkan siapapun, Dahulu sekali-Mama pernah bilang kalau menjadi wanita itu harus tangguh. Miran merutuki dirinya yang masih terus menitikan air mata di hadapan rembulan yang bersinar terang malam ini.

Menurut Miran, perihal cinta seharusnya memang tak perlu ditangisi-terlebih kalau itu karena disakiti akibat ada yang lain. Jimin saja tak peduli bagaimana perasaannya, kenapa Miran harus menangisi pria yang tak memperdulikannya sama sekali?

Namun terkadang hati dan benak kita sering memiliki manifestasi berbeda, mereka terkadang tak bergerak pada pegangan yang sama. Hati Miran benar-benar sakit, ia juga manusia, ia bisa merasakan emosi, dan yang hanya ia inginkan hanyalah menangis. Bukan menangis karena harus mengakhiri hubungan dengan Jimin, tetapi lebih menangisi watak Jimin yang bisa berubah secepat itu. Ia ingat bagaimana pria itu mengejarnya waktu dulu, sifatnya lembut, seperti wujud malaikat yang diutus ke bumi.

Ia bahkan sering menolong wanita lain di kala hampir terjebak dalam pelecahan seksual, Miran bahkan sampai memberinya gelar superhero. Lalu Jimin juga teramat penyayang-bahkan Miran ingat bagaimana ia berkata kalau Jimin lebih menyayanginya ketimbang keluarganya sendiri. Sekarang ia merutuki segala kebodohannya, mencabut predikat-predikat konyol tersebut yang tersemat di dalam diri Jimin.

Jimin mengiriminya pesan dan meneleponnya sedari tadi, namun ia tak berniat sama sekali membukanya-bahkan menyentuh ponselnya pun tak ingin. Ia juga tak memiliki tenaga untuk melakukan itu. Seluruh tubuhnya lemas akibat menangis. Ia lega bisa mengetahui kejadian itu di hadapannya sendiri dan menyelesaikan segala urusan menjanggal ini.

Jimin sudah berhenti mengusiknya mungkin sekitar lima belas menit yang lalu, sepertinya pria itu sudah lelah. Ah entahlah, entah lelah atau mungkin mulai tak peduli. Miran memilih memunggungi jendela yang menampakkan sosok rembulan yang terang benderang di atas sana. Tak lupa ia mengusap wajahnya terlebih dahulu dengan tisu basah wajah agar paginya tidak terlihat terlalu bengkak. Ia tahu ia akan tak memiliki tenaga untuk berjalan ke manapun, jadi ia mempersiapkan semuanya termasuk air untuk diminum.

Tiba-tiba saja jendelanya diketuk-ketuk. Miran yang terkejut dan terusik mencoba berbalik-namun ternyata pilihannya salah, Park Jimin menunggunya di balik jendela. Ia menghembuskan napas lega, lalu memberi aba-aba untuk membukakan Miran jendelanya.

Sedangkan Miran menghela napas kesal, lalu menggeleng dan mengatakan; "Pergilah." kemudian gadis itu memilih kembali membekap tubuhnya dengan balutan selimut yang menutupi tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Benar-benar tak ingin peduli lagi meskipun ia masih memiliki perasaan yang sama. Namun untuk bedebah seperti Jimin sepertinya tak layak untuk diberi kesempatan.

STARTED BY MISTAKE | PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang