malam jumat aku lupa update :))
Tak ada yang bisa Miran lakukan selain hanya duduk di dalam ruangan tidur milik Jimin sembari bergerak gelisah. Ia takut sesuatu berpengaruh akibat ulahnya, kalau itu klien yang ingin mengajak kerja sama—ia takut mereka batal mengerjakannya karena ulah Miran.
Persoalan Jimin yang memanggilnya sebagai adiknya—Miran memang merasa tersentak dan sedikit sakit hati, namun ia mengerti keadaannya, ia rasa itu tak perlu dibesar-besarkan, ia bukan anak kecil lagi. Ia sudah mengerti kalau itu keadaan darurat, kalau Jimin tak mengatakan pada mereka kalau Miran adalah adiknya—mungkin sesuatu yang lebih buruk akan terjadi. Namun diam-diam Miran juga bertanya-tanya di dalam benaknya; Kenapa ia tidak jujur saja?
Beberapa lama kemudian terdengar suara pamitan dari luar sana, Miran sedikit menguping, dan sepertinya para tamu sudah akan pulang. Tatkala sudah tak ada lagi suara yang menggeroti ruang tamu—Miran bergulir keluar, menemukan Jimin yang sedang membereskan beberapa confetti, balon, kertas krep dengan muka masam. Iya, tadinya Miran ingin melepaskan itu semua karena mungkin akan membuat Jimin jadi malu—namun Jimin bilang tidak usah karena itu hanya akan memperlama dan membuang waktu para tamunya.
"Jimmie!" pekik Miran dengan nada berbisik, bersembunyi di balik dinding. "Apakah tamunya sudah pulang?" bisiknya lagi, namun Jimin tak menggubrisnya.
Bulu roman Miran mendadak bergidik, Miran pernah dengar kalau orang yang sangat lembut hatinya akan menyeramkan ketika marah. Sebelum-sebelumnya mereka juga pernah bertengkar, namun atmosfernya tak seseram ini. Bahkan ketika Miran memijakkan kaki untuk mendekat, ia tak mendapatkan gubrisan lagi padahal ia yakin Jimin melihat dan merasakannya.
"Jim—"
"Pulanglah."
Miran serasa disambar petir hanya dalam hitungan detik, tatapan datar, nada dingin, abaian Jimin seolah-olah mengatakan kalau ia memang menginginkan Miran untuk pulang. Jadi aku diusir? Oke tenang, tenang, jangan gegabah, Miran. Miran sadar akan perbuatannya kali ini memang mungkin benar-benar membuat Jimin malu, alhasil ia mendekat kemudian berkata, "Aku ... minta maaf, aku sadar hari ini perilaku ku benar-benar membuatmu malu. Tapi sungguh aku tidak tahu kalau rek—"
"Naiklah taksi, pulang dengan segera sekarang juga."
Miran memerat jari-jemarinya, ia juga sudah berganti pakaian dengan puffy top berwarna peach. Ia tahu maksud lain dari kalimat itu adalah mengusirnya pergi, Miran memang merasakan sakit, sesuatu mendesak di dadanya—namun ia harus mengerti ini memang kesalahan yang fatal, namun Jimin tak pernah mengusirnya pergi sedari dulu mereka bertengkar.
KAMU SEDANG MEMBACA
STARTED BY MISTAKE | PJM
FanfictionSatu hal terumit yang pernah Miran temui di sepanjang kehidupannya adalah-bertemu dengan Jimin. Malapetaka yang mampu memporak-porandakan hatinya. Jimin mengajarkannya apa itu jatuh cinta dan apa itu patah hati. Jimin mengenalkannya pada pengkhianat...