1

2.2K 176 3
                                    

Malam menjadi waktu paling Jeno sukai. Pasalnya ia bisa menjadi 'Jeno' yang seutuhnya dengan motor besarnya, helm serta pakaian serba hitam Jeno tampak mempesona.

Tapi hari ini terlalu melelahkan untuknya. Memandang teman – temannya yang bersiap untuk ridding menyusuri kota mencari jalanan sepi dan mungkin akan memulai aksinya balapan.

"Kau tidak turun ?"

"Tidak malam ini aku terlalu lelah. Aku pulang, kalian lanjutkan saja"

Jeno menyalakan motornya bersiap meninggalkan teman – temannya. Saat memasuki gang area rumahnya suara nyaring motornya menggema di sepanjang gang tersebut.

Jeno mengendarai motornya pelan saat melihat seseorang jalan mengendap – endap mengikuti orang di depannya. Perut buncit dan baju yang sedikit lusuh serta mata yang memerah orang buncit ini sudah dipastikan mabuk.

Di depannya ada orang lainnya yang berjalan cukup buru – buru mungkin merasa ia diikuti dengan outer cokelat susu dan rambut berwarna cokelat dengan menenteng tas hitamnya.

Tanpa berani melirik kebelakang ia terus jalan ke depan dengan tergesa. Saat mendengar suara motor yang cukup menyaring ia berlonjak kaget langkahnya semakin cepat. Dalam hatinya merutuki mengapa jalanan begitu sepi malam ini.

Hey! Tapi ini jam satu malam tentu jalan sepi sebagian orang pasti sudah masuk ke alam mimpinya masing – masing.

Suara motor itu semakin mendekat dan berhenti di depannya.

"Naik, kau di ikuti"

Lelaki yang ditawari mengerutkan dahinya. Tampak ragu dalam benaknya mungkin lelaki berpakaian serba hitam ini yang lebih berbahaya.
"Kalau tidak mau ya sudah" Jeno kembali menyalakan motornya saat ia akan menarik gasnya tangannya dicekal.

"A-aku ikut"

Tampak kesulitan saat menaiki motor Jeno karena memang cukup tinggi.

"pakai"

Jeno memberikan helm kepada orang tersebut. Dengan tangan bergetar ia menerimanya, wajahnya tenggelam karena kepalanya terlalu kecil untuk ukuran helm itu.

Jeno menengok ke belakang melihat apakah sudah terpasang dengan benar. Jeno tersenyum tipis. Menggemaskan. Batinnya bicara bagaimana bisa hanya dengan memakai helm kebesaran bisa membuat seseorang begitu menggemaskan.

"A-apa aku sa-salah memakainya"

Jeno menggeleng. Ia bersiap untuk menarik gasnya.

"Pegangan.... yang kuat"

Dengan sekali gas Jeno membawa tubuh yang terbilang lebih kecil darinya melaju dengan cepat dengan motornya. Penumpang dadakan itu mau tidak mau dengan ke tidak sengajaan langsung memeluk tubuh atletis Jeno.

Jeno menyeringai saat ia merasakan pegangan itu semakin kuat saat laju motornya semakin kencang.

"Di mana rumahmu?"

"APA?!" jawabnya cukup keras.

Jeno sedikit memelankan lajunya "Di mana rumahmu?"

Ia memberikan alamat rumahnya. Dan ternyata ia tinggal di kawasan perumahan orang – orang berkantong tebal dan rumah lelaki mungil di belakang Jeno memiliki rumah paling besar dari yang lain.

"Terima kasih"

"Kau orang kaya ternyata... ya baiklah"

Jeno memutar motornya untuk meninggalkan penumpang gelapnya itu tapi ia menghentikan motornya lagi.

"Oy!!!" Jeno memanggilnya dengan tangan di atas mengisyaratkan untuknya mendekat.

"Siapa namamu? Aku Jeno"

Tampak ragu untuk membuka suara tapi pada akhirnya ia memberikan namanya.

"Renjun"

Jeno tersenyum miring, ia tatap lamat – lamat wajah lelaki yang baru ia temui ini.

"Hidupmu pasti membosankan, iyakan"

Renjun menatapnya bingung apa maksud dari perkataan orang ini. Sok tahu sekali pikirnya ini bahkan belum dua jam ia mengenal pria urakan ini ya walaupun ia memang tampan.

Jeno masih tersenyum miring dan meninggalkan Renjun dengan wajah kebingungannya. Sepertinya lelah yang Jeno rasakan hilang saat melihat lelaki manis itu, wajahnya sungguh manis tapi sayang dapat Jeno tebak kehidupannya pasti sungguh membosankan.

Dalam perjalanannya pulang dia kembali mengingat tingkah lelaki bernama Renjun itu saat naik di motornya dan dapat ditebak itu pasti kali pertamanya menaiki motor.

Sedikit mengulas senyum saat Jeno membawanya dengan kecepatan penuh dan meremas jaket Jeno sedikit keras. Terdengar jelas ditelinga Jeno lelaki itu bergumam pelan "Aku suka" saat Jeno menambah kecepatannya.

"Kasihan"

 
***


Renjun memasuki rumah besarnya. Ah bukan rumah kedua orang tuanya lebih tepat. Seorang bibi pengurus rumah membukakan pintu untuknya.

"Tuan besar sejak tadi mencari tuan" lapornya saat Renjun baru memasuki ruang tamu rumah orang tuanya itu.

Renjun menghela nafas panjang menaiki anak tangga yang melingkar untuk memasuki kamarnya meninggalkan bibi itu sendirian.

"Dari mana ?"

Renjun tidak menjawab ia terus melangkahkan kakinya menuju kamar tanpa memerdulikan pertanyaan dari sosok yang lebih tua.

Renjun tidak ingin berdebat malam – malam tubuhnya sudah terlalu lelah pikirannya sudah terlalu kacau.

"Jawab Renjun!"

"Studio" jawabnya singkat tanpa menghentikan langkahnya.

"Akan aku bakar studiomu jika kau selalu pulang larut seperti ini!"

Renjun menghentikan langkahnya memutar tubuhnya untuk memandang wajah yang menurutnya sangat menyebalkan itu. Renjun tersenyum tipis mendengarnya.

Lalu membalik tubuhnya lagi dan meninggalkan lelaki yang lebih tua darinya.

"Hidupku bukan membosankan tapi mengerikan"

Ia rebahkan tubuhnya di kasur empuk dan besar miliknya. Memejamkan mata lalu berangsur meringkukkan tubuhnya di atas kasur.

Ia terisak menangisi hidupnya. Mungkin orang akan memandangnya tak bersyukur sudah memiliki harta berlimpah segala keinginannya pasti dapat terpenuhi tapi ia masih menangisi kehidupannya.

Renjun hidup bagai boneka. Sedari kecil ia tidak pernah bisa mengambil keputusannya dan keinginannya bahkan untuk sekedar makanan yang akan ia makan semua diatur.

Terkekang oleh kedua orang tuanya dipaksa untuk tampil sempurna karena tidak boleh mencoreng nama baik keluarga bahkan untuk sekedar mengantuk didepan umum Renjun tak di izinkan.

Wajahnya harus selalu terulas senyum menawan, Dirinya dipersiapkan untuk menjadi sempurna tapi nyatanya di dunia ini tak ada yang sempurna.
Seiring berjalannya waktu dan ia menjadi dewasa berbagai larangan dan aturan sedikit berkurang tapi tidak dengan kekangan yang ia terima.

"Aku ... lelah"

Mengeluh jarang ia lakukan tapi entah mengapa ia ingin berucap dan mengakui kalau tubuh, hati dan pikirannya sudah terlalu lelah.

Menangis semalaman sambil sesegukan ia hampir lakukan setiap malam. Dan terbangun dengan mata lebam.

Seperti sekarang Renjun sudah ada di sebuah tempat makan sup iga dekat studio miliknya untuk memulai harinya yang baru.

Dengan tenang ia menyesap kuah sup iga sendiri. Renjun tidak memiliki teman ia tidak diizinkan.

Kring.

Pertanda pintu tempat makan itu terbuka dan ada pelanggan baru masuk.

"bayarkan makananku"

Tanpa diminta dan meminta izin lelaki berambut blonde dan pakaian hitam khasnya duduk di kursi depan Renjun.

"Sebagai ucapan terima kasih mu untukku"

Renjun masih tenang memakan supnya tanpa mau repot membuka suara. Masih terlalu pagi untuk merasa jengkel kepada orang lain dan diri sendiri.

Lelaki berambut blonde itu mengeluarkan telepon genggamnya membuka isi pesan yang ia terima dan mengecek pekerjaannya.

Selesai dengan kegiatannya ia menaruh teleponnya di meja dan memandang wajah ayu Renjun. Berpikir apa yang ia lakukan di daerah yang bukan wilayah rumahnya.

Mengerti dengan tatapan penuh tanda tanya itu Renjun akhirnya membuka suara.

"Studio lukisku disana" sambil menunjuk gedung berwarna kuning "Rumahmu di daerah sini?"

"Lebih tepatnya di atas atap toko sup iga ini"

Renjun mengangguk mengerti. Di perhatikannya orang di hadapannya matanya tertuju pada satu objek yang menarik perhatiannya sejak tadi tangan pria berkulit pucat itu lecet dan memerah lebam.

"Kau berkelahi dengan siapa?"

Pria itu mengulas senyum "Pria yang mengikutimu kemarin. Aku jengah melihatnya selalu mengikuti orang lain"

"Baguslah"

Renjun bangkit dari duduknya bersiap meninggalkan pria berambut pirang itu. Kesan pertama kepada lelaki ini adalah menyebalkan. Renjun tidak suka sarapannya diganggu dan ia tidak suka makan dengan orang lain apa lagi tidak ia kenal.

"Sudahku bayar dan Jeno ssi, aku tidak suka saat makan diganggu dengan orang asing"

Jeno sudah menebaknya orang kaya memang tidak mau diganggu saat sedang sendiri. Jeno hanya tersenyum tipis.

***

TBC

****

Halo selamat malam untuk semua ada cerita baru. Tapi, sepertinya ini akan jarang aku publis karena masih on going aku tulisnya ga kaya We Can yang sebentar lagi selesai aku tulis.

Kalo kalian suka tinggalin jejak ya 🥰

Sehat - sehat semua 🦥

(Last) Hope | NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang