01. Lembar Pertama

1.5K 184 11
                                    

Happy reading!!!


"Udah gue bilang jangan pernah ngasih surat kayak gini lagi ke gue!"

Sapaan pagi yang selalu Ansel terima setiap harinya.

Ya, Abangnya itu pasti akan selalu protes tentang surat yang ia berikan.

Ansel membalas dengan senyuman, "Kita sarapan dulu yuk! Ansel udah siapin sandwich kesukaan Abang nih." serunya seraya memberikan satu porsi sandwich untuk Darren.

"Gak perlu, gue buru-buru." sahut Darren setelah menghabiskan segelas susu cair yang diambilnya dari kulkas.

Ansel tetap tersenyum, walaupun dalam hatinya kecewa. Tak apa, Ansel sudah biasa.

"Hari ini Bibi gak bisa dateng, anaknya sakit. Jadi lo yang harus bersihin rumah."

"Tapi hari ini Ansel ada les, jadi pulangㅡ"

"Cukup lakuin apa yang gue bilang! Gue gak suka bantahan. Ngerti?!" Ansel mengangguk.

Brak!

Pintu rumah tertutup kasar. Ansel mengusap air matanya. "Lo gak boleh nangis Ansel. Lo kan udah biasa kayak gini."

Mengulas senyum lagi, Ansel menyemangati dirinya sendiri. Walaupun ia tau Abangnya tak pernah menginginkan kehadirannya, tapi Ansel berharap suatu saat Abangnya itu bisa menerimanya, berperilaku selayaknya Adik dan Kakak.

Setelah memakan sarapan miliknya, Ansel bergegas untuk ke sekolah. Untung saja hari ini temannya akan menjemput, jadi Ansel tidak perlu mengeluarkan uang lagi untuk naik kendaraan umum.

Tin tin!

"Ransel, kiw!"

"SABAR!" teriak Ansel dari dalam rumah.

Setelah beres memakai sepatu, Ansel beralih mengunci pintu rumahnya. Mereka memang memiliki kunci masing-masing, agar lebih mudah katanya.

"Ranselll, lama banget sih?!"

"Ransel-ransel! Nama gue Ansel! Gak pake R!"

"Ya, ya Ansel gak pake R!" ledek Jidan kemudian mengecek jam tangannya, "Kita ada ulangan lisan bego jam pertama!"

Mata Ansel terbelalak, "What?!! Omo, gue belum sempet belajar lagi!" ia langsung melompat ke atas motor, hampir saja membuat Jidan jatuh kalau tidak segera menahannya.

"Kuy jalan! Lelet banget." Ansel menepuk pundak Jidan.

"Lo yang lama ya, njing!" Jidan menyalakan mesin motornya.

Brumm Brumm!

Ngeng

"EH JUANCOK! PELAN-PELAN OGEB!" hampir saja Ansel terjungkal akibat ulah Jidan yang langsung gas poll, sementara sang pelaku terkekeh diam-diam di balik helm full facenya itu.


.....



"Abis ini langsung pulang?"

Darren menggeleng seraya memakai kacamata hitamnya, "Gak, gue ke kantor bokap. Ada yang mesti diurus."

Mario mengangguk lalu menepuk bahu Darren. "Duluan Bro kalo gitu!"

Kemudian Darren menuju parkiran untuk mengambil mobilnya itu. Tiba-tiba saja ponsel nya berbunyi.

Tertera nama Jonathan, sepupunya.

"Yo,"

"Rumah kosong?"

Darren sempat terdiam sebentar, "Si pembawa sial belom pulang?"

"Ck, stop panggil Ansel dengan sebutan 'si pembawa sial' , dia adek lo ya!"

"Bacot. Ngapain lo ke rumah gue?"

"Mau numpang makan, laper."

"Lo kira rumah gue warteg? Gak ada makanan, Bibi gak dateng."

"Yahhh, padahal gue udah di depan rumah lo nih."

"Ya pulang sono, apa susahnya."

"Mager. Lo bawain gue makanan ya kalo balik!"

"Gak bisa, gue mau ke kantor."

"Sibuk bener."

"Emang."

"Ck, yaudah lah gue pulang."

"Dari tadi kek."

"Sialan. Awas ajaㅡ"

Tut!

Darren melempar ponselnya ke kursi belakang.

"Ck, tuh anak belom balik ternyata. Udah gue suruh bersihin rumah padahal." misuhnya seraya menyetir.

Sesampainya di kantor, Darren buru-buru menyelesaikan urusannya. Ingin sekali cepat-cepat sampai rumah. Demi apapun tubuhnya terasa remuk sekarang.



06.30 pm

Langit sudah gelap. Darren ingin berjalan ke kamarnya, tapi matanya tak sengaja menatap sesuatu di atas meja makan.

Darren menghela napas, lagi-lagi surat. Muak banget rasanya tiap hari dapet surat terus.

Niatnya ingin langsung membuang surat itu, tapi tangannya malah membuka surat tersebut.

Teruntuk Abang,

Maaf, Ansel tadi pulang telat. Sebelumnya, kan Ansel udah bilang kalo Ansel ada les.

Tapi tadi Ansel udah usahain pulang cepet kok, suer deh. Ansel udah bersihin rumah juga, udah kinclong.

Kecuali kamar Abang. Kan Ansel gak boleh masuk kesana, jadi Ansel belum bersihin.

Jangan lupa mandi, abis itu makan. Ansel udah masak makan malem buat Abang.

Abis itu istirahat ya! Selamat malam Abang! Mimpiin Ansel ya kalo bisa, heheheh.

Ansel sayang Abang ❤

Darren hanya memasang wajah datar tanpa eskpresi. Tangannya meremuk surat tersebut.

Lagi dan lagi. Alih-alih membuangnya, Darren malah memasukkan surat yang sudah remuk itu ke dalam sakunya.

Darren sendiri pun juga tak tahu, hati dan pikirannya tak sinkron.

Menatap tak minat pada hidangan buatan Ansel, Darren membuang makanan tersebut.

"Gue gak sudi makan masakan orang yang udah merenggut nyawa orang tua gue!"




































To be continue

Jangan lupa vote ❤
See u on the next Chap!!!

Surat Untuk Abang || Jihoon & Junkyu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang