06. Lembar Keenam : Flashback (01)

916 145 3
                                    

Happy reading!!!

"Halo, Ayah!"

"Kenapa, nak?"

"Ibu pingsan, hiks."

"Apa?! Kok bisa, nak?"

"Ayah, Aren harus gimana?"

"Kamu udah minta tolong Bibi?"

Darren mengangguk walau ia tau Ayahnya tak bisa melihat juga, "Bibi udah telepon ambulans tadi."

"Oke, tunggu Ayah ya. Nanti Ayah langsung ke rumah sakitnya."

"Cup cup, jangan nangis lagi ya. Ibu pasti gak kenapa-napa kok."

"Aamiin."

Kemudian telepon terputus.

Anak lelaki itu terus memanjatkan doa disepanjang perjalanan untuk sang Ibu.

Sungguh, ini pertama kalinya ia melihat sang Ibu dalam keadaan lemah seperti itu. Selama ini Ibunya terlihat sangat kuat dan tegar.

Sesampainya di rumah sakit, sang Ibu langsung dibawa menuju ruang UGD. Sedangkan Darren menunggu dengan Bibinya.

"Darren."

"Ayah!" Anak laki-laki itu langsung berlari memeluk sang Ayah.

"Ayah, hiks. Ibu sakit Yah, hiks."

"Hey, jagoan Ayah gak boleh nangis. Kita harus berdoa untuk keselamatan Ibu juga adik kamu." Darren tak bergeming, ia tetap menangis.

Tadi saat Darren sedang bermain dilantai bawah, ia mendengar suara rintihan sang Ibu.

Awalnya Darren kira ia hanya salah dengar saja. Tapi saat mendengar suara rintihan itu lebih jelas lagi, serta sang Bibi yang tiba-tiba saja panik, membuat Darren buru-buru menghampiri sang Ibu.

"Ibu! Ibu, kenapa?"

"I-ibu gapapa, sayang." Sang Ibu tetap tersenyum seraya menahan rintihannya. Ia tak mau sang anak khawatir, walaupun pada kenyataannya Darren sudah terlanjur dilanda ke-khawatiran.

Darren memeluk sang Ibu, "Ibu harus bilang Aren kalo Ibu sakit. Bagian dimana yang sakit? Sini biar Aren elus."

Sang Ibu menggeleng, "Ibu gak sakit sayangㅡAkh!"

Mata Darren terbelalak, "I-ibu, berdarah?"

Tepat saat itu juga, sang Ibu mulai tak bisa menahan lagi rintihannya. Membuat Darren panik bukan main.

Ia tak tau harus melakukan apa, hingga akhirnya sang Ibu pingsan dalam pelukannya.

"IBU! BIBI, IBU PINGSAN!"

Sang Bibi langsung berlari ke lantai dua, "Bibi sudah telepon ambulans. Mas Darren tunggu sini dulu ya, Bibi mau siapin barang-barang Ibu buat dibawa ke rumah sakit."

"Darren mau telepon Ayah."

Bibinya itupun menyerahkan ponsel miliknya, "Mas Darren bisa telepon sendirikan?" Darren mengangguk, setelah itu ia segera menghubungi sang Ayah.

Sret

Gorden bilik itu terbuka.

"Dengan suaminya?"

"Iya, saya suaminya Dok."

"Istri Anda akan dipindahkan ke ruang rawat. Sementara Anda bisa ikut saya sebentar? Ada yang harus saya bicarakan."

Surat Untuk Abang || Jihoon & Junkyu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang