17. Lembar Terakhir

1.3K 151 3
                                    

Happy reading!!!



"M-mama, sakit..."

"Tahan sebentar lagi ya, sayang."

"A-abang dimana?"

"Ada di ambulans satunya, ada Bang Jo juga kok yang jagain. Kamu gak usah khawatir ya." Auryn merapihkan rambut Ansel yang berantakan. Tangannya setia menggenggam tangan lemah milik Ansel.

Terdengar helaan napas berat. "Ansel, tetep sadar ya, nak?"

"M-mama..."

"Iya sayang, Mama disini. Jangan tutup mata kamu, oke? Dikit lagi kita sampe."

"Ma, k-kalo Ansel gak selamatㅡ"

Auryn menggeleng, "Gak. Kamu pasti selamat!" Tegasnya.

"Mama tau Ansel kuat. Bertahan ya, nak? Mama mohon."

Ansel dengan susah payah menggerakkan tangannya untuk menghapus air mata Tantenya itu, "J-jangan nangis karena Ansel."

"Makannya kamu harus kuat! Nanti kita jalan-jalan bareng, Mama bakal beliin apa aja yang kamu mau."

Tak lama pun mereka sampai di rumah sakit terdekat. Ansel segera mendapatkan penanganan, begitu juga dengan Darren yang memang sudah tidak sadarkan diri sedaritadi.

Sedangkan Jonathan dan Auryn menunggu seraya berdoa yang terbaik untuk keduanya.

Selang beberapa jam kemudian, dokter yang menangani Ansel keluar terlebih dulu. "Dengan keluarga pasien?"

"Saya Tantenya. Bagaimana kondisi keponakan saya?"

Dokter tersebut menghela napas, "Kami sudah berusaha semaksimal mungkinㅡ" Auryn dan Jonathan menahan napas. Pembukaan yang cukup buruk.

"ㅡtapi maaf, Tuhan berkehendak lain. Saudara Ansel dinyatakan menghembuskan napas terakhir tepat pukul lima belas tiga puluh. Kami turut berduka cita."

"Mama!" Auryn melemas, untung saja Jonathan cepat menahannya agar tidak tumbang.

"Jo, Mama salah dengerkan pasti? Ansel selamat, kan?" Auryn menatap Jonathan penuh harap.

"Ma..."

"Gak mungkin kan, Jo? Gak mungkin Ansel pergi, kan?! GakㅡGAK MUNGKIN!"

"Ma, jangan kayak gini...."

Dokter tersebut berdehem, "Sebelumnya Saudara Ansel sempat menitip pesan."

"A-apa?"

"Katanya, jika ada organ tubuhnya yang masih bisa berfungsi dengan baik, tolong didonorkan. Karena Saudara Ansel merasa belum banyak hal baik yang ia lakukan semasa hidupnya. Mungkin dengan mendonor, Saudara Ansel bisa membantu orang yang sedang membutuhkan."

Lihat? Mana bisa ada orang sebaik Ansel? Nyatanya Tuhan lebih sayang dengan anak baik itu.

Ansel mungkin sudah bahagia disana.

Setelahnya, tubuh Ansel dipindahkan ke kamar jenazah.

Jonathan menghela napas lelah. Mamanya terus menangis, bahkan sudah pingsan beberapa kali. Sekarang sedang ditangani suster di ruang rawat.
"Jo, gimana kabar Darren?" Tanya Hans dengan napas terengah. Ia kaget setengah mati mendengar kabar bahwa sahabatnya mengalami kecelakaan.

Bahkan saking paniknya, Hans berlari dari rumah hingga rumah sakit. Melupakan fakta bahwa ia masih memiliki kendaraan.

"Darren dinyatakan koma. Dia lumayan parah, cedera kepala dan itu menyebabkan gangguan penglihatan."

Surat Untuk Abang || Jihoon & Junkyu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang