Dear Shiho,
Ketika kau membaca surat ini, mungkin aku sudah berada di penerbangan kembali ke Inggris. Maaf aku tidak pamitan langsung, kalau aku melakukannya, semakin sulit bagiku untuk pergi.
Kau tak perlu khawatir akan pernikahan kita yang batal. Aku sudah merelakannya. Aku juga sudah menjelaskannya pada Otosan dan Okasan, mereka pun mengerti. Tidak ada yang menyalahkanmu. Mereka senang ketika mendengar kau sudah siuman dan itu sudah lebih dari cukup.
Maaf karena kebodohanku kau sampai koma tiga bulan. Seandainya dari awal aku membawa Kudo-Kun padamu, mungkin sekarang kau sudah sembuh total. Aku telah bersikap kekanakan dengan keegoisanku. Kini aku mengerti, melihatmu hidup dan bahagia barulah itu arti kebahagiaan sesungguhnya untukku. Paling tidak, pernah mengenalmu itu sudah merupakan anugerah untukku.
Hiduplah dengan baik Shiho. Jaga kesehatanmu. Jangan begadang dan tetap hati-hati pada udara dingin. Tapi aku yakin Kudo-Kun mengerti dan akan menjagamu dengan sebaik-baiknya. Sampaikan pesanku pada Kudo-Kun, dia harus membahagiakanmu, jika dia menyakitimu sekali saja, aku bersumpah aku akan datang dari ujung dunia manapun untuk menghajarnya dan membawamu pergi. Kali ini aku takkan mau melepasmu lagi. Jadi ingatkan dia untuk berhati-hati atau aku akan memaksanya menelan APTX lagi.
Cepatlah sembuh Shiho-Chan. Bila suatu hari kita bertemu lagi, aku ingin melihat pancaran kebahagiaan di mata indahmu.
Partner yang akan selalu mencintaimu
Hakuba
Shinichi yang baru datang sambil membawa sweeter rajutan melongok ke wajah Shiho.
"Nani?" Shiho memandangnya.
"Apa ada yang lucu dari surat Hakuba? Sampai kau senyum-senyum begitu?" kata Shinichi seraya menyelimuti tubuh Shiho dengan sweeter rajutan.
Saat itu mereka sedang berada di taman rumah sakit. Shiho duduk di kursi roda. Luka tusukan itu cukup dalam dan karena Shiho koma tiga bulan, tubuhnya masih kaku dan belum dapat berjalan lurus. Shinichi harus menggendongnya jika Shiho ingin ke kamar mandi atau pindah duduk dari ranjang ke sofa.
"Benar ingin tahu?" tanya Shiho.
"Paling surat pernyataan perpisahan dengan embel-embel cinta," tebak Shinichi sambil membetulkan kerah sweeter di leher Shiho.
"Aduh geli," Shiho bergidik.
Shinichi berdecak, "Takuuu... kau selalu begitu sih. Sudah tahu tidak boleh kena dingin, masih suka malas pakai dobel,"
"Kan ada kau yang akan memakaikannya,"
Wajah Shinichi merona, "Jadi, Hakuba berkata apa lagi?"
"Dia bilang kau harus membuatku bahagia atau dia akan menghajarmu,"
Shinichi mendengus, "Dia bilang begitu?"
"Dia juga bilang akan memaksamu menelan APTX lagi kalau kau menyakitiku,"
"Nani?"
"Dia lupa kalau akulah pencipta APTX itu. Sebelum dia melakukannya, aku yang akan melakukannya lebih dulu. Membuatmu jadi kecil dan memasukkanmu ke dalam koper agar bisa kubawa-bawa pergi sepanjang waktu,"
"Shiho! Mengerikan,"
"Becanda becanda," Shiho terkekeh sebelum meringis, "Aduh,"
"Kenapa? Sakit?"
"Mungkin karena aku bersemangat, kesenggol dikit jadi sakit,"
"Mau kupanggil dokter?"
Shiho menggeleng, "Tidak usah,"
Shinichi meraih tengkuk Shiho dan memberinya kecupan ringan namun berkali-kali.
"Aku senang ini bukan mimpi," Shinichi menyandarkan keningnya pada kening Shiho, "Maafkan detektif bodoh ini yang tidak peka pada perasaanmu. Mungkin aku sudah jatuh cinta padamu sejak kau masih Haibara Ai,"
Shiho menggeleng, "Saat ini pun belum terlambat,"
"Untunglah kau mengambil keputusan untuk menelan penawar itu, atau nanti aku akan dikira pedofil karena jatuh cinta pada anak kecil"
Shiho terkekeh, "Bagaimana jika aku tetap memilih untuk menjadi kecil?"
"Aku sungguh akan menelan APTX itu lagi untuk menjadi kecil bersamamu,"
Shiho menangkup wajah Shinichi, "Aku telah belajar dari seseorang agar aku tidak menghindari takdirku. Aku berusaha untuk hidup berani sebagai Miyano Shiho,"
"Dan kau melakukannya dengan sangat baik,"
Shinichi memagut bibir Shiho lagi, lebih mesra. Shiho menanggapinya dengan penuh kehausan hingga napasnya terengah-engah.
Shinichi memberinya jeda untuk bernapas seraya berkata, "Ngomong-ngomong. Aku mau tanya sesuatu,"
"Nani?"
"Kapan kau akan berhenti memanggilku Kudo?"
"Eh?" Wajah Shiho memerah. Ia melingkarkan lengannya ke leher Shinichi dan memeluknya erat seraya berbisik memanggil, "Shinichi... Shinichi..."
Shinichi tersenyum, "Terdengar lebih baik,"
Shiho menenggelamkan wajahnya yang tersipu malu di bahu Shinichi.