"Shiho! Aku sudah menunggumu dari tadi," panggil Masumi ketika melihat Haibara keluar dari gerbang sekolah.
"Mau apa lagi?" tanya Haibara dingin seraya berjalan cepat.
Masumi mengikutinya dari belakang, "Anooo..." ia bingung untuk berbicara.
"Jika ini menyangkut kakakmu, simpan saja tenagamu. Aku tidak akan memaafkannya,"
"Bukan bukan. Aku bukan ingin membujukmu untuk memaafkan Shunee," sahut Masumi, "Aku mengerti kemarahanmu padanya. Jika aku jadi kau, aku juga mungkin akan begitu,"
"Tidak usah sok mengerti perasaanku. Kau tidak paham apapun,"
Masumi mendesah, "Shunee memang keras, aku dan terutama Okasan juga sulit untuk berbicara dengannya tanpa berdebat. Jadi aku maklum saja,"
"Terima kasih atas pengertianmu,"
Masumi berdiri di depan Haibara untuk menghentikan langkahya.
"Nani?" tanya Haibara.
"Ada seseorang yang sangat ingin bertemu denganmu," Masumi memberitahu.
"Siapa?"
"Seseorang yang sangat menyayangi ibumu,"
"Eh?"
"Ayo!" Masumi menggandeng lengan sepupunya dan mengajaknya pergi.
"Eh? Tunggu! Aku belum setuju!" gerutu Haibara.
***
Masumi membawa Haibara ke sebuah kamar hotel. Di dalam sana, ibunya Mary Sera sudah menunggu. Ketika melihatnya datang, Mary menghampirinya dan berjongkok di hadapan Haibara.
"Kau benar-benar mirip Elena," ucap Mary dengan mata berkaca-kaca.
Haibara tak bisa berkata-kata.
"Ayo kita berbincang-bincang sebentar," Mary mempersilakannya duduk di sofa.
Mary mengambil sebuah album dari lemari dan duduk di sebelah Haibara sementara Masumi di sofa seberangnya. Mary menyerahkan album itu ke tangan Haibara.
"Apa ini?" tanya Haibara.
"Bukalah," pinta Mary.
Haibara membukanya, rupanya album itu adalah foto-foto masa kecil ibunya bersama Mary. Mereka berdua kakak-adik yang sangat cantik, ceria dan begitu dekat. Tampak saling menyayangi.
"Okasan..." gumam Haibara dengan mata penuh kerinduan.
"Eh," Mary mengangguk, "Kau sebelum ini, tidak pernah melihat wajahnya kan?"
Haibara menggeleng.
"Sejak kecil aku memang lebih suka latihan fisik, sedangkan Elena sangat cerdas di bidang sains. Setelah dewasa, aku jadi agen rahasia dan Elena menjadi ilmuwan. Kau pun mewarisi kejeniusannya," Mary menatap Haibara penuh sayang.
Haibara membalik albumnya lagi dan melihat foto pernikahan orang tuanya.
"Ini Otosan?" Haibara menunjuk.
"Benar. Itu Atsushi-San. Itu foto pernikahan mereka," jelas Mary.
Haibara menyentuh foto-foto itu dengan mata berkaca-kaca. Betapa ia sangat merindukan orang tuanya dan juga kakaknya.
"Tapi... Apa maksud Mary Obasan menunjukkan semua ini?" tanya Haibara.
Mary meraih tangan Haibara dan menggenggamnya lembut, "Kalau kau mau, aku bisa membawamu ke tempat-tempat favorit ibumu di Inggris,"
"Inggris?"
"Eh," Mary mengangguk, "Kita mulai segalanya dari awal di Inggris,"
"Tapi..."
"Aku mengerti kalau kau masih marah pada Shuichi. Aku tak dapat menyalahkanmu, aku juga menyayangkan tindakannya yang membahayakan kalian. Sebagai ibu dan anak kami sendiri sering berselisih pendapat. Karena itu, kalau kau tak mau bergabung dengan FBI di Amerika, kau bisa ikut denganku dan Masumi ke Inggris. Kami masih memiliki apartemen di sana. Aku akan mengenalkanmu dengan teman-teman sejawat Elena, agar kau dapat menjadi ilmuwan di sana,"
"Lebih baik begitu Shiho," timpal Masumi, "Daripada kau terus-menerus dikucilkan Sonoko, lagipula Atshuhi-Ojisan juga sudah terlanjur di cap ilmuwan gila oleh para perkumpulan ilmuwan di Jepang. Di Inggris, kau takkan tersisihkan seperti itu. Hidup dan karirmu pasti lebih baik di sana,"
Haibara tampak menunduk mempertimbangkan.
"Masumi sudah bercerita padaku," lanjut Mary, "Kau keberatan meninggalkan teman-teman kecilmu, tapi... Kau juga harus melanjutkan hidupmu Shiho... Jangan menyia-nyiakannya. Hanya kau peninggalan Elena, beri aku kesempatan untuk menjagamu... Aku yakin, itu yang Elena inginkan," ia memohon dengan sangat.
Haibara terenyuh melihat ketulusannya.
Hening sejenak.
"Beri aku waktu Mary Obasan," kata Haibara akhirnya, "Aku perlu memikirkannya,"
"Eh," Mary mengangguk, "Pelan-pelan saja, aku akan menunggumu,"
Dalam hatinya, Haibara memang merasa berat meninggalkan teman-teman kecilnya, tapi selain itu ada satu lagi yang lebih berat untuk ia tinggalkan.
Kudo-Kun...