12. Kacau

11 1 0
                                    

•BAB 12•
Kacau

SELAMAT MEMBACA

Saka masuk ke dalam rumahnya bersama Rakha. Cowok itu menepati ucapannya tadi pagi. Dia datang untuk bermain dengan Rasa. Rakha juga mengiyakan ajakan Saka karena merasa semakin dilema. Dan dia ingin mengakhiri masalah ini secara perlahan-lahan.

"Assalamualaikum Mama. Caca pulang," ucap Saka memberi salam. Priska yang mendengar suara anaknya langsung datang menghampiri, diikuti Rasa yang asik mengekor di belakangnya. Kucing itu berlari menghampiri Saka dengan langkah menggemaskannya.

"Meow!"

"Halo anak Mama. Kangen gak sama Mama? Kangen lah masa nggak."

Priska diam-diam istighfar melihat tingkah anak gadisnya. Tatapannya beralih menatap Rakha yang setia memandangi Saka, "Eh ada calon mantu."

Rakha tersenyum kaku mendengarnya, "Assalamualaikum Tante."

"Waalaikumsalam. Sini-sini duduk dulu, Tante ambilin minum sebentar ya," Priska mempersilakan Rakha duduk kemudian dia berlalu untuk menyiapkan minuman di dapur.

"Tuh itu Papa Kamu, Ras. Ganteng kan," celetuk Saka yang menggendong Rasa kearah Rakha. Rakha tersenyum sekilas. Jika saja suasana hatinya sedang baik, dia pasti sudah mencubit pipi Saka dengan gemas. Sayangnya dia sedang tidak bergairah melakukan itu.

"Kok dipanggil Ras?" tanya Rakha asal.

"Gapapa biar beda aja," jawab Saka sambil mengelus kepala Rasa. Saka mendongakkan kepalanya demi menatap mata pacarnya, "Mau gendong?"

Rakha langsung menggeleng keras. Dia menjauhkan badannya dari Saka sambil melotot ketika Saka dengan sengaja mendekatkan Rasa ke tubuh Rakha. Tawa Saka langsung pecah saat itu juga. Rasa sampai memandang mamanya heran.

"Kocak banget mukanya hahahaha. Rasa gak nakal kok. Ya kan, Ras?"

"Meow!"

"Iya dong. Anak Mama kan gak boleh nakal. Nanti kalo nakal Mama apain?"

"Meow!"

"Pinter. Kalo nakal Mama kurung ya di kandang. Makannya sekarang Rasa gak pernah nakal lagi," ucap Saka mengobrol dengan Rasa.

Rakha yang melihat itu tersenyum kecil. Dia tidak menyesal mengadopsi kucing untuk Saka. Setidaknya ada hal lain yang membuat Saka senang jika suatu hari nanti dia mengecewakan Saka.

"Nih coba gendong. Dijamin Rasa gak nakal kok," titah Saka sambil menyerahkan Rasa. Tangan Rakha menerima Rasa dengan ragu.

Wajahnya pucat pasi. Rakha bukannya takut kucing, dia hanya takut untuk memegang kucing. Menurutnya, tubuh kucing itu menakutkan. Lembek-lembek gimana gitu. Dia takut kelepasan memegang tubuh itu dengan kencang sampai membuatnya mati.

"Masih hidup kan, Sa?" tanya Rakha panik. Dia memegang tubuh Rasa dengan muka kocaknya.

"Hahaha. Ya masihlah. Ada-ada aja Kamu tuh," tawa Saka tak bisa dikondisikan lagi melihat betapa lucunya ekspresi Rakha saat ini.

Rasa mengeong keras. Dia tak suka digendong seperti itu. Biasanya, Saka menggendongnya sambil mengelus kepala. Sedangkan Rakha, dia mengangkat Rasa tepat di bagian bawah kaki depannya.

"Ca, beliin gula sana. Gulanya abis. Mama lupa beli," suara Priska yang datang dari arah dapur mampu membuat Rasa langsung memberontak dari gendongan Rakha dan berlari menuju neneknya. Saka menoleh, "Duitnya?"

"Nih. Beli di warungnya Bu Tatik aja," Priska menyerahkan selembar uang dua puluh ribuan kepada Saka. Baru saja tangan Saka ingin menerima uang dari mamanya, Rakha sudah lebih dulu menyela, "Biar Rakha aja yang beliin, Tan."

RAKSAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang